Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 - Putri Mahkota Feng Na Na

Benda yang membawaku perlahan berhenti, hal itu tentu saja membuatku mulai mengambil sikap waspada terlebih saat aku mendengar beberapa suara langkah kaki seseorang dari luar yang berjalan kearah pintu yang masih tertutup rapat di hadapanku sekarang.

"Saat mereka membuka pintu itu, aku akan langsung melompat keluar" tekadku.

Langkah kaki yang berjalan ke pintu benda yang membawaku saat ini kini mulai tak terdengar. Aku pikir jika mungkin mereka sudah berada di depan, terlebih pradugaku semakin kuat saat aku melihat bayangan mereka yang hendak membuka pintu. Perlahan pintu mulai terbuka dan saat pintu semakin terbuka lebar, aku dengan cepat mulai mengambil ancang - ancang dan melompat keluar.

Wussshhh!

Aku berhasil melompat dan mendarat dengan mulus. Suara teriakan keterkejutan adalah hal pertama yang menyambutku. Perhatianku kini teralih pada sekumpulan orang - orang yang mengenakan pakaian putih, wajah mereka tampak sembab, kedua mata dan hidung mereka tampak memerah. Tatanan rambut mereka mengingatkanku dengan pemeran pembantu dalam drama atau film kerajaan yang kerap kali kutonton. Aku lantas mengerjap, lalu mengenyahkan pikiran anehku yang beranggapan jika aku saat ini tengah berada di tengah - tengah pembuatan film atau drama kerajaan, namun tentu saja aku sadar itu tidak mungkin bukan?

Aku sadar jika sebelum aku menghembuskan nafas terakhirku, aku telah menjadi korban kekerasan dan pembunuhan oleh pria yang menyandang status sebagai tunanganku. Aku sadar jika aku mati di depan apartemennya karna pendarahan akibat membenturkan kepalaku depan pintu apartemennya dengan begitu kejam. Lalu apa yang terjadi kini?

Disaat aku dilanda kebingungan akan pertanyaan - pertanyaan yang terus bermunculan dalam kepalaku, seorang dayang yang baru saja sadar dari keterkejutannya akan kemunculanku lantas berteriak "Ha-ha..hantu!" teriaknya lantas jatuh tak sadarkan diri.

Teriakannya yang meski samar mampu menyentak semua orang dari keterkejutan, begitu pun dengan aku yang ikut terbangun dari lamunanku. Tak berselang berapa lama saat kesadarannya baruku baru saja terkumpul sepenuhnya, semua wanita yang mengenakan pakaian serba putih itu lantas berlari tak tentu arah sambil berteriak 'hantu'. Refleks aku pun ikut lari tanpa sadar, bagaimana pun saat ini aku hanya berpikir bagaimana caraku untuk menyelamatkan diri. Selain itu aku juga takut dengan makhluk menyeramkan seperti hantu dan sahabat - sahabatnya. Namun saat semua orang semakin berlari kencang menjauhiku, aku baru sadar saat menemukan titik terang. Hantu yang mereka maksud adalah diriku sendiri. Aku lantas berhenti berlari, termenung dan memikirkan mengapa mereka mengataiku hantu dan begitu ketakutan.

"Mengapa mereka takut padaku? Padahal jelas - jelas aku bukan hantu" Kataku "Aku masih bernafas, masih merasakan sakit dan juga kakiku masih menapak di tanah, lantas mengapa mereka mengataiku sebagai hantu?" tanyaku seraya berusaha berpikir.

"Tapi, bukankah aku memang sudah mati di tangan brengsek itu? Tentu saja aku adalah hantu, tapi mengapa aku masih layaknya seperti orang yang masih hidup?" tanyaku bingung.

Aku lantas menatap benda yang baru saja membawaku sebelum aku melompat keluar, ternyata benda yang membawaku adalah sebuah kereta yang begitu mewah dengan ukiran - ukiran yang begitu rumit. Aku lantas teringat jika di dalam kereta terdapat peti mati tempat sebelumnya aku terbangun, seketika aku pun sadar mengapa semua orang begitu ketakutan saat aku melompat keluar dari kereta.

Suara langkah kaki yang terdengar mendekat mengalihkan pandanganku. Seorang pemuda yang mungkin berumur 20an itu dengan tubuh tampak bergetar menghampiriku dan berkata "Ya--yang mulia, katakan pada hamba jika anda masih hidup dan bukan hantu" tanya seorang pria berusaha memberanikan diri bertanya padanya meski sangat jelas jika pria itu juga tampak ketakutan.

"Yang mulia?" panggilan itu jelas membuat Na Na bingung dengan kalimat yang pria itu ucapkan. Panggilannya itu seakan - akan terdengar sebagai sebuah gelar dan penghormatan seorang bawahan terhadap junjungannya, hanya saja hal yang membuatku semakin bingung adalah mengapa pria itu memanggilku dengan sebutan 'yang mulia'? Aku yakin jika pria itu hanya memanggilku dengan panggilan seperti itu. Sebab tidak ada seorang pun disisiku saat ini. Semua orang seakan mengambil jarak denganku dan hanya pemuda di hadapanku kinilah yang menjadi satu - satunya orang yang berdiri paling dekat denganku meski iya tampak sangat ketakutan.

"Kau berbicara padaku?" tanyaku memastikan

"Te-tentu saja ha-hamba berbicara dengan anda, yang mulia" jawabnya terbata

"Berhenti memanggilku dengan panggilan 'yang mulia', namaku Feng Na Na, bukan yang mulia. Jika kau terus memanggilku seperti itu, aku merasa jika saat ini tengah Suting drama kolosal dan memerankan pemeran putri kerajaan" tegasku

"Hamba tidak berani yang mulia, hamba tidak berani" kata pemuda itu lantas membungkuk hormat berulang kali.

Aku yang mengalami situasi yang kerap kali kulihat dalam drama kolosal bergenre fantasi ataupun kingdom saat ini mengalami kebingungan, aku menatap sekelilingku seraya memastikan jika mungkin saat ini memang benar aku hanya sedang Suting drama. Namun tentu saja pradugaku adalah hal yang mustahil, aku jelas - jelas telah mati, terlebih setelah mengamati tempat yang kutempati kini dengan saksama, tidak ada kamera di sini, tidak ada kru produksi, tidak ada sutradara ataupun penulis naskah.

Mungkin sangat konyol saat jika aku tiba - tiba berpikir kini aku berada di masa lalu seperti novel - novel fantasi dan timetravel yang sering di kubaca. Namun hanya itu saja yang masuk akal dalam pikirkanku saat ini. Tanpa menunda waktu, aku pun bertanya "Apakah ini dinasti Ming? ataukah dinasti Tang?" tanyaku yang membuat pemuda berusia 20an di hadapanku tampak mengernyit bingung.

"Mengapa anda bertanya seperti itu yang mulia?" tanyanya balik.

"Tak usah balik bertanya, jawab saja pertanyaanku" desakku yang membuat pemuda itu kembali ketakutan.

"Se-sekarang adalah dinasti Ming!" jawabnya yang berhasil membuatku seakan - akan baru saja disambar petir saat ini juga.

"Tidak mungkin"

"Tolong katakan jika saat ini kita hanya tengah memerankan sebuah drama kolosal, atau setidaknya saat ini aku hanya sedang bermimpi"

"Kita hanya sedang Suting drama kerajaan bukan?" desakku pada pemuda 20an di hadapanku

"Yang mulia, a-apa yang anda katakan? Siting eh- maksud hamba, Suting itu apa?" tanyanya polos dan tampak ketakutan

Mendengar jawabannya, seketika harapanku mengenai kejadian yang ku alami kini hanyalah bagian dari skenario dalam drama atau film kerajaan yang ku bintangi pupus, pemuda di hadapanku bahkan tampak sangat bingung dan tidak tahu saat aku mengatakan kata Suting.

"Aku memang menyukai novel - novel timetravel dengan genre fantasi dan romance, tapi aku tak pernah berpikir akan mengalami hal yang sama seperti dalam tokoh - tokoh utama dalam cerita yang sering kubaca"

"Huwaa.. kuharap ini hanyalah mimpi buruk!" teriakku histeris.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel