Pustaka
Bahasa Indonesia

The Last Roses

105.0K · Tamat
Romansa Universe
82
Bab
1.0K
View
8.0
Rating

Ringkasan

Shena Adiningrum selalu mencintai Dean Radika Putra, sahabatnya sendiri. Bersahabat dengan Dean bukanlah hal yang mudah untuk dijalani oleh Shena, ia harus menahan keperihan di dalam hatinya tatkala Dean menemukan perempuan lain untuk dijadikannya sebagai kekasih.Shena memilih diam perihal perasaan yang dimilikinya. Ia tidak ingin merusak hubungan persahabatan yang telah terjalin sejak lama. Shena ... tidak ingin Dean mencampakkan dirinya manakala ia mencoba memberanikan diri mengungkapkan perasaan yang seharusnya tidak singgah ini. Shena memilih bungkam. Akan tetapi, Ia tetap mencintai Dean, dan akan selalu seperti itu.Bunga Mawar, yang kerap diberikan Dean untuk Shena. Dan Shena sangat menyukai itu.Hobi menggambarnya juga tidak ditunjukkannya pada Dean. Ia sering mencuri kesempatan untuk menggambar Dean, di buku catatannya.Hingga suatu ketika, Dean tiba-tiba meninggalkan Shena tanpa mengucapkan selamat tinggal terlebih dahulu. Shena merasa sangat terpukul. Mengapa … Dean meninggalkan dirinya?

TeenfictionKampusSweetBaper

Bab 1 Prolog

Bab 1 Prolog

-Aku menyayangimu meski aku bukanlah milikmu-

***

“Dean! Shena mau sekolah bareng Dean!”

“Dean! Shena hanya mau duduk dengan Dean!”

“Dean! Dean tidak boleh dekat-dekat dengan orang lain!”

“Dean! Ayo makan di kantin dengan Shena!”

“Dean! Jangan lupa besok jemput Shena ke sekolah!”

“Dean! Dean! Dean!”

Satu nama yang terdengar sudah sangat fasih diucapkan oleh mulut Shena. Ya. Gadis berusia enam belas tahun yang bernama lengkap Shena Adhiningrum ini memang sangat dekat dengan teman laki-laki masa kecilnya –Dean-.

Laki-laki bernama Dean yang berusia satu tahun lebih tua dari Shena memang sudah bersahabat dekat dengan Shena sejak kecil. Dean Radika Putra. Lebih akrab dipanggil Dean oleh teman-teman sekolah dan juga keluarganya.

Bersahabat dengan Dean sejak kecil membuat kehidupan Shena terasa sangat berwarna. Terus berada di dekat Dean tentu membuat Shena semakin merasa jika ia sudah merasakan hal lain terhadap keberadaan Dean, yang tentunya bukan hanya sekedar teman.

“Dean! Sini duduk di samping Shena!” seru Shena saat ia melihat Dean memasuki kelas.

Hari ini merupakan hari pertama Shena memasuki semester pertama di kelas sebelas. Dengan kata lain, hari ini akan menjadi hari pertama di tahun ke sebelas bagi Shena untuk kembali duduk di bangku yang sama dengan Dean.

Jika pada tahun-tahun biasanya Dean akan langsung menuruti ajakan Shena, namun untuk kali ini jawaban yang diberikan Dean membuat Shena terkejut. Bukan satu penerimaan yang Shena terima dari Dean. Shena justru mendapat penolakan yang terasa menyakiti perasaannya.

“Aku duduk dengan Grace,” kata Dean santai sembari mendudukkan diri di kursi yang berada di depan Shena.

“Dengan Grace?” tanya Shena masih belum percaya dengan jawaban yang diberikan Dean.

“Iya. Mulai hari ini sampai waktu yang belum ditentukan, aku akan duduk dengan Grace,” jawab Dean membuat Shena mengernyit.

“Kenapa harus duduk dengan Grace? Biasanya Dean pasti duduk dengan Shena. Bukan dengan orang lain, apalagi perempuan lain.” ujar Shena mengingat jika selama ini Dean selalu duduk di sebelahnya.

Dean terlihat menolehkan kepalanya ke belakang. Menatap lurus ke arah Shena yang sudah sejak tadi sudah menatapnya.

“Mulai hari ini Grace sudah resmi jadi pacarku. Akan terlihat lebih wajar kalau aku duduk satu bangku dengan pacar daripada dengan seorang gadis yang hanya berstatus sebagai teman,” papar Dean memberikan penjelasan pada Shena.

Kedua bibir Shena tampak menganga mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Dean. Mungkinkah Shena sudah salah mendengar? Sepertinya tidak. Jelas Shena dengar jika baru saja Dean lebih mengutamakan perempuan lain selain dirinya.

“Kamu sayang Grace?” tanya Shena.

Dean mengangguk singkat. “Kalau aku tidak menyayangi dan menyukai Grace, tidak mungkin aku memintanya untuk menjadi pacar aku,”

“Sekarang Dean sudah tidak sayang Shena lagi?” tanya Shena yang berhasil membuat Dean menoleh.

“Dean sudah tidak peduli dengan Shena lagi, kan?” tanya Shena terlihat mulai berlinang air mata.

Dean yang melihat hal tersebut pun cepat-cepat berdiri. Ia segera beralih duduk di sebelah Shena kemudian mengapus air mata yang sudah meluruh di kedua pipi tirus gadis tersebut.

“Kamu kenapa menangis, Shena?” tanya Dean sembari terus menghapus jejak air mata di pipi Shena.

“Dean, jahat. Dean sudah tidak peduli lagi dengan Shena. Dean sudah melupakan Shena dan lebih mengingat perempuan lain,” cecar Shena tampak menundukkan kepalanya.

Setiap kali Shena merasa kesal atau marah dengan Dean, ia pasti akan berusaha keras untuk tidak menatap pria tersebut. Mengapa demikian? Karena setiap kali menatap wajah Dean, kemarahan dan kekesalan Shena akan hilang seketika.

Shena tidak mau terlihat lemah di depan Dean. Shena tidak mau menjadi bahan olok-olok teman sekolahnya karena ia terlihat selalu bergantung pada Dean. Shena tidak mau terus bergantung pada Dean.

Semua keinginan Shena untuk tidak bergantung pada Dean selalu berakhir sebagai angan-angan belaka. Kondisi Shena yang tidak mudah bergaul dengan orang lain, membuatnya tidak bisa bergantung pada orang lain selain, orang yang berada paling dekat dengannya.

“Shena ingin punya pacar seperti Dean,” gumam Shena membuat Dean membuang napas kasar.

Muncul sudah ucapan-ucapan tidak jelas dari mulut Shena. Setiap kali sedang menangis di hadapan Dean, Shena selalu melontarkan kata-kata yang sama sekali tidak masuk akal.

Dean yang sudah merasa kewalahan dengan sikap Shena pun tidak lagi memiliki pilihan lain. Ia segera merengkuh tubuh mungil Shena untuk ia bawa ke dalam pelukannya. Satu hal yang selalu ampun untuk membuat Shena tenang adalah dengan memberikannya sebuah pelukan.

“Aku memang punya pacar. Tapi bukan berarti aku sudah tidak peduli lagi dengan kamu. Paham kan?” ujar Dean sambil terus mengeratkan pelukannya dengan Shena.

***

“Untuk kamu,”

Satu tangkai mawar merah terlihat tepat di depan mata Shena. Kedua mata gadis itu pun tampak mendongak. Seketika itu juga seulas senyum merekah pada wajah cantik Shena.

“Terima kasih,” kata Shena sembari menerima bunga mawar pemberian Dean.

“Masih suka sama bunga mawar merah?” tanya Dean.

Shena mengangguk. “Mawar merah itu cantik. Mawar merah juga dijadikan sebagai lambang cinta dan romantis. Banyak orang mengatakan kalau mawar merah itu melambangkan cinta sejati,”

“Shena suka mawar merah karena Shena ingin mendapatkan cinta sejati dari semua orang,” kata Shena yang justru membuat Dean terkekeh.

“Kenapa Dean ketawa?” tanya Shena.

“Lucu.”

“Apanya yang lucu?”

“Kamu,” jawab Dean. “Yang lucu itu kamu Shena,” imbuhnya sembari mengeluarkan suara tawa.

Mendengar suara tawa Dean membuat Shena tersenyum. Bagi Shena, setiap melihat Dean tertawa membuat dirinya merasa begitu bahagia. Karena dalam hidup Shena, kebahagiaan Dean adalah kebahagiaan Shena juga.

“Kenapa senyum-senyum?” tanya Dean.

Shena tampak menggeleng. “Siapa yang senyum?”

“Kamu. Kalau aku yang senyum, mana mungkin aku tanya kamu, Shena,” kata Dean membuat Shena mengangguk.

Sekilas Dean menatap ke arah bungan mawar yang tengah dipegang oleh Shena. Tatapan matanya semakin ke atas hingga akhirnya ia menatap wajah Shena yang tengah fokus mengagumi bunga mawar pemberiannya.

“Shena,” panggil Dean yang hanya dijawab deheman oleh Shena.

“Kalau ada laki-laki lain yang memberi kamu bunga mawar merah, jangan kamu terima. Oke?” ujar Dean membuat Shena menoleh.

“Maksudnya?” tanya Shena meminta penjelasan lebih dari Dean.

“Pokoknya kamu jangan pernah menerima bunga mawar merah selain dari pemberian aku,” tegas Dean terdengar tidak mau menerima bantahan.

Shena tampak mengangguk patuh. Tidak memerlukan banyak alasan bagi Shena untuk memercayai dan mematuhi semua ucapan Dean. Persahabatan yang sudah lama membuat Shena sudah cukup pantas untuk menilai jika Dean adalah orang baik dan tidak memiliki niat jahat terhadapnya.

“Kamu jadi duduk dengan siapa, Na?” tanya Dean yang sudah mengubah topik pembicaraan.

“Dengan Brenda,” jawab Shena sambil memainkan bunga mawar yang ia pegang.

“Bagus-bagus. Brenda itu gadis yang baik, jadi aku bisa tenang kalau kamu duduk dengannya,” kata Dean membuat Shena tersenyum simpul.

“Kamu tidak bosan apa setiap hari duduk denganku, Na?” tanya Dean lagi.

Shena menggeleng cepat. “Shena hanya bisa duduk tenang kalau duduk di sebelah Dean.”

“Alasannya?” tanya Dean.

Shena tampak menghela napas panjang. Ia kemudian menoleh untuk melihat pria yang tengah duduk di sampingnya. Mereka berdua kini tengah menatap satu sama lain.

“Dean. Dean Radika Putra adalah alasan dari semua hal yang Shena lakukan.”

***