Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9 Menikahi Raja She Zheng

Bab 9 Menikahi Raja She Zheng

Hati Zi An sedih, tapi dia tak dapat berkata apa-apa, hanya bisa membungkuk berkata : "Baik, aku mengerti."

Permaisuri menatapnya, tatapannya tak sehangat tadi, melainkan jauh lebih serius, "Kamu telah memanfaatkan Pangeran Liang dan merusak nama baiknya, seharusnya aku memberimu hukuman, tapi melihat dirimu hanya ingin menyelamatkan ibumu, maka hal ini tak akan kupersoalkan lagi, pelayan, siapkan semangkuk bunga safflower dan buat dia meminumnya."

Zi An merasa marah, tubuhnya sudah sangat lemah, terlebih lagi tadi dia baru saja memutus urat nadi untuk membuktikan kemandulannya, ini sudah cukup membuat dirinya sulit mengandung, dengan meminum semangkuk bunga safflower ini lagi, semua harapannya akan sirna.

Istri Raja She Zheng, Murong Jie, adalah wanita yang mandul.

Dasar wanita keji!

Meskipun Zi An tak peduli dirinya tak bisa hamil, dia hanya ingin tetap hidup, tapi perbuatan Permaisuri ini sungguh keterlaluan.

Saat ini dia tak punya pilihan lain, jika ini adalah dirinya yang dulu, dia akan segera menghabisi Permaisuri.

Tapi sekarang dia hanya sendirian, tanpa kekuatan, dan masih ada seorang ibu yang harus dijaga olehnya, tak seperti dirinya dulu yang hanya seorang diri di masa modern.

Zi An hanya bisa pasrah menerima semua hal ini.

Menelan semua sakit hatinya, bersamaan dengan semangkuk bunga safflower.

Tatapan bengis Permaisuri akan selalu diingat oleh Zi An, dia akan membuatnya membayar semua hal ini, membuatnya tak tenang selamanya.

Seketika Zi An sadar, dalam masa ini yang terbaik adalah hidup dengan tenang, tidak ditindas, sabar dan melindungi diri sendiri, jalan ini begitu sulit dan panjang, tapi asalkan dia dapat keluar istana hidup-hidup, dia punya kesempatan mengubah semuanya, meskipun harus berkorban banyak.

Rasa manis yang berminyak mengalir dari tenggorokan sampai perutnya.

Kepalanya pusing, dia berlutut, perlahan berkata : "Pemaisuri, aku mohon undur diri!"

Suara Permaisuri terdengar tanpa perasaan, "Keluarlah dari istana seperti ketika tadi kamu masuk."

Zi An menggertakkan gigi, "Baik!"

Dia berjalan mundur sampai pintu ruang istana, berdiri di depan koridor, melihat dayang istana yang sedang membersihkan rumput liar yang berada di sekitar istana, sebuah tanaman yang menghadap ke matahari berada di atas dinding istana, tumbuhan semak yang tak berbunga.

Seorang pelayan dayang muncul dari belakangnya, dengan datar berkata : "Nona, mohon patuhi perintah Permaisuri!"

Saat Zi An keluar istana melalui pintu barat dengan berlutut tiga kali dan bersujud sembilan kali, hari sudah gelap, malam telah tiba.

Jalan terlihat sepi di malam hari, sedikit orang yang berlalu-lalang, sedikit pula orang yang melihat dirinya yang tragis, dia berjalan sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding di sebelah kiri, berjalan selangkah demi selangkah, dia seperti sedang berjalan di atas kapas, semua tenaganya digunakan untuk menahan punggungnya agar tetap tegak.

Di sudut jalan, dia melihat tirai kereta kuda perlahan terbuka, sekilas dia melihat sosok pengurus rumah, Xia Quan.

Wajah pucat Zi An tersenyum miris, Xia Quan datang hanya untuk mencari tahu tentang keadaannya, apakah dia dapat keluar istana hidup-hidup atau tidak.

Kereta kuda pergi dengan cepat, langkahnya menghilang di hadapan matanya, kereta kuda yang telah mengetahui dirinya keluar dari istana dengan penuh luka justru tidak bersedia membawanya pulang.

Zi An akan mengingat ini selamanya!

Di kediaman Perdana Menteri.

"Tuan, Nyonya, Nona Besar sudah keluar dari istana." Pengurus rumah, Xia Quan berkata.

Sejak Zi An dipanggil ke istana, Perdana Menteri Xia mengutus orang untuk mencari tahu keadaan di istana, jika Xia Zi An tak selamat keluar dari istana, dia akan bergegas masuk ke istana untuk meminta maaf.

Jika Xia Zi An tetap hidup, maka rencana selanjutnya harus dijalankan.

"Mengapa Permaisuri mengampuninya?" Nyonya Linglong tak memercayainya, membatalkan pernikahan di depan umum, bukankah sangat memalukan? Keluarga Kerajaan yang terhormat dapat menerima semua permaluan, ini membuat mereka sangat syok.

Perdana Menteri Xia juga ragu, "Apa kamu lihat dengan jelas? Zi An benar-benar keluar dari istana?"

"Menjawab Tuan dan Nyonya, aku melihat dengan sangat jelas, istana tidak memberi kereta kuda untuk mengantarnya, kudengar dari pengawal gerbang, Zi An masuk ke istana dengan berlutut tiga kali dan bersujud sembilan kali dan keluar dengan cara yang sama, aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri, dahinya sangat bengkak, jari tangannya juga berdarah, sepertinya ia mendapatkan hukuman penyiksaan."

Perdana Menteri Xia tak akan membiarkan Permaisuri marah padanya karena ulah Xia Zi An, kekuasaan dari pihak keluarga Permaisuri sangat besar, dia tidak boleh menyinggungnya.

"Menurut kabar, hari ini Raja She Zheng juga masuk ke istana, mungkin bertemu dengan Nona Besar." Kata Xia Quan.

Perdana Menteri Xia terkejut, "Raja She Zheng?"

Orang ini sulit untuk dihadapi, hubungannya dengan Pangeran Liang lumayan baik, Perdana Menteri Xia mungkin dapat merayu pihak Permaisuri, mengirim mayat Xia Zi An padanya untuk melepas amarah, tapi Raja She Zheng berbeda, dia sangat sulit untuk dihadapi.

Pembatalan pernikahan hari ini mempermalukan keluarga Kerajaan, bagaimana mungkin Raja She Zheng tidak membalasnya?

Lagi pula, sejak Raja Besar jatuh sakit, Raja She Zheng mengawasi negara dan selalu menentang dirinya, Raja She Zheng yang tak menyukainya dari awal, apakah akan menggunakan kesempatan ini untuk menghabisinya?

Hati Perdana Menteri Xia penuh ketakutan.

"Tuan, hubungan Raja She Zheng dan Pangeran Liang lumayan baik, apakah dia akan menyerang kita? Orang ini tak mudah." Nyonya Linglong berkata.

Perdana Menteri Xia berpikir sesaat, "Aku hanya bisa berharap dengan kematian Xia Zi An dapat menenangkan amarahnya, tapi jika dia sungguh ingin melawanku, aku juga tak akan tinggal diam, apakah kamu yakin Putra Mahkota akan menikahi Wan Er?"

Nyonya Linglong menjawab : "Kata Wan Er, Putra Mahkota telah berjanji padanya."

Hati Perdana Menteri menjadi tenang, "Baguslah kalau begitu."

Nyonya Linglong meliriknya, mencoba bertanya : "Kalau begitu, jika Xia Zi An kembali, apa benar kita akan melakukan perintah dari ibu? Kapan melakukannya?"

Perdana Menteri Xia menghela napas, "Aku harus bertanya pada ibu untuk rencana selanjutnya."

Nyonya Linglong tersenyum halus, "Sebenarnya Tuan tidak perlu selalu mengganggu ibu, kondisi kesehatan sudah tidak baik, masalah seperti ini, apakah tidak bisa diputuskan sendiri?"

Nyonya Linglong tidak suka Perdana Menteri Xia selalu menanyakan setiap hal pada nenek tua itu, semakin dia bergantung padanya, semakin tinggi kedudukan si nenek tua, Nyonya Linglong sudah tak tahan menghadapinya.

Perdana Menteri Xia tidak merasakan maksud asli dari Nyonya Linglong, dia merasa istrinya itu benar-benar mengkhawatirkan sang ibu, ia berkata : "Kita bisa saja tidak bertanya padanya jika ini masalah lain, tapi ini masalah besar, lebih baik bertanya pada orang tua yang memiliki banyak pengalaman."

Usai bicara, dia berbalik badan dan pergi.

Nyonya Besar mendengar kabar bahwa Permaisuri memperbolehkan Zi An keluar dari istana, tanpa rasa kaget, dia menghisap pipa tembakaunya dan berkata : "Aku sudah tahu, jika Permaisuri menghabisinya di dalam istana, dia akan terlihat tidak bijak, Permaisuri tak akan mengambil resiko seperti itu, pekerjaan kotor ini hanya dapat dilakukan oleh kita."

"Kalau begitu, menurut Ibu, kapan waktu yang paling tepat untuk turun tangan?" Perdana Menteri Xia bertanya, dia seperti sedang mendiskusikan hal yang biasa, tidak seperti sedang membicarakan persoalan tentang membunuh putri kandungnya sendiri.

"Tunggu dua hari lagi, jika Zi An mati sesaat setelah pulang ke rumah, orang luar akan mengira Permaisuri memberi racun yang bereaksi setelah ia tiba di rumah, ini akan merugikan nama baik Permaisuri, dan untuk masalah Wan Er, jangan buru-buru, tunggu dulu." Nyonya Besar meletakkan pipa tembakaunya di atas meja, lalu seorang pelayan datang untuk menuangkan teh untuk Nyonya Besar berkumur, dia meminum seteguk, mengangkat kepala lalu meludahkannya di dalam tempolong.

"Aku paham maksud Ibu!" Perdana Menteri Xia menjawab dengan hormat.

Tak lama kemudian, Perdana Menteri Xia gusar dan bertanya kembali : "Mungkinkah Permaisuri berbaik hati dan mengampuninya? Jika kita membunuhnya, apakah Permaisuri..."

Nyonya Besar mendongak dan melototinya, "Di mana otakmu? Jika Permaisuri ingin mengampuninya, untuk apa menyuruhnya berlutut tiga kali dan bersujud sembilan kali sambil keluar dari istana? Ini merupakan tanda untuk kita."

Perdana Menteri Xia berpikir sesaat, tertawa licik, "Benar, memang Ibu yang paling cerdas."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel