Bab 4
*Happy Reading*
"TANTEEEEE!!!"
Astagfirullah ...
Aku langsung meloncat kaget. Saat seruan itu menggema begitu saja dari belakangku.
Bahkan saking kagetnya, donat yang sedang aku makan pun, melompat begitu saja dari tanganku, dan meluncur mulus ke arah got di sebelahku.
Ya salam! Sarapan aku, tuh!
Tak ayal, karena hal itu, aku pun langsung melirik cepat dengan sinis ke arah belakang. Tepatnya pada mobil Range rover sport warna putih. Di mana pada salah satu kacanya menampilkan si anak setan yang sedang tertawa kemenangan melihat penderitaanku pagi ini.
Oh, tentu saja. Dia kan anak setan. Pastinya akan selalu bahagia diatas penderitaan orang lain.
"Bocah, rese! Pagi-pagi udah bikin orang jantungan aja lu!" omelku kesal, yang malah ditanggapi Bella dengan tawa makin renyah.
Dasar bocah gak ada akhlak!
"Biarin, wlee ...." Seperti biasa, bocah itu pun malah meledekku setelahnya. Membuat aku semakin kesal dibuatnya.
Dasar sialan!
Dosa apa aku, punya tetangga macam nih bocah?
"Tumben berangkat sendiri, Tan? Pacar kamu gak jemput?" Tiba-tiba Pak Dika mengeluarkan suaranya dari balik kemudi. Tanpa terganggu sedikitpun pada interaksiku dan anaknya.
Mungkin, dia sudah biasa melihat kami perang. Karena memang bagi aku dan Bella. Tiada hari tanpa ribut. Ada aja keusilan bocah itu, yang selalu membuatku kesal dan marah.
"Dia lagi sibuk ngurus persiapan penerimaan maba tahun ini. Makanya gak sempet jemput," jawabku dengan jujur.
"Oh, ya udah. Masuk, Tan. Saya anterin sekalian."
Eh? Kok, dia baik, ya?
"Nggak usah, Pak. Saya bisa berangkat sendiri, kok." Tentu saja, aku harus tetap jual mahal kan, agar aku gak dianggap cewek gampangan.
"Ih, Tante lama deh, buruan, Tante! Nanti Bella telat," tukas Bella seenaknya.
Lah, urusannya sama aku apa, coba?
"Gak Papa, Tan. Kebetulan saya juga lewat kampus kamu, kok. Ayo, sekalian bareng aja," timpal Pak Dika lagi.
"Tapi--"
"Gak usah sok jual mahal, Tante. Diobral aja Tante tuh belum tentu ada yang mau. Makanya mumpung Papa lagi baik. Buruan masuk!" titah bocah itu lagi gak sopan.
Kurang asem emang nih bocah sebiji!
Namun tak ayal, akhirnya aku pun mengalah, dan ikut masuk ke kursi belakang mobil mahal itu.
Lumayan, bisa ngirit ongkos.
Baru saja aku mendaratkan pantat dengan nyaman. Bella tiba-tiba merangkak dari kursinya, dan berpindah duduk kesebelahku. Meninggalkan ayahnya, yang fokus menyetir.
Ya ampun, bocah ini!
Mau apa lagi coba, dia?
"Tante sisirin, dong!"
Hah?
Tentu saja aku langsung bengong. Menerima titah kurang ajarnya begitu saja, sambil menyerahkan sebuah sisir dari dalam tasnya.
Apa-apaan sih dia ini. Masa perihal nyisir aja harus ngerjain aku juga.
"Kamu kan, bisa nyisir sendiri, Bell," tolakku. Tak mau begitu saja dijadikan babu oleh nih bocah.
"Susah, Tante. Rambut Bella kan, panjang," jawabnya. Sambil meletakkan paksa sisir itu ke tanganku, sebelum berbalik memunggungiku.
Rese banget, sih!
Sebenarnya, aku males banget nurutin nih mau bocah. Tapi berhubung aku lagi numpang mobil bapaknya. Aku pun terpaksa menuruti keinginan si Ratu Isabella ini. Ya ... itung-itung bayar ongkos tebengan.
"Kuncirin sekalian, ya, Tante. Soalnya hari ini Bella ada mapel olahraga. Ribet kalo digerai."
Ngelunjak! Di kasih hati minta jantung.
"Mana kuncirannya. Tante gak punya ikat rambut lebih," balasku kesal.
"Di dalem tas. Di kantong pertama."
Nah, kan. Sekarang dia makin gak tau diri nyuruh ngambilin sekalian. Kan, itu tas ada di kakinya. Apa dia gak bisa ambil sendiri?
"Kuncir dua yang imut, Tante. Biar aku makin lucu."
Allahu Robbi ...
Baru juga ketemu nih kunciran. Eh dia udah nyuruh lagi seenaknya. Dasar anak bisul!
Tahu gini, mending tadi gak usah nebeng.
"Buruan, Tante. Bentar lagi kita sampe!"
Huft ... sabar, Tan. Sabar! Orang sabar di sayang Dika. Eh, Guntur maksudnya.
Duh, kacau. Kenapa malah jadi ngarepin Bapaknya nih bocah, coba?
"Nih, udah kelar," balasku. Setelah memastikan ikatan di rambut Bella terpasang sempurna.
Padahal, maunya kuikat saja sekalian lehernya. Biar nih bocah gak bisa bertingkah lagi. Aman pasti hidupku setelah ini.
Apa Daya. Aku masih takut dosa. Jadi, ya ... pending dulu ajalah jahatnya.
Masih muda ini. Jadi ... masih banyak waktu, yee kan?
"Dadah, Tante! Besok-besok kuncirin lagi ya, biar Bella makin cinta sama Tante. Muuuaaahhh ..."
Aku pun langsung memutar mata jengah. Menanggapi salam perpisahan dari Bella barusan, dari balik jendela mobil.
Ya! Dia memang sudah sampai di sekolahnya, dan aku sudah bisa bernapas lega setelahnya.
"Go sah lebay. Minggat sana kau tuyul!" balasku sambil menjauhkan wajahnya dari mobil. Membuat bocah itu memberengut kesal.
"Dasar tante Jelek! Pantes jones!" Ejeknya kemudian. Sebelum menjulurkan lidah dan lari begitu saja.
Dasar bocah tengik!
Setelah itu, tanpa menghiraukan apapun. Pak Dika pun menjalankan mobilnya kembali, menjauh dari sekolah Bella.
Sebenarnya, aku ingin menawarkan diri untuk pindah kedepan, setelah Bella pergi tadi. Soalnya, gak enak juga duduk di belakang begini sendirian.
Berasa kurang ajar aja,gitu. Karena secara gak langsung, aku kaya jadiin Pak Dika sopir dengan duduk di depan sendirian.
Padahal, aku cuma nembeng, loh. Tapi posisi kami malah kaya supir dan majikan.
Kan, aku jadi gak enak hati.
Akan tetapi, berhubung Pak Dika diam saja. Aku pun jadi sungkan ngomongnya. Apalagi setelah mobil berjalan kembali, Pak Dika benar-benar tidak membuka obrolan sama sekali. Membuat aku malah jadi ngantuk karena nya.
kemudian aku memang tertidur setelahnya. Karena hawa dingin dan suasana hening. Memang perpaduan yang klop buat bobo egen. Apalagi ini juga masih pagi, yee kan? Makin-makin aja aku pulesnya.
Terserah deh, Pak Dika mau anggap aku gak sopan atau gimana? Salah siapa nyuekin aku? Kan, aku jenuh!
"Tan, sudah sampai."
Aku merasakan seseorang mengguncang bahuku pelan. Membuat aku bangun dengan linglung. Karena belum rela dibangunkan.
Asli, nih mata kaya salak muda. Sepet banget!
"Bangun. Sudah sampai." Beritahu Pak Dika lagi. Membuat aku mengerjap beberapa kali, sampai kesadaranku perlahan muncul.
Astaga!!
Setelahnya, akupun gelagapan, karena merasa malu sudah ketahuan tidur di mobil Pak Dika.
"Eh, Maaf, Pak. Itu ... tadi ... saya ...." aku malah meracau bingung setelahnya. Membuat pria itu terkekeh pelan. Sebelum tiba-tiba menyodorkan sebuah tisu kering padaku.
Eh? Ini maksudnya apa?
"Iler kamu mengotori kaca mobil saya."
