

Cerita


Tujuh Bersaudara
Kenapa aku yang di rumah? Sedangkan mereka menuntut ilmu di tempat lain bahkan di kota. Apa salahku? Aku~Revan, 16 tahun sudah aku berada di rumah ini. Rumahku sendiri namun terasa seperti penjara, setiap malam aku selalu berharap paginya tak bangun lagi. Kenapa? Aku memiliki ibu dan ayah, aku anak ke empat dari tujuh bersaudara. Kakak pertamaku melanjutkan kuliah di kota, begitu juga dengan kakak kedua dan Abang ke tiga. Adek ke limaku juga sekolah di sekolah menengah pertama yang berada di daerah lain. Di rumah ini hanya tersisa aku, dan kedua adik perempuan yang masih duduk di sekolah dasar. Semua pekerjaan yang berat di limpahkan kepadaku, aku terima, tapi aku masih tidak terima dengan perlakuan ibuku yang selalu menghajar mentalku serta tubuhku tanpa memandang sedikitpun aku sebagai anaknya. Aku memiliki impian besar, ingin menjadi penulis terkenal, ingin rasanya bukuku di baca seluruh dunia. Beberapa cerita pendek dan puisi sudah ku ciptakan dan mendapat apresiasi dari sekolah, tapi ibuku tidak mendukung. Menjadi penulis terkenal tidaklah mudah, apalagi aku yang tidak leluasa berinteraksi dengan pemandangan ataupun dunia luar dengan bebas. Sampai kapan aku bisa bertahan seperti ini? Apakah aku bisa memberi kasih sayang kepada ibuku ketika aku dewasa kelak? Apakah impianku terwujud atau? Entahlah.


Aku Dan Hp Istriku
Aku—Badri, sangat, sangat, dan sangat menyesal setelah membelikan sebuah gawai untuk istriku. Di mana sekarang aku terabaikan, makan, yang di lihat gawai, tidur, yang di pantengin gawai, bahkan ke kamar mandi pun terkadang gawai yang di bawa. Bukan aku? Sungguh gawai telah mengambil hati istriku. Apakah aku cemburu pada gawainya? Oh, tidak. Tapi aku yakin ada seseorang di gawainya. Aku selalu dan selalu berdoa supaya gawai istriku rusak, tapi tidak semudah itu karena dia selalu menjaganya dengan baik. Bagaimana caraku memisahkan istriku dengan gawai itu? Apakah aku bisa lebih sabar untuk menghadapi istriku yang jarak usia kami sepuluh tahun? Oh, Tuhan, bantu aku.


Lapis Legit Dosen Cantik
Rustam—aku dan istriku sudah menikah selama 3 tahun lamanya. Namun, kami belum memiliki anak karena niat dan janji yang pernah kami ucapkan. Kami tidak ingin punya anak kalau belum memiliki rumah. Dari situ aku dan istriku selalu berusaha sama-sama untuk menambah tabungan supaya bisa membeli atau memiliki sebuah rumah. Di tengah-tengah perjalanan kami, badai menghantam rumah tangga kami. Seorang laki-laki tak tahu diri masuk ke dalam rumah tangga kami. Dia membayar istriku untuk menikah dengannya dengan bayaran 100 juta rupiah selama 2 bulan. Bagaimana kisah rumah tangga kami selanjutnya? Apakah aku bisa kembali kepada istriku lagi?