Pustaka
Bahasa Indonesia

True Love

117.0K · Tamat
Mulan168
103
Bab
1.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Hidup Bintang berubah drastis ketika dirinya terjebak di dalam sebuah lift apartemen mewah yang mendadak berhenti di tengah-tengah gedung. Di tengah melawan rasa paniknya itu, dia menyadari ada seorang pria tampan yang juga berada dalam lift yang sama. Pria tampan itu membantunya mengatasi penyakit yang dia derita, yaitu Claustrophobia. Ketika listrik kembali menyala dan kesadarannya telah pulih kembali, Bintang mendapati dirinya berada dalam kamar tidur pria tampan itu. Karena sangat shock dan malu, akhirnya Bintang berhasil kabur dari kamar laki-laki itu. Beberapa bulan setelah kejadian itu, Bintang sangat terkejut karena si pria tampan ini berhasil melacak dirinya dan datang menemuinya. Meskipun berusaha keras menolak keberadaan pria tampan ini dalam hidupnya, namun Bintang tidak kuasa menghindar dari sentuhan-sentuhan lembut dan rayuan pria tampan ini. Mungkinkan Bintang menolak sentuhan hangat dari pria tampan ini? Dan bagaimana kisah perjalanan cinta mereka selanjutnya? Apakah mereka berhasil bersatu dalam ikatan? Dan apakah cinta mereka disebut "TRUE LOVE"?

Romansa

Bab 1

Lift dalam sebuah apartemen mewah sedang meluncur cepat turun ke lantai bawah. Namun, ketika lift sedang berada di tengah apartemen, tanpa ada tanda-tanda peringatan apa pun, tiba-tiba saja lift itu mendadak berhenti di tengah-tengah gedung apartemen mewah itu dan seluruh lampu menjadi padam. Terdengar suara roda-roda gigi lift berderit tajam, sinar dari lampu-lampu apartemen mewah itu pun menjadi berkedip-kedip lalu padam. Seketika itu juga apartemen mewah itu menjadi gelap gulita.

Semenit yang lalu lift itu tampak bekerja dengan baik, mulus melesat naik turun, tetapi menit yang sekarang tiba-tiba lift itu menjadi diam, tidak bergerak seperti ini.

Ada dua orang penumpang yang berada dalam lift itu, mereka tampak ketakutan. Ruangan di dalam lift itu diliputi keheningan dan rasa ketakutan yang mencekam.

“Oh….!” Terdengar suara ada suara seorang pria dalam lift yang gelap itu. “Seperti biasa listrik padam lagi! Apartemen ini terlihat sangat mewah tetapi mengapa fasilitas apartemen ini sangat buruk?” Gumam pria itu.

Pria itu adalah salah satu penghuni apartemen mewah itu. Dia sudah terbiasa menghadapi gurauan konyol dalam apartemen mewah itu.

Dan satu lagi penumpang lift itu adalah seorang wanita bernama Bintang Caroline. Bintang menderita Claustrophobia, yaitu phobia rasa takut atau cemas yang berlebihan terhadap ruangan yang sempit dan tertutup. Gejala ini akan muncul ketika penderitanya berada di dalam ruangan yang sempit dan tertutup, seperti terkunci di dalam ruangan sempit seperti dalam lemari atau toilet dalam waktu yang lama, atau bisa juga di dalam terowongan, gudang bawah tanah. Itulah yang dialami Bintang saat ini.

Bintang tidak menanggapi perkataan pria itu. Dalam kegelapan, pria itu memandang ke arah Bintang. Namun, Bintang hanya bisa terdiam. Dia tidak sanggup berbicara atau pun menggerakkan tubuhnya.

Tubuhnya seakan lumpuh total, karena dilanda ketakutan. Bintang mencoba menenangkan dirinya. Dia menyakinkan dirinya bahwa dia pasti baik-baik saja dan akan selamat.

Tetapi apa yang sedang dia lakukan saat ini sia-sia belaka.

Dirinya tetap takut akan kegelapan. Tubuh gemetar, seperti orang yang sedang kedinginan. Keringat dinginnya mengucur dengan derasnya. Detak jantungnya berpacu dengan kecepatan tinggi. Bintang juga merasakan dirinya langsung pusing seketika itu.

Pria itu mendengar suara Bintang seperti orang yang sedang ketakutan hebat, lalu bertanya pada Bintang, “Apakah kamu baik-baik saja?”

Ingin rasanya Bintang menjawab pertanyaan pria itu atau bahkan ingin rasanya dia menjerit saat itu juga. Namun, pita suaranya terasa kaku sekali. “Tidak, aku tidak baik saat ini.” Sahutnya dalam hatinya.

Jari-jari tangan dan kaki Bintang pun terasa sangat kaku saat ini. Kedua matanya terpejam sangat rapat. Bintang mencoba memaksakan dirinya membuka kedua matanya yang terpejam itu, namun apa daya, kedua matanya tidak bisa dibuka. Bintang menyadari tidak ada guna dia mencoba semua itu. Semua usahanya gagal total untuk mengatasi phobia-nya itu. Dia menyadari tidak ada setitik cahaya pun masuk ke dalam lift itu. Napasnya mulai tersengal-sengal.

“Jangan khawatir! Ini tidak akan lama.” Kata pria itu dengan tenangnya.

Sikap tenang pria ini membuatnya marah.

“Mengapa pria ini tidak panik sedikit pun?” Tanyanya dalam hati. Ingin rasanya dia menuntut bahwa atas dasar apa pria ini berani menjamin bahwa listrik pasti akan menyala sebentar lagi. Bukankah listrik padam seperti ini biasanya akan berlangsung sampai berhari-hari?

“Hei, cewek! Katakan apa saja! Apakah kamu baik-baik saja?” Tanya pria itu lagi khawatir akan keadaan Bintang saat ini.

Bintang merasakan ada sebuah sosok tangan yang sedang meraba-raba dalam kegelapan menyentuh lengan kirinya. Langsung saja Bintang melonjak kaget.

“Tenang saja!” Kata pria itu. Lalu buru-buru pria itu menarik kembali tangannya. “Kamu menderita Claustrophobia ya? Maksudku kamu takut akan ruangan yang sempit dan tertutup?” Tanya pria itu lagi pada Bintang.

Dalam kepanikan, Bintang menganggukkan kepalanya, seolah-olah pria itu melihat gerakan kepalanya.

Sepertinya pria itu bisa merasakan kepanikan dan ketakutaan Bintang saat itu. Pria itu berusaha mencoba menenangkan hati Bintang yang sedang panik, “Tidak ada yang perlu dicemaskan. Kalau listriknya tidak segera menyala, pasti petugas dalam apartemen akan mencari orang-orang yang sedang terperangkap di lift, seperti kita saat ini.”

Bintang mendengar adanya udara yang sedang berdesir dan mendengar bunyi suara pakaian yang sedang dilepaskan.

“Aku baru saja melepaskan jaketku. Aku juga menganjurkanmu untuk melakukan hal sama sepertiku.” Ucap pria itu lagi.

Saat pria itu memasuki lift itu, secara tidak sengaja Bintang sempat melihat pria itu secara sepilas.

Pria itu adalah aeorang pria yang masih muda, dengan badan tinggi atletis serta pakaiannya terkesan santai, namun mewah. Saat itu Bintang enggan untuk menyapa atau pun memandangi pria itu duluan. Dia hanya sibuk mengamati deretan nomor yang menyala pada pintu lift.

Bintang juga sempat menyadari bahwa pria itu sempat mengamati dirinya selama beberapa saat setelah masuk ke dalam lift. Meskipun mereka tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Keduanya sama-sama diliputi rasa canggung yang biasa dilanda dua orang yang tidak saling kenal berada dalam satu lift. Dan akhirnya pandangan pria itu mengikuti arah mata Bintang yang menghitung lantai demi lantai menuju ke bawah.

Sekarang Bintang seakan mendengar suara jaket pria itu yang terjatuh di bawah lantai lift.

“Perlu bantuanku tidak?” Tanya pria itu dengan nada ringan yang sepertinya dipaksakan.

Pria itu maju selangkah ke arah bunyi tarikan napas Bintang yang terdengar berat dan tidak teratur itu. Pria itu mendengar suara benturan dalam lift. Ternyata Bintang melangkah mundur menjauhkan diri dari pria itu.

Pria itu berusaha menenangkan dirinya dengan memegang pundak Bintang dengan lembut.

“Hei! Jangan takut!” Sapa pria itu dengan lembut. “Jangan khawatir! Semuanya akan baik-baik saja.” Lalu pria itu meremas bahu Bintang untuk mencoba membesarkan hati Bintang yang sedang panik dan ketakutan. Lalu pria itu mencoba melangkah mendekati Venus.

“Mau apa kamu?” Kata Bintang dengan nada tinggi.

Bintang pun tidak menyangka dia sekarang sudah bisa menggerakkan bibirnya untuk mengucapkan sebuah kalimat. Kini Bintang sudah bisa berbicara walaupun suaranya masih terdengar agar serak.

“Aku mau membantumu membukakan blazermu. Kalau kamu merasa kepanasan, kamu akan sulit bernapas dan besar kemungkinan kamu akan sesak napas.” Kata pria itu. “Dan ngomong-ngomong, siapa namamu?” Tanya pria itu lagi. “Ini blazermu.” Kata pria itu sambil mengembalikan blazer milik Bintang ke tangannya.

“Namaku Bintang Caroline. Terima kasih.” Jawab Bintang sambil menerima blazer miliknya dari tangan pria itu.

“Bintang? Ehm.... Sebuah nama yang unik dan cantik. Secantik orangnya. Perkenalkan namaku Felix Dirgantara.” Kata pria itu tersenyum memperkenalkan dirinya pada Bintang sambil mengulurkan tangannya tanda perkenalan diri.

Ternyata pria itu bernama Felix Dirgantara.

Bintang menerima uluran tangan pria itu sambil tersenyum juga.

“Senang berkenalan denganmu, Bintang. Mungkin sebaiknya kamu juga membuka beberapa kancing kemejamu. Menurutku kancing kemejamu akan membuatmu gerah dan panas.”

Lalu Felix menghampiri Bintang dan berniat ingin membantu membukakan kemeja Bintang.

Tetapi, Bintang menolak dengan wajah ketakutan berteriak pada Felix, “Jangan! Tidak usah! Terima kasih! Jangan mendekat!” Ujar Bintang dengan wajah yang ketakutan.

Apa yang terjadi pada Bintang selanjutnya? Apakah ada dewa penolong yang menolong mereka saat mereka masih terjebak di lift itu? Nantikan jawabannya pada bab berikutnya…………..