Pustaka
Bahasa Indonesia

WEDDING HELL

73.0K · Tamat
Pororo90
57
Bab
17.0K
View
7.0
Rating

Ringkasan

Mereka bilang, mereka adalah musuh.Mereka saling membenci. Saling menghancurkan. Tapi kemudian mereka menikah.Demi sebuah prestise, pernikahan mega Klan—Hyuuga dan Uchiha digelar. Si mempelai perempuan adalah sosok feminis sejati, yang tidak sudi dipandang lemah dan mengemis perhatian. Baginya wanita modern tidak punya waktu untuk bermain drama.Pun dengan sang lelaki, Sasuke. Sebuah gengsi tersendiri menahklukan Hinata. Dia adalah perempuan dengan kasta tertinggi di puncak rantai makanan. Terlalu bernilai untuk diabaikan, terlalu menggoda untuk tidak diburu. Meski itu artinya harus menyingkirkan semua kandidat yang ada.Ini tentang ego. Juga tentang sebuah komitmen. Lelaki boleh bicara soal hierarki dalam rumah tangga, tapi wanita punya ego yang lebih bisa berkuasa—tanpa bisa diabai bahkan oleh lelaki yang mengaku cassanova.Selamat membaca WEDDING HELL. Di mana ego, dan juga harga diri adalah hal utama yang bahkan kamu sendiri lupa. Bahwa nerakapun bisa lebih dingin daripada panasnya bahtera rumah tangga mereka.Cinta mereka membakar penuh gelora. Panas disiksa cemburu dan penghianatan. Dan tentu saja, penuh bara balas dendam.

PresdirBillionairePerselingkuhanBaperDewasa

Bab 1 Say Hello To Mrs. Uchiha Wannabe

Bab 1 Say Hello to Mrs. Uchiha Wannabe

Makan malam romantis yang berada di rooftop Uchiha Sky Tower sudah berakhir mencekam sejak detik pertama mereka bertemu.

Tidak pernah ada kata romantis jika menyangkut Hyuuga Hinata dan Uchiha Sasuke.

Mereka bersaing sejak bangku sekolahan. Mereka musuh sejak mereka belajar mengingat.

Sasuke tak menyukai Hinata karena menurutnya Hinata hanya boneka porselen bodoh yang selalu menjadi gadis baik-baik yang munafik. Selalu menjadi yang terbaik, yang murid tersopan dan naif, hal itu membuatnya muak setengah mati.

Sedang Hinata jelas membenci Sasuke karena sok cuek, dan sikap kurang ajar lelaki itu. Oh jangan lupakan kenyataan bahwa si badung itu, hampir mengencani seluruh populasi wanita di kota ini.

Yang jelas Sasuke adalah biang onar. Dan biang-biang lainnya yang harusnya berada di jangkauan seratus meter.

Tapi lihat.

Gara-gara sesuatu yang konyol mereka berada di ruangan yang sama. Duduk di satu set kursi khusus. Dengan taburan bunga-bunga mawar dengan ditemani lilin-lilin wangi.

Memangnya mereka sedang apa?!

Syuting adegan drama picisan yang ratingnya selalu tinggi?!

Hinata tidak suka adegan romantis. Terutama saat bersama keparat yang satu ini.

"Aku tidak akan menyetujui ide konyol ini," Hinata melirik Sasuke di balik gelas anggur yang dimainkan di depan wajah, lalu menyesap isinya setelah menghirup aroma red wine yang ia tahu kualitas terbaik.

Sasuke mendengus, "Seperti kau punya pilihan saja," sindirnya sarkastis.

"Memang." Hinata memotong dingin. "Jika ada Uchiha yang akan kunikahi, yang pasti kau bukanlah salah satunya."

"Tch! Sombong sekali." Sasuke mencemooh, "Ini bukan drama!"

Hinata tertawa sarkastis. Jenis tawa mengejek yang membuat Sasuke ingin menggulingkan meja dan menjambak rambut Hinata yang tergerai menawan seperti para wanita bangsawan di era Heian.

"Kau yang bermain drama, Sasuke-san!" Telunjuk Hinata teracung di samping gelas yang digenggamnya, menunjuk dada Sasuke dengan kuku panjang terawat yang dipulas sapuan kuteks berwarna peach.

Sasuke mendengus, memberikan senyum setan dan dagu terangkat dengan alis yang naik sebelah. Matanya menyorot tajam, mengintimidasi gerakan gadis itu.

Lelaki itu menatap Hinata dengan pandangan jijik sekaligus menghina, "Lalu akan kau sebut apa hubunganmu dengan Neji, heh-?" Senyum culas lagi-lagi diperlihatkan Sasuke.

Dia puas melihat wajah sakit hati dan juga tertekan milik wanita itu, meski itu hanya sepersekian detik sebelum Hinata juga memberikan Sasuke tatapan maut.

Sebuah tatapan berani yang tepat menghujam manik mata kelam miliknya, dan berbicara sambil tersenyum sama culasnya, "Setidaknya aku tidak pernah tergila-gila kepada wanita yang nyata-nyata mencintai kakakku lalu kini justru menjadi saudara iparku."

Sialan!

Sasuke habis kesabaran. Berbincang dengan Hinata adalah kesia-siaan.

Ini semua omong kosong.

Bullshit!

Dan ia jelas-jelas merasa tolol karena bersedia bertemu dengan rival abadinya. Musuh bebuyutannya.

Bangsat si muka boneka Hinata Hyuuga!

"Kau tahu Hinata?!" Sasuke menatap Hinata dengan pandangan kasihan yang terasa mengoyak sisi ego Hinata, "Aku kasihan padamu. Ayahmu begitu ambisius, dan Neji telah menikah dengan orang lain. Kau hanya wanita munafik yang berlindung dengan kesombonganmu sendiri."

Hinata menggigit bagian pipi dalamnya. Menahan hasrat untuk menangis akan segala hinaan Sasuke. Tapi ia berlindung di balik topeng tegar dan kesombongan. Dia tersenyum jumawa, "Kau juga sepertiku Sasuke-san."

Sasuke mengatupkan rahangnya, berjuang meredam emosinya yang membara. "Kita berbeda, tentu saja." Sasuke memberikan senyum setan, "Aku bisa menikah dengan siapapun. Tapi kau-" Sasuke menahan kata-katanya, "Hanya bisa menikah denganku. Kasihan sekali bukan?!" Nada sarkasme Sasuke membuat jantung Hinata berdenyut nyeri.

Demi Tuhan!

Semua hanya karena surat wasiat sialan kakeknya, Hyuuga Hiroshi.

"Aku tidak akan rugi." Kata Hinata setelah mengerjapkan matanya dan kembali fokus menampilkan muka ramah sekaligus cantik. "Aku akan bahagia tanpa dirimu." Hinata tersenyum angkuh.

Apa yang paling dibenci Sasuke dari Hinata?

.

Jawabannya cuma satu.

.

Hinata itu pintar. Terlalu pintar memancing perasaan dan memainkannya seperti sebuah tanah liat. Bebas diremas lalu dibentuk lagi. Dan Sasuke benci setengah mati terhadap kemampuan Hinata itu.

Cantik dan pintar.

Kombinasi mematikan dan Sasuke tahu sampai kapanpun ia tidak bisa mengendalikan Hinata. Si setan licik nomor satu. Karena setan licik nomor dua jelas milik Itachi.

Sasuke mengumpat-ngumpat dalam hati, karena ini satu-satunya cara membuat mata Fugaku terbuka dan bersedia memberikan jabatan penting di perusahaan utama. Bukan berakhir di cabang dan membuatnya terdepak dari bursa putra mahkota. Ia tahu betul jika pernikahan ini gagal, maka dia sendiri yang bakal repot.

Dan membiarkan Hinata tertawa-tawa bahagia?! Oh, mimpi saja.

Tidak sekalipun hal itu mampir di kepala Sasuke. Dan Sasuke bersumpah akan membuat wanita sialan itu mengemis belas kasihan padanya. Hinata harus menderita. Terutama karena wanita itulah yang membuat rencana Itachi mendekati Ino berjalan mulus. Hingga membuat kakak yang ia benci itu menikahi sang cinta pertama.

Bangsat si Hyuuga!

Lalu Sasuke meraih gelas kristal yang di dalamnya berisi cairan bening berwarna kehijauan. Dia tidak suka wine.

Sasuke suka yang lebih keras dan pahit. Martini jelas lebih baik ketimbang red wine tahun 1989.

Dengan sekali teguk ia menghabiskan gelasnya. Rasa panas dan juga pahit meluncur dengan cepat melalui tenggorokannya. Membakar segala kebenciannya menjadi sesuatu yang lebih membara. Perasaan ingin menghancurkan. Dengan mantap ia berkata,

"Menikahlah denganku!"

Dan Hinata tertawa sumbang. Menertawai takdir yang begitu apik memainkan parodi kehidupannya.

Lihat, lelaki yang ia benci baru saja melamarnya dengan cara paling spektakuler, karena Sasuke begitu saja melemparkan satu kotak beludru berwarna hitam dengan logo Tiffani & co.

Melempar! Catat itu baik-baik.

Tidak ada adegan bertekuk lutut dan juga nada penuh kelembutan memintanya sebagai istri. Keparat Uchiha busuk!

Hinata mengatupkan rahangnya, memberikan kerlingan malas, lalu membuka kotaknya, sebuah cincin sederhana dengan batu black opal platinum berukuran fantastis bertengger angkuh di atasnya. Tipikal Sasuke; sendirian, angkuh, mempesona dan mahal.

Hinata mengeluarkan cincin itu dari kotaknya dan menelusupkan cincin itu di jari manisnya.

Begitu pas. Seolah tercipta untuknya.

Hinata tersenyum miris. Inilah akhirnya. Dia bertekuk lutut terhadap takdir. Ia tidak bisa menikah dengan orang yang ia cintai, melainkan dengan orang yang ia benci setengah mati.

Cahanya membiaskan black opal yang berada di jarinya. Kadang toska, kadang biru jernih dan kadang emas, kadang terlihat seperti bara api.

"Kenapa?" Hinata menatap Sasuke tak mengerti.

Sasuke menahan dirinya untuk tidak tertawa justru mendengus kecil dan memberikan devil smirk.

Inilah hal aneh tapi nyata yang mereka lakukan setiap hari. Saling memahami dengan cara yang tak bisa dijelaskan akal logika. Sasuke tahu pasti apa yang dimaksud Hinata dengan pertanyaan non-spesifik seperti barusan, 'kenapa?'

"Hn." Sasuke menyahut, "Karena batu itu seperti dirimu. Terlalu banyak warna karena pembiasan cahaya. Rapuh, indah, manipulatif."

Hinata tersenyum. Kali ini tampak tulus sekaligus tanpa beban yang membuat jantung Sasuke berdesir. Pria itu belum pernah sekalipun melihat Hinata yang tersenyum tulus dan sederhana seperti beberapa detik yang lalu, dan rasanya seperti berhalusinasi. Tapi deheman Hinata membuatnya percaya kalau barusan memang nyata adanya.

"Ehemm..." Hinata memutus tatapan intens Sasuke yang membuatnya seketika merona. Ia harus menjaga perasaannya dari monster jahat seperti Sasuke. Dia tak ingin GR karena tatapan Sasuke yang seolah terpesona padanya. Jangan lupakan jika Sasuke adalah lelaki pecinta wanita. "Jadi Sasuke-san, apakah kita mencapai kesepakatan?"

Sasuke memincingkan mata mendengar kata sepakat yang dilontarkan Hinata, merasa tersinggung karena hal itu. "Jika kau memikirkan untuk kawin kontrak denganku maka kau harus membersihkan otakmu dulu, Hyuuga!"

Hinata terkesiap sebentar atas fakta bahwa hal itu sempat mapir dalam otak cantiknya beberapa saat yang lalu.

"Aku tidak akan menceraikanmu kalau itu yang menari-nari dalam kepalamu."

Hinata tersenyum masam, "Kau-" kalimatnya terputus.

--membaca pikiranku?

Sambungnya dalam hati.

"Kalau kau pikir, aku bisa membaca pikiran, maka kau harus berkonsultasi ke spesialis kejiwaan. Kau terlalu mudah dibaca. Itulah yang membuatmu seperti orang tolol." Sasuke memundurkan kursi lalu bangkit dari tempat duduknya. Dia berdiri untuk memandang Hinata dengan pandangan muak yang kentara.

"Kalau aku orang tolol maka kau adalah lelaki idiot yang justru mau repot memberikanku benda mahal sialan ini." Hinata ikut berdiri.

Sasuke maju selangkah. Mukanya merah, alisnya naik sebelah dengan cara sexy yang begitu mengusik Hinata.

Hinata merasa tertantang maju selangkah hingga mereka tak sadar bahwa jarak mereka hanya sejengkal, "Apa?!" Hinata menyahut ketika mata mereka bertatapan dengan tajam.

Sasuke mendengus, "Apakah kita akan meghabiskan waktu seperti ini, hn?!"

Hinata menggeram, "Kau pikir bagaimana seharusnya, ha?!"

Sasuke tersenyum iblis, dengan sigap segera meraih kepala Hinata membuat gadis itu mendongak dan membuat gadis itu nyaris memekik saat tanpa sadar mulutnya ceriwisnya bungkam. Tersegel.

Karena bibir Sasuke dengan sadis telah memakan bibirnya yang wangi anggur. Hinata yang terkejut dan berusaha mendorong Sasuke yang mendadak seperti sebuah tiang mercusuar. Begitu kuat dan membuatnya tak berdaya.

Lumatan itu begitu melenakan. Intens, basah, panas dan frustasi.

Hinata tanpa sadar tak melakukan perlawanan lagi. Ia membiarkan dirinya terhanyut dalam ritme bibir mereka, membiarkan lidah Sasuke membelai langit-langit mulutnya. Lalu menyeretnya untuk jatuh dalam sesuatu yang tak bernama.

Membuat Hinata tanpa sadar mengerang dalam kenikmatan. Dan setelah pagutan mereka berhenti, mereka saling mendekatkan dahi. Terengah dalam sensasi asing yang tak pernah mereka sadari. Meraup satu udara bersama-sama.

"Kau lihat, itulah yang harusnya kudapatkan setelah kau memasukkan cincinku ke jarimu." Bisik Sasuke sebelum mengecup pelan bibir tunangannya.

Ya, kali ini Hinata menyadari perubahan suara Sasuke yang lebih lembut.

"Dan apakah kau masih ingin menyiksaku di malam dingin seperti ini?!" Nada sinis Hinata terdengar seperti rajukan manja di telinga Sasuke.

"Hn?!" Alis Sasuke naik sebelah, "Lagipula kau memang sengaja datang minta kuterkam, hn?!,"

Tangan Hinata dengan lancang menarik kerah kemeja Sasuke hingga jarak hidung mereka hanya seruas jari, membuat Sasuke mencium lagi antara wangi anggur, dan wangi bunga yang menguar dari tubuh molek Hinata. "Kau adalah bangsat yang mengirimiku backless coctail dress ini kan?!"

Pertanyaan yang dibalas pertanyaan. Kapan mereka dapat berkata tanpa menyertakan tanda seru? Mereka tak pernah berhenti untuk tidak berkelahi. Lagipula mereka punya charmistry utuk saling mengalahkan.

Dan itu terdengar masuk akal.

Lebih masuk akal lagi saat Sasuke memberinya jas untuk menutupi punggung Hinata. Dan rangkulan Sasuke yang mengantar mereka untuk pulang.

•••