Pustaka
Bahasa Indonesia

The Most Beautiful Sin

87.0K · Tamat
Romansa Universe
80
Bab
2.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Gamaliel, drummer terkenal yang sedang naik daun sekaligus seorang mahasiswa di salah satu kampus ternama melakukan sebuah kesalahan dalam semalam. Di tengah mabuknya yang diakibatkan oleh tantangan teman-temannya malah membuatnya terjebak dengan seorang perawan di malam itu. Kehilangan akal sehatnya membuat dia menodai perempuan miskin yang berjuang untuk hidup. Jana menangis tersedu-sedu setelah ditiduri dengan kasar oleh tetangganya yang terkenal itu. Tiba-tiba saja dia ditarik sampai ke rumah pemuda itu dan digagahi tanpa ampun meski sudah menangis hebat. Tanpa Gama sadari, perbuatannya membuahkan hasil yang bisa mencoreng nama baiknya sebagai seorang publik figur. Jana hamil dan Gama menyadarinya. Bagaimana Gama bersikap? Bertanggung jawab atau melarikan diri? Apa Jana akan menerimanya? Atau... malah menggugurkan kandungannya?

RomansaMetropolitanBillionaireLove after MarriageKawin KontrakOne-night StandCinta Pada Pandangan Pertama

Bab 1 Prolog (Dia...)

Bab 1 Prolog (Dia...)

Para penonton yang didominasi para perempuan menjeritkan namanya terus-terusan saat diriya beraksi dengan bertelanjang dada dan menabuh drum sekuat tenaganya. Dia adalah Gamaliel Brahmantyo, drummer yang sedang naik daun dua tahun belakangan ini.

“GAMA!”

“GAMA!”

“GAMA, LOVE YOU!!!”

Teriakan-teriakan nyaring penuh kehisterisan mewarnai aksi Gama hari ini. Dia bersemangat menabuh drumnya saat vokalis menyanyikan lagu mereka di tengah-tengah panggung. Stik drum yang dipegangnya benar-benar dipukul kuat ke bagian-bagian drum sampe bunyinya berderap kencang dan berdentam hebat memukul gendang telinga yang menjadi penontonnya hari ini.

Banner-banner yang dibentangkan oleh tangan-tangan fansnya itu menampilkan tulisan berisi namanya dan fotonya tentu saja dengan kalimat memujanya.

Gadis-gadis remaja itu akan terus menjeritkan namanya sampai suaranya menghilang.

Gama hanya sedang menikmati tabuhan drumnya bukan jeritan penontonnya.

Kepala Gama terangguk-angguk kencang seiring dia yang menabuh drumnya dan juga bagaimana tubuhnya ikut terhentak akibat kekuatannya yang berada pada tangan dan kakinya.

Lagu dari Kotak – Pelan-pelan saja sedang dinyanyikan oleh vokalis band mereka.

Seorang Gama tak pernah mengandai-andaikan sebuah musikal untuk pekerjaannya, namun nyatanya hanya dengan begini saja dia mampu meluapkan emosinya saat ini. baginya bermain musik, menabuh drum sekencang-kencangnya sedikit banyaknya bisa menumpahkan segala perasaan dan putus asa yang ada pada dirinya.

***

Sore itu, perempuan yang masih gadis bernama Jana Larasati atau biasanya dipanggil Jana oleh yang mengenalnya itu tengah membantu para OB lainnya untuk membereskan aula besar kampus yang baru selesai dipakai even acara mahasiswa.

Dia berharap bisa memasuki area kampus untuk ikut belajar bukannya menjadi OG seperti saat ini. Namun, rupanya takdir berkata lain. Dia memang memasuki kampus yang bahkan tak sembarangan orang bisa menempuh pendidikan di sini, namun untuk mencari sesuap rezeki.

Kehidupannya pas-pasan, tidak mewah dan juga tidak terlalu miskin. Namun memang dirinya harus bekerja keras untuk menghasilkan uang untuk dirinya makan. Dia tinggal dan diasuh oleh pamannya, adik dari mendiang ayahnya. Sementara ibunya sendiri tak tahu dimana keberadaannya.

Karena ayahnya telah meninggal saat kecil, jadilah dia tinggal bersama keluarga pamannya. Memang pamannya menyekolahkannya namun hanya sampai tamat SMA saja. Karena dia harus sadar diri di tengah keluarga pamannya yang tak kaya itu.

Jana bekerja keras hari ini, dia dapat uang lembur jika sedang ditugaskan untuk membereskan aula dan juga tempat-tempat yang tak biasanya.

Tubuhnya sudah terlalu lelah untuk bergerak, namun demi uang lembur dia mau melakukannya. Dia harus mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya agar bisa keluar dari rumah pamannya dan mengontrak sepetak kamar, baginya itu sudah cukup daripada harus mendengar bibi iparnya mengeluh karena kehadirannya.

Cukup lima tahun ini dia berada di sana.

Jana masih menyapu sudut-sudut ruangan dengan cekatan. Tangannya terasa hampir putus dan wajahnya sudah dipenuhi bulir-bulir keringat yang mengucur deras mengalir sampai ke lehernya. Kaus yang dipakainya sudah setengah basah.

Tak semua orang mau bekerja menjadi staf pembersih, terkadang mereka diremehkan, terkadang dicaci maki. Semuanya ada pada dirinya. Terpaksa, demi menghidupi diri sendiri, demi bertahan pada kerasnya dunia dan juga demi menyongsong impiannya yang digadang-gadang dalam imajinasinya itu. Semuanya sudah terpetakan dalam otaknya saat ini. sebuah kenyataan untuknya.

Pahit, manis, asam, asin dan hambar sudah menjadi satu bak makanan basi di dalam hatinya. Getir rasanya jika harus dibayangkan, nyeri rasanya jika harus dipikirkan terus menerus, daya nasib tak sampai, akhirnya dia sendiri harus berjuang tanpa ada yang mendampingi. Baik atau buruknya sudah menjadi jalan baginya. Hanya butuh sandal tebal di telapak kakinya yang sudah kapalan. Hanya butuh penopang untuk punggungnya agar tegak berdiri di tengah terik matahari.

***

Pemuda yang memiliki potongan rambut berponi belah dua itu tengah membereskan alat-alatnya. Dia tak mengetahui kalau ada OG yang masuk ke ruang istirahatnya. Hanya dia seorang yang masih tinggal di sana.

Dia Gama.

Jana yang mengepel lantai dengan arah mundur satu ruangan itu, tak menyadari kehadiran Gama, sama seperti Gama yang tak menyadari kehadirannya. Keduanya sama-sama menganggap mereka ada di sana, sendirian.

Gama segera berdiri dan memakai kemejanya yang ada di dalam loker, berganti pakaian efek bajunya yang sudah basah karena keringat yang mengucur deras bukan main.

Saat itulah Jana berbalik dan melihat sebagian dadanya yang telanjang.

“Astaghfirullah!” pekiknya terkejut dengan mata yang terbelalak hebat, alat pel yang dipegangnya sampai terlepas dari genggamannya.

Prakkk!!!

Degupan jantungnya semakin cepat dan tak terkendali seiring wajahnya yang memanas bukan main saat melihat pria muda yang bahkan lebih muda darinya itu dengan tak sadarnya memakai baju di hadapannya.

Gama pun ikut terkejut. Namun hanya raut wajahnya saja yang berubah sisanya hanya keterdiaman yang dirasakannya.

Dia berusaha menahan gestur tubuhnya untuk biasa saja.

“Ma—maaf,” cicit Jana sambil menunduk.

Gama tersenyum manis. “Nggak apa-apa mba, maaf harusnya saya sudah pulang,” balas Gama sambil menenteng tas berisi stik drum dan juga pakaiannya.

“Saya permisi dulu ya mba,” pamitnya sambil melewati tubuh Jana yang kaku.

Gama tersenyum sesaat melihat wanita itu memeluk sapunya dan masih dia tak berkutik.

Seperti baru pertama kalinya gadis itu melihat orang telanjang dada. Pikirnya.

Jana hanya bisa menahan napasnya saja saat Gama melewatinya dan aroma parfum di tubuhnya menguar membelai lembut hidungnya seiring tubuh itu menjauh.

Jana tahu siapa pria itu. Pria yang sering mejeng di banner acara yang digantung di depan fakultas ataupun televisi yang menampilkan tayangan iklan berisi pria muda itu. Dia mengetahuinya dengan pasti.

Gamaliel, mahasiswa yang menjadi publik figur tengah menjadi sorotan anak-anak muda millenial saat ini.

Jana kembali menstabilkan napasnya setelah tertahan selama beberapa detik akibat Gama yang lewat. Dia menggenggam sapunya dengan erat dan kembali melakukan pekerjaannya.

“Haduh! Fokus Jana! Fokus!” ucapnya sambil berusaha menstabilkan dadanya yang terasa sempit. Benar-benar berefek sekali dia yang menemui Gama.

***

Gama memarkirkan mobilnya di depan bar, atas undangan teman-teman satu band-nya dna juga dua di antaranya teman kampusnya, akhirnya Gama berada di sini. Dia berjalan ke ruangan VIP dan teman-teman prianya menyambutnya dengan antusias. Dan gadis-gadis muda sudah bergelendot manja di lengannya.

Gama tanpa sungkan memberikan kecupan di pipi gadis-gadis itu.

Sisi lain Gama muncul saat ini. Sisi lain yang jarang orang ketahui dan sisi lain yang dia sembunyikan di depan para penggemarnya.

“Weisss!! Dateng juga kamu!” tegur Adam sambil berdiri menyambut kedatangan Gama.

Gama sendiri sengaja tak mengancingkan setengah kemejanya menampilkan dadanya yang bidang. Wanita-wanita muda yang diundang teman-temannya pun menatapnya penuh minat.

Gama mendengus, dia mengambil duduk di pinggir dan tangannya dengan cepat menuangkan salah satu gin yang berada di atas meja itu.

Dia menenggaknya mengabaikan rasa pahit dan panas yang membelai kerongkongannya. Dia butuh pelampiasannya hari ini. Manajernya benar-benar membuatnya stress seketika.

“Kamu stress sepertinya,” tukas Vernando yang berperan menjadi vokalis.

Mereka adalah sekumpulan pria muda yang tampan dan mapan lantas terkenal, sudah tak asing nama mereka disebut-sebut oleh banyak orang.

Gama menyisir rambutnya dengan kasar. “Biasa, Si Vera bertingkah,” desis Gama kembali menenggak minuman keras itu. botol kaca yang begitu bening berisi cairan warna pekat, bahkan aroma alkoholnya begitu pekat sembari mencoba menghilangkan masalah yang bertengger di dalam pikirannya sembari beberapa perempuan berpakaian ketat sampai dadanya hampir tumpah ruah mulai duduk di sampingnya dan tangannya menggerayangi tubuh kekar pemuda dengan berebutan.

“Shit!!! Minggir kamu semua!” teriak Gama sambil mencekal salah satu tangan perempuan yang berniat membuka kancing bajunya.