Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2

*Happy Reading*

"TANTEEEEEEEEE!!!"

"Astaga!!"

Bruk!

"Akh!"

Hahahahahahaha ....

"Bellaaaaaaa!!!"

Tawa Bella pun makin membahana, penuh kemenangan, mendengar kekesalanku pagi itu.

Dasar anak kutil! Masih pagi udah ngerecokin orang aja!

"Awas ya, kamu, Bel! Sini tante cubit ginjalmu!" marahku, sambil bangkit dari lantai. Kemudian segera mengejar anak sialan itu.

Ya, gimana gak sialan? Kalo pagi-pagi begini, anak itu seenaknya datang ke kamarku dan berteriak di kuping dengan keras, hingga aku meloncat dari tempat tidur saking kagetnya. Bahkan sampe nyungsep di lantai dengan mengenaskan.

Nah, gimana aku gak murka, coba?

Orang lagi enak-enak tidur, dirusuhin bocah gendeng itu.

"Bella sini kamu!! Sini!!" seruku disela langkah, sambil terus mengejar bocah kutil yang masih berlari sambil tertawa penuh kemenangan.

Emang bocah gak ada akhlak!

"Bella!!"

"Tante payah!! Masa kejar Bella aja gak bisa? Huh ... dasar Tante babon!"

Bajirut! Malah dia ngatain aku sekarang!

Wah. Ini sih gak bisa di biarin! Awas aja kalau ketangkep, gue pites nih kutu satu.

Aku pun mempercepat langkahku tanpa melihat kanan kiri lagi. Berusaha lebih keras mengejar bocah itu. Namun saat aku hampir menangkapnya, bocah itu malah berbelok begitu saja ke arah dapur hingga aku ....

Kerompyang!

... Menabrak Mama tanpa sengaja, yang sedang membawa tepung di baskom untuk bahan kue.

Alhasil, kini wajahku pun putih semua penuh tepung itu.

"Mamaaaaaa!!!" seruku lantang, hampir menangis karena saking kesalnya.

Mama menutup kupingnya dengan dramatis. Seolah-olah suaraku bisa menghancurkan dunia. Sementara bocah sialan itu. Penyebab semua kekacauan ini malah terbahak makin kencang dibalik tubuh Mama.

"Astaga!! Intan? Kebiasaan, sih? Masih pagi udah teriak-teriak aja? Malu sama ... loh, Tan. Mukamu kenapa? Abis mandi bedak? Apa abis ketumpahan cat tembok?" 

Papa yang tiba-tiba muncul dari ruang TV pun langsung menghentikan omelannya. Saat melihat tampilanku yang putih semua.

Sementara dibelakang Papa. Pak Dika merapatkan bibirnya, yang aku tau pasti sedang menahan tawanya melihat tampilanku yang hancur saat ini.

Sialan memang!

Padahal aku jadi begini juga karena anaknya yang buandel banget! Bukannya minta maaf, pria itu malah ingin menertawaiku.

Dasar duda sialan!

"Ini semua gara-gara bocah rese itu, Pah! Dia ngerecokin tidur Intan tadi. Bikin Intan jatuh dari tempat tidur! Makanya Intan kejar, mau Intan cubit tadinya biar kapok. Eh, malah dimandiin tepung sama Mama," aduku, tanpa menutupi apapun di hadapan kedua orang tuaku dan Bapaknya Bella yang ... sialannya pagi-pagi udah cakep aja. Bikin aku hampir gagal fokus!

Papa dan Mama pun hanya menggeleng tak habis pikir. Sambil mendengkus berat.

"Kamu, nih. Anak kecil aja di lawan."

Eh? Kok, malah jadi aku yang di salahin? Kan, yang bikin rusuh si boneka Annabell. Malah aku yang di omelin.

"Ish, Papa! Ini tuh gara-gara bocah setan itu yang rese!"

"Intan!" tegur Mama, tak suka dengan ucapanku.

"Apa? Emang bener kok, tuh bocah emang sialan banget. Jahilnya naudzubillah!" tukasku sengit. Karena terlalu kesal dengan kelakuan si bocah.

"Tapi gak gitu juga negornya, Intan," bantah Mama tak setuju.

"Ya, Terus? Intan harus gimana? Anaknya udah gak bisa di baikin gitu. Makin lama malah makin ngelunjak," balasku tak mau mengalah.

"Tap--"

"Saya minta maaf."

Eh?

"Saya belum bisa mendidik anak saya untuk jadi anak manis seperti yang lainnya. Karna keterbatasan waktu. Saya memang belum bisa mendidiknya dengan baik. Saya minta maaf ya, Intan. Semoga kamu mau memaafkan saya."

Lalu suasana pagi itu pun langsung hening, saat Pak Dika mengintrupsi Mama begitu saja dengan permintaan maafnya. Membuat aku langsung linglung seketika.

Karena faktanya adalah, aku ini sebenarnya lumayan sungkan pada pria ini. Sebab dia itu sangat pendiam dan jarang terlihat interaksi dengan orang lain.

Aku saja lumayan bisa dihitung dengan jari lihat pria ini, selama jadi tetangga. Apalagi denger suaranya, yang selama ini cuma terdengar kala menegur anaknya doang. Itupun selalu cuma dua kata saja. Yaitu, " Bella, masuk!"

Hanya itu, selebihnya pria ini memang minim kata dan interaksi.

Lalu, saat akhirnya dia bicara sepanjang itu, bisa apa aku selain terpesona. Karena Pak Mahardika dalam mode banyak omong ternyata lumayan bersahaja.

Lalu yang lebih anehnya, mendengar suaranya tadi, emosiku menyurut begitu saja. Hilang tak tahu kemana, yang malah berganti dengan degupan jantung cepat yang kurang ajar.

Jantung gak ada akhlak!

"Bella, minta maaf sama, Tante," titah Pak Dika kemudian melirik anaknya.

Tidak keras memang, hanya suaranya penuh dengan ketegasan. Membuat bocah setan itu cemberut. Tapi tetap maju menghadapiku.

"Bella minta maaf, Tante," lirihnya sambil menunjuk.

Kalau sudah seperti ini, bisa apa aku selain maafin?

"Iya. Tante maafin. Tapi, jangan diulangi lagi, ya?" balasku sekenanya.

"Iya. Tapi ... Bella boleh ngomong sesuatu gak sama Tante?" jawabnya kemudian.

"Apa?" kepoku.

"Tante gak pake BH, ya? Pentilnya keliatan, tuh!"

Anak setan!!!

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel