Bab 7
Sudah 3 hari berlalu semenjak Bu Annisa memutuskan rawat jalan di Singapura. Beliau berangkat malam itu juga menggunakan jet pribadi Zach. Tensi darah bu Annisa memang sudah normal, tapi diabetes yang menyertai tidak bisa diremehkan. Pasalnya berat badan bu Annisa semakin menurun. Jadi mau tidak mau saran bu Anne harus dilakukan. Toh semua keluarganya yang bisa membantu merawatnya berada disana sekarang.
Selama tiga hari ini si Zach jadi supir pribadiku, ngekor aku kemana-mana yang kaya bule takut nyasar. alasannya dia nggak mau sendirian. Toh disini dia juga tak punya teman selain relasi bisnis yang hanya segelintir orang itu.
Kami berada diantara deru mobil jalanan Jakarta yang macet. Aku merengek sepanjang siang tadi kepada Pak boss. Aku benar-benar menekan rasa maluku mengabaikan tatapan datar si Zach yang menyebalkan.
Bagaimana aku bisa diam saja, saat tadi pagi si Angel berkata begini:
Flashback
"Eh mbak Bella, inget kan hari ini mantan terhot mbak nikah" wajah wanita yang lebih tua dariku ini nampak lugu. Meskipun dia lebih tua dia selalu memanggilku mbak, dan aku memanggilnya Angel saja. Senioritas berlaku disini.
"Uppss!! Nikahnya kan sama sohibnya si mbak sendiri kan?!" si Angel nggak nutupin tampang mengoloknya sama sekali. Anak ini benar-benar segitunya yang nggak suka sama aku.
Aku merespon dengan senyum ikhlas. Toh aku sudah tak peduli lagi pada pasangan yang menikah hari ini.
"Aku turut sedih deh, mbak kena tikung temen" imbuhnya lagi.
Aku geleng-geleng kepala.
"Aku datang kok Ngel, nanti malam kan." aku bersedekap menunjukkan bahwa aku tak terganggu sama sekali.
"Kamu tahu beda kena tikung yang nggak bisa move on dengan yang kena tikung tapi baik-baik saja sepertiku?" lanjutku sarkas.
Senyum di bibir Angel masih miring, semoga miringnya nggak sampai otaknya.
"Nggak usah dateng deh mbak, kalau kesana sendiri. Bikin mbak Bell nampak tragis tau nggak." sarannya yang terdengar mengejek itu justru terdengar benar di telingaku.
Jadi aku memutuskan merengek kepada Zach agar pria itu mau ku gandeng di acara nikahannya Rio, mantan pacarku 3 bulan lalu yang menghamili Sherly sahabat sosialitaku. Secara tampang Zach masuk banget buat jadi orang-orangan sawah buat nakut-nakuti burung dan hama. Maksudku, semua wanita bakal memandangnya terpesona dan para lelaki akan keder saat berhadapan dengannya. So, Rio Wijaya yang pengusaha batu bara itu tak akan memandang kasihan lagi padaku. Dan Sherly bakalan megap-megap kaya ikan lohan yang keluar dari air, karena pria yang ku bawa lebih keren dari Rio. What? Aku mengakui Zach Abraham keren, ckkk. Emang nyata keren sih dia.
Menurut anak-anak di kantor, cuma aku yang bersikap biasa sama si Zach ini. Beda dengan anak-anak kantor yang akan memekik tertahan saat Zach lewat atau bahkan tak malu curi-curi pandang. Padahal sebenarnya jantungku juga tiba-tiba tak terkendali saat bersamanya. Belum lagi saat si Zach jadi manis, kaya bukain pintu mobil, motongin stik, bayarin gaun dan sepatuku. Haduh, meleleh rasanya. Hanya saja aku pandai mengatur ekspresi wajah dan gerak tubuhku. Latihan keras bersama bu Annisa untuk menghadapi klien yang memiliki karakter bermacam-macam sunguh membantuku.
Betewe kembali ke Sherly yang sempat ku sebut sahabat. Gadis yang lebih muda 2 tahun dariku itu tiba-tiba datang ke acara dinner kami, aku dan Rio, 3 bulan lalu di sebuah restoran di Bandung. Entah dari mana Sherly tahu keberadaan kami. Yang jelas, dengan histeris dia menangis dan mengaku dihamili Rio yang saat itu langsung pucat pasi.
Pandainya gadis itu bersilat lidah, seolah disini aku adalah pacar kejam yang melarang Rio tanggung jawab atas dirinya yang sudah hamil. Dia berlagak jadi korban di depan para pengunjung restoran yang ramai.
Aku shock waktu itu, tapi aku yang kehabisan kata berlalu dengan angkuh dari hadapan mereka. Berlagak aku baik-baik saja. Tak ada kabar lagi setelah itu. Sialan mereka.
Tiba-tiba seminggu yang lalu, datanglah surat undangan pernikahan itu lewat Angel yang membuatnya nyinyir kepadaku seharian ini.
Busana yang ku kenakan adalah hasil perdebatanku dengan si Zach di butik langganan bu Annisa yang terkenal mehong itu. Aku berencana menguras tabunganku demi tampil cantik di acara nikahan Rio dan Sherly. Tapi akhirnya saat Zach datang menjemputku di butik yang juga menyediakan layanan rias wajah itu mengeluarkan kartu debit platinumnya buat bayarin tagihanku. Aku sempat menolak sih, tapi dia melotot galak kepadaku.
Flasback off
Si Zach mengeraskan rahangnya sedari keluar butik tadi, ciri kalau dia lagi marah. Katanya begini dengan nada rendah mengintimidasi setelah 15 menit bungkam.
"Bella, kamu mau nyumbang tarian striptis di acara nikahan mantanmu?" matanya lagi-lagi udah melotot galak, mulutnya yang pedas mulai irit bicara. Aku heran deh, emangnya kenapa sih, wong aku yang pake dia yang sewot. Bagus banget ini baju, leher kerah sabrina lengan panjang dan sejengkal diatas lutut tingginya. Selalu hitam, warna favoritku.
"Mas Zach, bossku yang baik hati" aku menghela nafas sebelum melanjutkan.
"Ini masih batas wajar ya, kalau mas Zach tau pilihan baju-bajuku oleh bu boss rata-rata lebih pendek dari ini" aku jadi sering manggil dia mas dari pada bapak. Udah capek aku denger dia protes kalau ku panggil bapak.
Hening sampai dia tanya arah kemana harus lewat agar sampai di gedung yang dimaksud.
"Lurus dulu setelah ini belok kiri." tunjukku. Hening sampai aku bilang kita sampai. Dia masuk melalui pintu depan. Sudah ada petugas valet yang bertugas membawa mobil ke basmant untuk diparkir cantik. 3 hari ini mobilnya udah setia mengangkutku. Ferrari hitam mengkilat yang sesuai dengan Zach menurutku.
Aku berjalan semakin mendekat kearah Zach. Tidak ramai juga sih sampai kami harus berdesakan. Aku hanya ingin minta ijin untuk menggandeng tangannya supaya di depan Rio dan Sherly nanti aku tidak terlihat menyedihkan.
"Mas, jangan marah kalau nanti aku gandeng ya?" aku berbisik lalu nyengir. Biarlah harga diriku jatuh di depan Zach malam ini. Toh ini sebagai rasa terimakasih ku karena udah bayarin gaunku. Zach menatapku sekilas tanpa menjawab.
Tuh lihat mata berbinar perempuan-perempuan bergaun mahal dan tas seharga ratusan juta. Matanya udah mau keluar nglirik kesebelah. Aku gandeng tahu rasa mereka.
"Mas, kesini dulu yuk." Aku memberanikan diri menarik jemari hangatnya. Zach sempat terkesiap sesaat, tapi kemudian ekspresinya kembali sedatar papan karambol.
Aku memberikan kado pernikahan kepada seorang petugas acara, berisi sepasang jam tangan yang tergolong mahal buatku. Emang sih yang bayarin juga si Zach tadi. Wong aku belinya di sebelah butik tempatku membeli gaun yang ku pakai ini. Royal banget si Zach mah.
Setidaknya kado mahal adalah bukti bahwa aku benar-benar tidak terpengaruh dengan kebejatan yang mereka lakukan dibelakakangku.
Tidak, aku tidak sakit hati. Hanya merasa dibodohi. Aku berpacaran dengan Rio belum genap 4 bulan. Bunga-bunga cinta belum bermekaran. Cuma Rio itu pria yang mirip dengan Zach soal uang, royal dan nggak pelit. Cewek mana yang nggak suka sih, termasuk aku juga dan Sherly mukin. Tapi ibunya udah janji mau ngelamar aku waktu itu pas jenguk dia waktu dirawat di RS.
Sherly sebenarnya gadis yang baik setauku, suka nginep di apartemenku kalau kedua orangtuanya yang sudah lama nggak harmonis bertengkar. Suka curhat sana sini tentang cowok yang lagi pedekate sama dia. Tapi kok dia nggak pernah cerita si Rio tuh. Bener-bener ditikung aku sama Sherly. Tanpa sadar aku menggeleng-gelengkan kepalaku.
"Kenapa geleng-geleng?" tanya Zach. Suaranya rendah dan terdengar dekat. Spontan aku menoleh lalu sedikit terhenyak. Kepalanya sedikit merunduk kearahku. Hidungnya hanya berjarak 5 senti dari hidungku. Matanya yang tajam memandang langsung ke mataku kemudian turun ke bibirku sejenak, lalu kembali ke mataku lagi. Bisa kucium bau maskulin dari tubuhnya yang tegap, aroma mint tercium dari nafasnya.
Kami berpandangan sesaat, melupakan fakta kami berada pada antrian untuk bersalaman dan berfoto dengan mempelai. Cakep banget ya si Zach, sudahkah ku bilang.
Aku mengalihkan pandangan saat seseorang menegur kami agar maju beberapa langkah karena antrian di depan berkurang. Ku lihat Zach yang sedari dari tidak melepaskan tanganku sama sekali mengeluarkan smirk andalannya.
"Kamu cantik" katanya lagi tanpa menoleh kearahku. Aku menoleh kearahnya dengan rona merah di pipi yang berhasil kutekan.
"Ada imbalan yang harus kamu beri untuk saya datang kesini" imbuhnya lagi.
"Apa?" aku bertanya dengan usaha yang matian-matian agar suaraku tudak bergetar. Pasalnya jantungku sudah bertalu-talu dengan kedekatan ini.
"Jadi pacarku malam ini." katanya kembali memusatkan perhatiannya pada diriku.
"Hanya malam ini kan?! Aku tersenyum kecil saat menjawab dengan kalimat ini.
"Yes or no." tekannya. Pria ini memang bibirnya tidak tersenyum. Tapi matanya berkilat penuh godaan.
"Yes, you get it." jawabku menoleh ke arah pelaminan yang semakin dekat. Rio melotot kearah kami, tepatnya kearahku. Siapa kamu sekarang Yo, batinku protes.
Cup, aku melotot kaget, Zach Abraham mencium rambut kepalaku diantara khalayak ini. Aku malu sekarang. Beberapa wanita yang sedari tadi menjadikan Zach sasaran empuk kini memekik histeris. Bahkan Zach sudah mengalihkan tangannya dari yang semula menggenggam tanganku menjadi merengkuh pinggangku erat.
"Bapak....jangan bikin malu." aku memberengut kesal. Aku membuang muka sejauh yang aku bisa. Menutupi rasa melilit yang tiba-tiba menyerang perutku. Zach Abraham justru tertawa menatap wajahku yang memerah.
Aku terperangah, secepat kilat menoleh kearahnya. Sayang kalau aku melewatkan tawanya yang jarang ia perlihatkan. semakin tampan, itu suara hatiku.
Zach, aku takut sekarang. Bagaimana kalau aku benar-benar jatuh cinta padamu.
