Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2. Birahi

"Iya, Sayang ... Aku tahu, kita belum menikah. Tapi malam ini kamu harus puaskan aku," ucap Rendi kemudian tersenyum sambil mengangkat tubuh Lisna, dan disuruhnya untuk duduk.

"Aku harus bagaimana, Sayang?" tanya Lisna kebingungan karena sama sekali belum pernah melakukan hubungan badan, ia terlihat menatap Rendi yang terus tersenyum.

"Pegang ini, Sayang. Kamu mainkan dimulut kamu," jawab Rendi sambil mendekatkan batang kejantananya didepan wajah Lisna. Disaat itu Lisna hanya terdiam karena merasa jijik, namun perlahan-lahan Lisna memegang batang kejantanan Rendi.

"Sayang, punya kamu gede banget. Enggak mungkin muat di mulut aku," ucap Lisna nampak ketakutan melihat batang kejantanan Rendi yang saat itu benar-benar keras, terlebih lagi ukurnya yang besar dan panjang.

Mendengar ucapan Lisna, Rendi sedikit tertawa kemudian menyuruh Lisna untuk membuka mulutnya. Lisna hanya menuruti permintaan Rendi, ia pun membuka mulutnya, saat itu juga Rendi memasukan batang kejantanan dimulut Lisna. Terlihat Lisna yang nampak kesusahan walapun batang itu baru masuk seperempatnya saja, namun hal itu membuat Lisna seperti mau muntah, ia kemudian mengeluarkan batang kejantanan Rendi dari mulutnya.

"Enggak bisa, Sayang ... punyamu terlalu besar," ucap Lisna seakan merasakan mual.

"Bisa kok, Sayang ... ayok. Jika kamu tidak mau mengulum batang kejantananku, maka kamu harus puaskan aku untuk mengambil keperawanan kamu malam ini," balas Rendi tersenyum menatap kekasihnya.

Mendengar ucapan Rendi yang menginginkan tubuhnya, Lisna yang tidak mau melakukan hubungan badan sebelum menikah, pada akhirnya ia mencoba untuk memuaskan Rendi dengan cara mengulum batang kejantananya. Lisna kembali memegangnya lalu memasukannya kembali kedalam mulutnya, Rendi tersenyum puas melihat kekasihnya yang menuruti keinginannya. Melihat batang kejantananya yang hanya di kulum sedikit, Rendi memegang kepala Lisna lalu menekan batangnya agar masuk lebih dalam.

"Hemmppp ... Ahhh." Rendi nampak memaksakan batang kejantananya untuk masuk lebih dalam dimulut kekasihnya itu, sehingga akhirnya Lisna semakin kesusahan dan merasakan mual, namun Rendi tidak memperdulikan hal itu, ia lalu menggerakan bokongnya maju mundur sehingga batang kejantananya bermain dimulut kekasihnya. Walaupun tidak bisa masuk semuanya karena ukuranya yang panjang, namun hal itu membuat Rendi merasa kenikmatan.

Lisna terlihat meminta Rendi untuk menarik batang kejantananya, namun Rendi sekaknyidak ingin menghentikan gerakanya, ia semakin menggila. Rendi mencoba menekan kembali supaya bisa masuk lebih dalam, hingga akhirnya Lisna semakin kerepotan dengan permainan Rendi yang semakin mempercepat gerakanya.

"Ayok, Sayang ... Tahan, Sayang. Hemppp," ucap Rendi tersenyum sambil terus menekan batang kejantananya.

Lisna nampak mengeluarkan air mata karena merasa mual, mulutnya teras sesak oleh batang milik Rendi. Disaat itu Lisan terus saja memukul-mukul paha Rendi seolah meminta Rendi untuk mencabut batang kejantananya, namun hal itu tidak digubris oleh Rendi, ia Semain beringas. Rendi menambah kecepatan gerakanya hingga akhirnya.

"Hemppp, ahhhh." Rendi mengerang kenikmatan, meraskan batang kejantananya mengeluarkan lahar hangat di mulut kekasihnya. Tubuh Rendi nampak mengejang. Lisna hanya menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca karena mulutnya terasa penuh oleh cairan asmara yang dikeluarkannya oleh Rendi. Perlahan-lahan Rendi menarik batang kejantanan dari mulut Lisna. Seketika batang itu keluar, Lisna langsung memuntahkan cairan putih kental yang memenuhi mulutnya.

Melihat Lisna seperti itu, Rendi tertawa kecil merasa puas bisa mengeluarkan cairan birahinya didalam mulut kekasihnya itu. Lisna langsung mengambil beberapa lembaran tisu untuk membersihkan cairan itu yang ia muntahkan dilantai rumahnya, lalu membersihkannya. Semuanya Rendi kembali merapihkan celananya.

Setelah itu Lisna kembali duduk, namun raut wajahnya nampak murung. Rendi yang melihat kekasihnya Seperi itu, ia kemudian mencoba untuk menenangkanya, semua kata-kata manis ia ucapkan untuk kekasihnya itu, sehingga perlahan-lahan Lisna mulai tersenyum kembali.

"Sayang ... Kamu janji yah nanti nikahin aku," ucap Lisna penuh harap, matanya menatap Rendi seakan tidak mau jika Rendi hanya memanfaatkan dirinya saja.

"Iya, Sayang. Pasti aku nikahin kamu kok, buktinya aku yang dulu bilang ingin melamar kamu, sekarang kan sudah terwujud. Jadi Kamu enggak usah khawatir, Sayang," balas Rendi sambil mengelus-elus rambut Lisna.

"Tapi aku ada ketakutan, soalnya orangtua aku sudah berencana akan menikahkan kamu sama kau dalam waktu dekat, Sayang. Aku takunya kamu berubah fikiran," ucap Lisna menyenderkan kepalanya di pundak Rendi.

"Kamu jangan mikirin itu. Aku akan berusaha cari uang buat biaya pernihakan kita. Aku enggak akan berubah fikiran, kamu harus percaya sama aku," balas Rendi dengan pelan, sambil memegangi pipi kekasihnya itu.

Di saat itu Lisna tersenyum karena mendengar ucapan Rendi yang akan berjuang untuk mencari biaya pernikahannya. Rendi nampaknya masih bernafsu melihat kekasihnya yang hanya mengenakan rok mini, sehingga menampakan pahanya yang putih dan mulus. Pemandangan itu membuat birahi Rendi merasa kembali bangkit. Matanya menatap Lisna sambil tersenyum, kemudian berbisik ditelinga kekasihnya.

"Sayang, kita ke kamar yuk," bisik Rendi dengan pelan.

Lisna kaget mendengar ucapan Rendi yang berbisik mengajak ke kamarnya, saat itu Rendi terus saja merayunya karena birahinya yang bangkit kembali setelah melihat paha kekasihnya yang gempal dan tampak mulus.

"Mau ngapain, Sayang? Kamu enggak minta yang aneh-aneh kan?" Lisna tampak kebingungan sekaligus takut jika Rendi menginginkan mahkota kewanitaannya.

"Enggak, Sayang. Aku hanya ingin kita tidur bersama saja," jawab Rendi tersenyum sambil mengusap pipi kekasihnya.

Dengan begitu maka Lisna pun menuruti ajakan Rendi. Akan tetapi, ketika mereka berdua hendak berjalan menuju kamar, seketika suara bel berbunyi, sontak hal itu membuat Lisna dan Rendi kaget, mereka berdua saling tatap. Sesaat kemudian Lisna berjalan kearah pintu yang sudah dikunci olehnya, sedangkan Rendi berpura-pura tidur diatas sofa yang ada diruang tamu.

KLEK!

Pintu itu pun dibuka oleh Lisna, terlihat pak Anggara dan bu Ratna berdiri didepan pintu, Lisna cukup kaget melihat kedua orangtuanya yang dikiranya akan menginap dirumah saudara, namun kini berada didepannya.

"Mamah? Papah?" Lisna nampak melongo kebingungan.

"Iya ini, Mamah. Kamu kenapa sih aneh gitu?" jawab bu Ratna mengerutkan keningnya kemudian melangkah masuk.

"Kenapa pintu dikunci? Itu ada mobilnya Rendi, terus dia kemana?" tanya pak Anggara sambil melangkah masuk.

"Ada, Pah. Itu lagi tidur, kecapekan katanya kerjaanya banyak," jawab Lisna menunjuk kearah sofa.

"Oiya, katanya mamah sama papah mau nginep?" sambungnya bertanya, matanya menatap kearah kedua orangtuanya yang berjalan menuju ruang keluarga.

"Tadinya iya, cuma mamah kamu ngajak pulang, terus juga paman kamu juga enggak parah juga sakitnya," jawab pak Anggara menjelang, kemudian duduk.

Dengan begitu maka Lisna ngobrol-ngobrol dengan kedua orangtuanya, dan membiarkan Rendi yang sedang berpura-pura tidur diatas sofa ruang tamu. Keduanya menanyakan tentang Rendi yang ada disitu, Lisna menjawabnya dengan berbagai alasan supaya kedua orangtuanya tidak berprasangka buruk. Tidak lama kemudian pak Anggara dan bu Ratna yang merasa kelelahan berjalan kearah kamarnya.

*****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel