Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Kenapa Bisa?

"Nona aku telah membereskannya," ujar seorang pelayan membungkuk hormat pada tuannya.

"Baguss, sekarang tidak ada lagi yang perlu aku takutkan," ucapnya sambil tersenyum senang.

Dia adalah Shu Hang, saudara atau adik dari Xue Mingyan. Dia telah merencanakan pembunuhan untuk saudaranya sendiri.

Shu Hang berjalan dengan hati gembira karena telah berhasil membuat saudaranya terbunuh dan semua yang ia takutkan akhirnya sirna.

Demi melancarkan aksinya dia berlari menuju kediaman utama sambil menangis terisak isak.

Brakkk

Suara pintu yang dibanting oleh seseorang dan membuat seluruh penghuni di dalam terkejut.

"Ayah, ibu .... aku mendapatkan kabar buruk huhuhuhu," ucap Shu Hang yang langsung terduduk lemas di kaki ayahnya sang Perdana Mentri.

Ayahnya terkejut, lalu menyuruh Shu Hang untuk bangun dan duduk di sampingnya.

"Ada apa Hang er, katakan pada ayah apa yang terjadi?" tanya ayahnya khawatir.

"Kak ..... kak Ming er ayahh, di ... dia ...."

"Ada apa adikku? mengapa kau menangis?" potong Xue Mingyan yang sedang berdiri di ambang pintu.

Shu Hang menatap tidak percaya pada kakaknya ini, bagaimana tidak? dia seharusnya sudah mati dan bukan berdiri di sini.

"Apa yang ingin kau katakan? kenapa dengan diriku?" tanya Xue Mingyan  berjalan menghampiri Shu Hang.

Wajah Shu Hang pucat pasi, dia terkejut setengah mati melihat bahwa kakaknya masih hidup.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Ayahnya bingung.

'Baiklah, waktu bermain telah dimulai,' ucap Xue Mingyan senang di dalam hatinya.

"Ayah, seseorang telah menjebak kami berdua. Dia mengatakan kalau Shu Hang mengajakku bertemu di sungai dekat hutan siang ini. Dia berniat jahat pada kami, ayah aku mohon pengadilannya," adu Xue Mingyan sedih.

Wajahnya Xue Mingyan sekarang terlihat sangat mengkhawatirkan, membuat semua orang yang berada di ruangan itu merasa iba padanya.

"Itu dia pelakunya ayah, dialah yang telah mengatakan kalau adikku Shu Hang ingin bertemu dengan diriku secara pribadi di sungai dekat hutan sana," ujar Xue Mingyan sambil menunjuk seorang pelayan yang berada di samping Shu Hang.

Pelayan yang ditunjuk oleh Xue Mingyan kaget, dia menatap Shu Hang selaku majikannya itu berniat meminta bantuan.

Shu Hang menggelengkan kepalanya pelan mengisyaratkan jangan pedulikan ucapannya.

Pelayan itu tersenyum puas, dia tidak peduli lagi jika harus menghina Xue Mingyan karena dirinya ada Shu Hang yang bisa membantunya.

"Nona Besar, apa yang nona bicarakan? dari tadi aku mengikuti terus Nona Shu Hang dan tidak pernah sedetikpun meninggalkannya. Lalu bagaimana mungkin aku bisa bertemu dengan Nona Besar jika aku hari ini selalu bersama dengan Nona Shu Hang?" tanya pelayannya itu sambil tersenyum puas menatap Xue Mingyan.

Xue mingyan menunduk kemudian dia tersenyum, lalu dia mendongakkan kepalanya dan menatap tajam pelayan itu.

"Lalu apa kau bisa jelaskan bagaimana aku mendapatkan hal ini?" tanya Xue Mingyan balik sambil menunjukan sepotong kain yang dari tadi digenggam olehnya.

Pelayan itu terkejut karena melihat warna kain yang sama dengan pakaiannya saat ini.

Dia teringat pada saat akan pulang ke sini, pakaiannya tidak sengaja tersangkut sebuah pohon. Tanpa pikir panjang dirinya langsung menarik pakaiannya dan meninggalkan potongan kain yang masih tersangkut itu tanpa curiga tidak akan terjadi apa apa.

"Tadi di hutan aku merobek pakaiannya saat dia menyiksaku ayah. Aku merobeknya untuk menunjukan bukti pada ayah kalau aku disiksa oleh dia," lirih Xue Mingyan takut.

Karena takut pelayan itu langsung berlutut meminta ampun pada Perdana Mentri.

"Maafkan hamba, tadi hamba keliru. Mohon maafkanlah hamba ini yang tidak tahu diri," ujar pelayan itu memohon ampun.

Perdana Mentri itu mengurut keningnya  pelan karena pusing.

"Sudahlah tidak perlu memperpanjang masalah ini. Semuanya kembali ke paviliun kalian sekarang, ayah ingin istirahat!" perintah Perdana Mentri.

Pelayan itu tersenyum senang karena Perdana Mentri sendiri tidak mempermasalahkan masalah ini.

Hal ini membuktikan kalau Xue Mingyan tidaklah lebih dari seorang sampah.

Bahkan ayahnya sendiri tidak peduli jika anaknya diganggu oleh seorang pelayan seperti dirinya.

Xue Mingyan tersenyum miris ketika mendengar ayahnya sendiri begitu tidak memperdulikan dirinya.

"Ayah, Ming er sangat mengkhawatirkan kondisi ayah sekarang. Tapi Ming er takut jika masalah kedua putri ayah yang dijebak oleh pelayannya sendiri bebas tanpa hukuman, ini akan merusak reputasi ayah sebagai Perdana Mentri. Ta ... tapi jika ayah lelah Ming er tidak berani menganggu ayah." panjang Xue Mingyan khawatir dengan menunjukan raut wajah sedih.

Ayahnya berpikir bahwa yang dikatakan oleh Xue Mingyan ada benarnya juga. Jika masalah ini sampai terdengar keluar maka akan timbul masalah besar baginya.

"Baiklah, sesuai yang dikatakan Ming er pelayan ini harus dihukum. Pengawal pukul pelayan ini sebanyak 40 kali menggunakan papan, buat dirinya jera karena telah berani menjebak putri seorang perdana mentri," perintahnya.

Pelayan itu terkejut, dia tidak mau jika harus menerima hukuman itu.

"Tuan, ampunilah saya, hamba bersalah. Tuaaannn ...." teriak pelayan itu meminta ampun.

Tetapi terlambat dia langsung diseret oleh dua pengawal dan pergi keluar untuk menerima hukuman.

Sebelum keluar dia melihat nonanya yang tidak peduli padanya dan dia juga sempat melihat Xue Mingyan.

Dia terkejut saat melihat Xue Mingyan yang tersenyum sinis sambil menatapnya tajam.

'Ada apa dengannya? kenapa dia bisa menjadi begitu pintar?' tanyanya didalam hati.

"Ayah, Ming er pamit mengundurkan diri," pamit Xue Mingyan sambil membungkuk hormat lalu pergi meninggalkan ruangan tersebut.

Sebelum pergi dia menatap saudaranya itu, Xue Mingyan tersenyum penuh kemenangan pada Shu Hang.

Shu Hang kaget dan kesal kenapa kakaknya ini bisa berubah dalam sekejap.

Dia bertanya tanya apakah ini kakaknya yang sama, yang selalu takut jika berhadapan dengan orang lain.

Xue Mingyan berjalan ke Pavilliun Awan miliknya. Tempat yang sangat kumuh dan jelek tanpa seorang pelayan ataupun pengawal.

Selama ini Xue Mingyan tinggal sendiri tanpa seorangpun. Karena diasingkan oleh keluarganya sendiri membuat dirinya menjadi penakut dan mudah ditindas.

Setelah masuk ke dalam Pavilliunnya, Xue Mingyan segera menutupnya lalu berbalik dan langsung tertawa.

Dia tertawa senang ketika melihat pelayan itu tidak bisa berbuat apa apa dan hanya bisa pasrah menerima hukuman dipukul 40 kali oleh papan.

"Haduh, perutku sakit sekali," keluh Xue Mingyan sambil memegang perutnya yang sakit karena tertawa terus menerus.

"Ini hanya permulaan, aku belum menggertak atapun membalaskan dendamku padamu," ujar Xue mingyan kejam.

Dia memikirkan bagaimana tampang adik dan Selir ayahnya yang tersiksa karena ulahnya.

Itu membuat dirinya menjadi bersemangat, Xue Mingyan tidak sabar bermain lagi dengan mereka.

Ya itu dianggap hanya sebuah permainan oleh Xue Mingyan sendiri. Karena menurutnya mereka hanya bisa berbicara.

'Mereka menantang adu kepintaran denganku? huuh aku takut hanya akan mengecewakannya saja. Menantangku hanya akan membuat kalian menyesalinya seumur hidup!' tekad Xue Mingyan di dalam hatinya.

"Baiklah, untuk saat ini aku ingin mengubah Pavilliunku menjadi tempat yang layak ditinggali manusia," ucap Xue Mingyan pada dirinya sendiri.

Mungkin hari ini akan menjadi hari melelahkan baginya, tapi demi mencari kenyamanan dia akan melewati rintangan ini.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel