6. Membuatnya Terikat
Suasana ruang makan terasa hangat dan akrab. Aroma keju leleh dan saus tomat yang gurih memenuhi udara saat empat kotak pizza besar terbuka di tengah meja.
Sesuai janji sebelumnya, Ryuu telah memesan makan siang kesukaan putra-putrinya, ia sengaja melakukan itu agar Elle tidak lelah memasak untuk mereka.
"Ayaka, jangan ambil yang terbesar lagi," tegur Akio dengan suara datarnya, tapi matanya melirik ke arah potongan pizza yang sudah diambil oleh saudara kembarnya.
"Tapi ini yang paling banyak kejunya!" protes Ayaka, pipinya sudah menggembung karena gigitan sebelumya.
Elle pun tertawa pelan, diam-diam sungguh menikmati kebersamaan mereka.
Ayaka yang imut dan lucu serta Akio yang cool tapi ternyata juga berisik, membuat gadis itu merasakan sesuatu yang menyenangkan di dalam hatinya.
Namun tawa itu pun seketika terhenti, ketika ponselnya bergetar di atas meja. Ia mengambilnya dan melihat sebuah e-mail masuk.
[Draft Kontrak Kerja Sama: Lakeview Inn Investment]
Alis Elle kini bertaut. Ia buru-buru membuka lampiran e-mail itu dan mulai membaca isinya.
Namun semakin jauh ia membaca, semakin maniknya melebar dengan sempurna.
Ia langsung menatap ke arah satu-satunya pria dewasa di ruangan itu.
"Ryuu?" panggilnya, suaranya penuh kebingungan.
"Hm?" Ryuu menoleh santai sambil menggigit potongan pizzanya.
Elle mengangkat ponselnya, menunjukkan e-mail yang baru ia terima. "Ini... kontrak kerja sama??"
Ryuu mengunyah pelan sebelum menjawab. "Ya. Pengacaraku yang mengirimnya. Aku meminta untuk menyusun draft agar semuanya resmi."
Elle masih tertegun, tetapi yang lebih mengejutkannya adalah angka yang tertera dalam perjanjian itu.
Ia mengedip beberapa kali, memastikan jika dirinya benar-benar tidak salah lihat. "Sepuluh juta dolar??"
Ryuu mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa? Apa jumlah itu masih kurang?"
Elle hampir saja tersedak mendengarnya. "Kurang?!"
Ayaka yang penasaran pun kemudian mencondongkan tubuhnya. "Elle, apa kamu baru dapat hadiah?"
"Bukan hadiah," sahut Akio datar. "Sepertinya Daddy ingin membeli Elle."
Elle membelalakkan manik hazelnya ke arah anak laki-laki itu. "Hei, bukan begitu, Akio!"
Tapi sebelum ia bisa mengklarifikasi lebih lanjut, Ryuu yang duduk di sebelahnya kemudian menyandarkan punggungnya dengan santai, lalu menatap Elle dengan ekspresi penuh arti.
"Aku bisa menambah jumlahnya jika kamu merasa 10 juta dolar tidak cukup."
Elle hampir saja menjatuhkan ponselnya karena terlalu shock. "Tidak, tidak. Justru ini terlalu banyak!"
Ryuu menatapnya dengan mata yang menyipit penuh selidik. "Jadi kalau 10 juta terlalu banyak, menurutmu berapa yang pantas?"
Elle menggigit bibirnya, merasa terpojok dengan pertanyaan itu. "Aku... aku hanya butuh secukupnya. Tidak perlu sebanyak ini."
"Apa maksudmu secukupnya? Sebutkan angkanya, Elle," cetus Ryuu sabar.
Elle merasa kepalanya semakin panas. Ryuu benar-benar terlalu santai mengobrolkan jumlah uang yang baginya luar biasa besar ini.
"Aku tidak tahu. Mungkin... sepersepuluhnya?" jawabnya ragu.
Ryuu menatapnya selama beberapa detik, lalu sebuah senyum kecil terlukis di wajahnya. "Jadi kamu hanya ingin satu juta dollar?"
Elle mengangguk cepat. "Ya, itu rasanya sudah lebih dari cukup."
Ayaka yang sedari tadi mengunyah pizzanya pun kini berseru, "Daddy, kalau uangnya kebanyakan, aku mau beli unicorn!"
Akio seketika mendengus mendengar ucapan kembarannya. "Unicorn itu tidak nyata, Ayaka."
"Ada, kok! Daddy bilang, apa pun bisa terjadi kalau kita percaya!"
Elle melirik Ryuu, yang tampak tidak terganggu sama sekali dengan percakapan random anak-anaknya.
"Uhm... kamu benar-benar serius tentang investasi ini?" tanyanya pelan, lebih lembut kali ini.
Ryuu menatapnya lekat-lekat, yang selalu saja berhasil membuat jantung Elle berdebar dengan cara yang aneh.
"Aku tidak pernah main-main soal bisnis, Elle. Dan aku juga tidak main-main soal kamu."
Seketika Elle pun tersentak mendengarnya. "Apa??"
Ryuu hanya tersenyum simpul penuh arti, sebelum kemudian ia mengambilkan Elle sepotong pizza pepperoni. "Makan dulu. Kita bahas ini lagi setelah kamu berpikir matang-matang."
Elle masih terdiam dengan kulit wajahnya yang memerah. Ia benar-benar tidak tahu apakah ini hanya urusan bisnis, atau adakah hidden agenda dibaliknya?
Ryuu Takahashi memang tampak seperti pria baik-baik, tapi... entah kenapa, Elle merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh pria itu di balik semua sikapnya yang tampak terlalu santai dan suka menggoda itu.
Lagipula, Elle baru mengenalnya semalam.
Dan keesokan harinya, tiba-tiba saja ia mendapat kabar baik yang bertubi-tubi.
Dari penginapan Lakeview Inn yang kembali menjadi miliknya, dan seorang investor yang mau menanamkan modal di bisnisnya.
Tunggu.
Apa jangan-jangan... Ryuu-lah orang yang melunasi semua hutangnya di bank??
Pemikiran itu membuat tatapan Elle tak lepas dari Ryuu yang sedang sibuk membersihkan mulut Ayaka yang belepotan saus, dan tak sadar jika dirinya sedang diperhatikan.
'Ah, tidak. Tidak mungkin,' batin Elle seraya menggelengkan kepalanya. Apa untungnya bagi Ryuu melunasi semua hutangnya?
Sangat berbeda jika menanamkan modal yang masih mendapatkan share prosentasi keuntungan.
Ryuu Takahashi adalah seorang pebisnis, dan pasti ia tidak akan melakukan segala sesuatu tanpa menghitung untung dan ruginya terlebih dahulu.
Benar kan?
***
Siang itu, setelah menghabiskan makan siang bersama, Elle menatap ponselnya sejenak.
Notifikasi email yang berisi draft kontrak kerja sama antara dirinya dan Ryuu Takahashi masih terpampang di layar.
Tawaran investasi senilai sepuluh juta dollar itu masih terasa seperti mimpi baginya.
Ia menarik napas dalam, lalu mengembuskan dengan perlahan.
"Aku akan mempertimbangkannya dulu," Itu yang akhirnya ia katakan kepada Ryuu, meskipun pria itu hanya diam dan membalasnya dengan senyum penuh arti.
Setelah merapikan meja makan dan mencuci piring, Elle mengecek kembali daftar belanjaan.
Bahan makanan untuk tamu penginapan telah habis, ia harus segera pergi ke kota untuk berbelanja sebelum malam tiba.
Elle mengambil kunci mobilnya dan berjalan menuju garasi, namun langkahnya terhenti saat mendengar suara tawa anak-anak di halaman.
Di sana, Ryuu sedang duduk santai di ayunan kayu bersama Ayaka dan Akio.
Ayaka tertawa riang saat Ryuu mendorongnya pelan, sementara Akio tampak lebih tenang, meski sudut bibirnya menunjukkan seringai kecil setiap kali adik kembarnya itu berteriak kegirangan.
Namun, begitu melihat Elle berjalan ke arah garasi, Ayaka langsung turun dari ayunan dan berlari mendekat. "Elle! Mau ke mana?"
Elle berhenti melangkah, lalu tersenyum pada anak kecil itu. "Aku mau ke kota sebentar untuk belanja bahan makanan."
Ryuu yang mendengar itu pun serta-merta mengangkat alisnya. "Sendirian?"
Elle pun beralih menatap Ryuu seraya mengangguk. "Ya. Memangnya kenapa?"
Pria itu bangkit dari ayunan dan menepuk bahu kedua anaknya. "Kalau begitu, kita semua ikut."
Sekarang Elle tampak terkejut. "Eh? Tidak perlu, aku bisa pergi sendiri."
Namun Ayaka sudah melompat kegirangan dan meraih jemari Elle untuk digenggam. "Asyik! Kita ikut Elle belanja ke kota!"
Akio yang lebih pendiam hanya mengangguk setuju, meskipun manik gelapnya tampak berbinar karena antusias.
Elle pun kini menatap Ryuu dengan ragu. "Tapi~~"
Sementara Ryuu malah sudah berjalan santai ke arah mobilnya. "Mana kuncinya?" tanya pria itu dengan mengulurkan tangan kepada Elle.
Tak pelak Elle pun mengerjap kaget. "Tunggu. Maksudmu, kamu yang akan menyetir?"
Pria itu menatapnya dengan ekspresi penuh kepastian. "Tentu saja. Kalau kita pergi bersama, maka biar aku saja yang menyetir."
Sebenarnya Elle ingin menolak, tapi melihat Ayaka dan Akio yang sudah melompat-lompat kegirangan di dekat mobil, ia pun akhirnya menyerah.
Dengan enggan, ia menyerahkan kunci mobilnya kepada Ryuu dan berjalan ke arah kursi penumpang.
***
Sesampainya di toko bahan makanan, Ayaka dan Akio langsung menyerbu ke bagian rak makanan ringan.
Elle bahkan belum sempat mengambil daftar belanjaannya, ketika kedua bocah itu sudah mendorong keranjang belanja dengan penuh semangat.
"Akio! Aku mau cokelat ini!" seru Ayaka, sambil meletakkan beberapa batang cokelat ke dalam keranjang.
"Kalau begitu, aku mau keripik ini!" Akio menambahkan beberapa bungkus besar keripik kentang.
Elle yang melihatnya hanya bisa memijat pelipisnya yang mendadak terasa nyeri. 'Oh tidak…'
Namun sebelum ia sempat menegur, Ayaka dan Akio sudah berpindah ke rak lain untuk mengambil marshmallow, biskuit, dan berbagai macam camilan lainnya.
Dan hanya dalam sekejap, keranjang mereka sudah hampir terisi penuh dengan berbagai jenis makanan.
Elle menelan ludahnya, lalu berbisik panik kepada Ryuu yang berdiri santai di sampingnya.
"Uhm, Ryuu... Apa kamu bisa tolong hentikan mereka? Uangku tidak cukup untuk membeli semua ini!"
Namun Ryuu malah tersenyum. "Pakai saja black card yang kuberikan padamu," lugasnya santai.
Elle pun seketika terbelalak. "Apa??"
"Gunakan saja kartu itu kalau kamu butuh sesuatu, Elle."
Elle menatapnya dengan ekspresi tidak percaya. "Ryuu, itu adalah uangmu, dan aku bukan wanita yang suka menghamburkan uang milik orang lain."
"Tapi aku memang ingin kamu menggunakannya. Lagipula, itu adalah belanjaan untuk putra-putriku, kan?" ujar pria itu dengan nada yang seakan tak terbantahkan.
Elle menggigit bibirnya, menatap keranjang belanja yang penuh dengan camilan berlebihan.
Ia tidak suka merasa berhutang budi, tapi di sisi lain… mana mungkin ia tega mengecewakan dua bocah menggemaskan yang kini sedang menatapnya penuh harapan?
Ia akhirnya menghela napas dan menatap Ryuu dengan tatapan penuh peringatan. "Baiklah. Tapi hanya untuk kali ini saja, oke?"
Ryuu mengangguk. "Tentu saja, Elle," tukasnya dengan senyum penuh kemenangan, karena usahanya untuk membuat Elle semakin terikat padanya tampak semakin menjanjikan.
***
