Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 11

*Happy Reading*

"Pokoknya Bella maunya sama Tante Intan aja!" Bella merapatkan pelukannya padaku. Saat ibunya berusaha menggendongnya. 

Ya! Akhirnya kami memang berhasil menemukan Bella, berkat orang gila yang terus saja menyebut Bella ini boneka.

Wajar sih. Bella memang seperti boneka tampangnya. Soalnya, biangnya juga licin banget kek keramik di mall.

Nggak itu Bapaknya, ataupun Ibunya. Dua-duanya dari bibit unggulan.

Lalu, apa kalian mau tau dimana Bella ditemukan?

Jawabannya adalah di selokan yang tak jauh taman komplek. Selokan yang lumayan dalam, dan dipenuhi banyak sampah. Juga air yang baunya naudzubillah.

Maklum, Jakarta dan sampah memang sudah soulmate. Sama kaya Jakarta dan macet. Gak bakal bisa dijauhkan. Namun untungnya, airnya gak terlalu dalam. Hingga sebela gak sampai kenapa-napa.

Lalu, kenapa si Bella bisa sampai jatuh ke sana? Jawabannya gara-gara orang gila itu juga. 

Iya benar. Orang gila itu mengejar Bella karena tertarik dengan hiasan rambut Si Bella yang lucu-lucu.

Sebenarnya, Bella sudah memberikan jepit rambutnya biar tuh orang gila pergi. Tapi ternyata, orang gilanya maruk, Gaes! Makanyanya dia minta lebih, dan bahkan menjambak rambut Bella demi mengambil ikat rambutnya.

Bella pun sontak ketakutan. Dan langsung lari menghindar dari si orang gila. Namun sayangnya, malah jadi kecebur di selokan.

Duh ... Bell, jatuhmu gak keren banget!

"Sweety, ini Mommy, sayang. Apa kamu gak kangen sama Mommy?" Wanita itu terlihat merayu Bella.

Akan tetapi, Bella tetap saja menolak, dan malah makin mengetatkan pelukannya padaku. Membuatku kesulitan bernapas.

Sebenarnya, Tadi Pak Dika yang menggendong Bella. Tapi saat sampai di depan rumahnya dan ternyata emaknya masih ada. Si Bella malah puter badan dan melompat ke arahku. Membuat aku refleks menangkapnya, dan ....

Gelayutanlah dia dia badanku sejak tadi, dengan aroma yang ... bikin aku mual.

"Bel, Tante gak bisa napas ini?" Aku mencoba melerai pelukan Bella, yang kencengnya bukan kaleng-kaleng.

Asli, ini beneran kenceng banget!

"Pokoknya Bella gak mau pulang, Tante. Bella mau sama Tante aja kalo dia masih di sini," rajuk Bella tetap tak mau melepaskanku.

"Iya, tapi ... ini lepas dulu, Bell. Tante beneran gak bisa napas ini. Kamu mau bunuh Tante atau gimana, sih?" Kesalku sambil menabok pelan tangannya yang ada di leherku.

"Gak usah lebay, Tante. Tangan Bella kecil begini, kok. Mana mungkin bisa bunuh, Tante."

Kurang ajar emang nih bocah. Lagi begini juga masih aja bisaan nyautinnya. Membuat aku langsung menggeram kesal.

"Pokoknya Bella gak mau lepasin kalo Tante gak ajak Bella ke Rumah Tante."

Nah, sekarang dia malah ngancam.

"Tapi ngapain kamu ke Rumah, Tante? Orang Rumah kamu deket gitu, kok," tolak ku tak setuju. Soalnya takut Bella nyaman, malah gak mau pulang.

Beda rumah aja dia bikin aku naik darah mulu. Apalagi deket, yee kan?

"Tapi di Rumah Bella ada orang jahat. Dia mau ambil Bella dari Papa. Pokoknya Bella gak mau pulang." Bella tetap keras kepala.

Baru saja aku mau menolak Bella. Pak Dika sudah angkat bicara, dan Menyuruhku membawa Bella ke Rumah.

"Nanti saya Jemput kalo dia sudah tidur," bisik Pak Dika di telingaku. Membuat aku meremang seketika. 

Bukan masalah bisikannya sebenarnya, tapi napasnya itu, loh! Seger banget kek abis nelen odol satu dus. Bikin aku salfok aja.

Akhirnya, mau tak mau aku pun menurut. Dan menggendong Bella ke rumahku, dengan sangat berat hati.

Karna, ada Bella sama saja dengan hilang kebebasan istirahat. Karna anak ini memang hyperaktif kelakuannya.

Akan tetapi, mau bagaimana lagi? Daripada kami makin jadi tontonan para tetangga, yee kan?

Tadinya, wanita itu. Aka ibunya Bella tak terima begitu saja anaknya aku bawa. Tapi Pak Dika bergerak cepat mencekal tangannya, dan menyeretnya ke dalam Rumah.

"Kita perlu bicara," desis Pak Dika. Sebelum menarik mantan istrinya ke dalam rumah dengan kasar sekali.

Aku bingung harus bersikap bagaimana sekarang. Karena, setelah ucapan Pak Dika yang mengklaim aku seenaknya. Dan sikap Bella seperti ini. Mau tak mau aku jadi terlibat di tengah keluarga rumit Bella.

Haduh ... kenapa sih aku harus terjebak begini?

"Tante, ayo! Badan Bella udah gatel banget. Pengen mandi secepatnya," ajak Bella. Membuyarkan lamunanku.

"Ck, turun ngapa, Bel? Emakmu udah gak ada itu. Kenapa masih nemplok begini, coba? Berat tau!" omelku sambil mencoba melepaskan tangan Bella di leherku.

Namun bocah itu tak mau mendengarkan, dah malah makin melingkarkan tangan dan kakinya membelit diriku seperti ular.

"Bell, berat tau! Turun gak?" Bella hanya menjawabku dengan gelengan kepala cepat.

"Bel--"

"Intan, udah. Bawa Bella ke dalam," sela Mama, yang kurasa mulai tak nyaman dengan bisikan tetangga.

Tuh, kan. Belum apa-apa aja udah di gosipin. Aduh ... repot banget ini mah.

Kamu mandiin Bella, ya. Biar Mama yang ambil baju gantinya Bella," titah Mama lagi, sambil membimbingku ke dalam Rumah.

"Tante. Bella mau mandi bareng sama, Tante," pinta Bella dengan riang.

"Dih, ogah! Kamu kan udah gede. Mandi sendiri aja!" tolakku lagi.

"Ah gak mau! Pokoknya Bella maunya mandi sama Tante!" Bella bersikeras.

"Bel, jangan ngadi-ngadi, deh! Mandi aja banyak dramanya kamu. Tante guyur juga, nih!" Ancamku.

"Ish, Tante nyebelin! Bilang aja Tante malu mandi bareng sama Bella. Karna kulit Tante burikan."

Allahu Robbi ...

Gue balikin juga dah lo Bell, ke selokan!

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel