Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

2. Hampir Kehilangan Kesucian

Chapter 2

Hampir Kehilangan Kesucian

“Dia masih bernapas, kan?” tanya Marcello. Raut wajahnya sangat tegang dan butiran-butiran keringat kecil menghiasi keningnya.

“Jangan khawatir, dia baik-baik saja,” jawab dokter Jingyu dengan sangat tenang seraya memasukkan cairan obat ke dalam suntikan. “Aku akan menetralkan bius di tubuhnya meskipun tidak serta merta menghilangkan biusnya, hanya mengurangi.”

Marcello Knight, pria berusia dua puluh empat tahun yang berprofesi sebagai pembalap F1 itu berkacak pinggang di samping tempat tidur sembari menghela napas jengkel. “Apa jenis bius yang digunakan?”

“Aku tidak bisa memastikannya, hanya saja dari kondisi pasien yang kehilangan kesadaran seperti ini mungkin dia terkena jenis bius benzodiazepine,” jawab Jingyu sembari menusukkan jarum suntik ke kulit Aneesa.

“Apa dia akan sadar setelah menerima suntikan itu?” tanya Marcello sembari bola matanya yang berwarna biru menatap jarum yang disuntikkan Jingyu.

“Aku tidak bisa menjaminnya karena tidak tahu dosis bius yang diterimanya, aku hanya memberikan antidotum untuk membalikkan efek bius,” jawab Jingyu sembari menekan suntikannya dan perlahan-lahan cairan bening di dalam suntikan berpindah ke tubuh Aneesa.

Marcello menatap darah di dalam suntikan lain yang diambil oleh Jingyu sebelum menyuntikkan antidotum pada Aneesa untuk mengetahui jenis bius yang masuk ke dalam tubuh Aneesa dan bersumpah akan membuat Justin Daytona meringkuk di penjara karena telah berani berpikir untuk mengambil keuntungan dari Aneesa dengan cara yang sangat tercela. Marcello lalu duduk di tepi tempat tidur sembari menatap wajah Aneesa yang terlihat pucat seolah tak bernyawa dengan pikiran sangat kalut.

Pukul lima sore tadi, Marcello baru saja selesai melakukan gym di hotel tempatnya menginap bersama tim Haas yang baru kembali dari Abu Dhabi setelah memenangankan Grand Prix musim ini. Ketika hendak memasuki lift, tidak sengaja AirPods Marcello terjatuh dari telinganya dan Marcello menekuk kakinya untuk mengambilnya, tetapi tidak langsung berdiri lagi karena mendengar suara yang sangat dikenalnya.

Marcello dengan hati-hati menoleh dan melihat Aneesa berjalan bersama Justin Daytona. Alis Marcello berkerut dalam, apalagi setelah memperhatikan lebih saksama marcello tidak menemukan  Lyndi, asisten pribadi Aneesa sehingga membuat kerutan di alis Marcello semakin dalam.

Justin adalah seorang musisi terkenal, lagu-lagu ciptaannya sudah banyak dibawakan oleh penyanyi terkenal dan memiliki kekayaan fantastis yang berasal dari royalti lagu-lagunya. Tetapi, desas-desus di kalangan para pekerja dunia hiburan Hollywood pernah terdengar jika Justin adalah seorang bajingan licik, terutama reputasinya yang sering bergonta-ganti wanita.

Marcello kemudian berdiri, pria tampan yang memiliki alis indah yang menaungi kedua matanya itu mengambil topi di dalam tas olahraganya lalu mengenakannya dan melangkah mengikuti mereka tanpa berniat menyapa. Hanya ingin mengikuti hati nalurinya saja dan memastikan Aneesa aman, hingga cukup lama Marcello mengamati keduanya yang mebgobrol dengan serius di tepi kolam renang hingga Marcello merasa sedikit bosan, tetapi tetap bergeming di tempatnya, menunggu kedua orang tersebut membubarkan diri.

Sayangnya sepertinya mereka memang hanya membicarakan pekerjaan dan kecurigannya sepertinya terlalu berlebihan sehingga berniat meninggalkan tempat itu. Tetapi, meskipun bosan Marcello tetap bertahan di tempatnya hingga saat Aneesa menjauh dari Justin untuk menjawab telepon, Justin menyentuh gelas Aneesa dan setelah Aneesa kembali lalu minum dari gelasnya, Aneesa terlihat beberapa kali memegangi pelipisnya sembari menguap kemudian menyandarkan kepalanya di sofa kemudian tidak bergerak sama sekali.

“Selanjutnya kalian bisa memberikan perawatan suportif,” kata Jingyu sembari merekatkan kapas alkohol di kulit Aneesa yang baru saja disuntik.

“Perawatan suportif?” tanya Lyndi yang wajahnya tak kalah pucat dari Aneesa.

Jingyu mengangguk. “Jika Aneesa kedinginan kalian bisa menyelimutinya.” Jingyu berhenti sejenak dan menatap Aneesa dengan serius. “Tetapi, jika di dalam biusnya terdapat obat perangsang, dia mungkin akan kepanasan.”

“Apa yang harus kami lakukan?” tanya Lyndi dengan alis berkerut dalam.

“Bawa dia berendam di air dingin,” jawab Jingyu dan menatap Marcello seolah bimbang.

Kemudian setelah memberitahu beberapa hal yang berkaitan dengan perawatan Aneesa, Jingyu meninggalkan rumah Aneesa. Sementara Marcello masih duduk di samping tempat tidur Aneesa sembari menatap Aneesa dengan rahang yang keras dan di dalam benaknya ingin sekali menghabisi Justin dengan tangannya.

“Dayana bilang, lupakan saja perbuatan Justin,” kata Lyndi lambat-lambat dan tatapannya terhadap Marcello terlihat ragu.

Alis Marcello berkerut dalam mendengar ucapan Lyndi. “Apa yang dipikirkan wanita itu? Apa kehilangan kewarasannya?" geramnya.

“Kau menyerbu rumah Justin dan memukulinya sampai babak belur,” kata Lyndi lalu menghela napas berat. “Kita juga tidak memiliki bukti untuk menuntutnya. Dia justru bisa menuntutmu yang melakukan kekerasan padanya.”

“Aku sudah menyuruh orang untuk mengamankan rekaman CCTV di tempat kejadian,” kata Marcello tanpa menoleh.

Justin Daytona, pria berusia empat puluh tahun itu memiliki pengaruh yang sangat kuat di dunia industri hiburan Hollywood dan orang-orang sangat menghormatinya hingga segan padanya, beberapa desas-desus pernah terdengar jika sebenarnya Justin adalah seorang monster yang kejam dan beberapa kematian penyanyi berhubungan dengannya. Namun, sampai saat ini tidak ada bukti konkret yang menyudutkan Justin sehingga hanya menjadi teori konspirasi yang ditulis netizen di berbagai media sosial.

“Dayana tidak ingin sesuatu mengancam karier kalian,” kata Lyndi sembari duduk di tepi tempat tidur. “Aku tahu kau sangat marah. Aku pun demikian, tetapi kita tidak akan kuat melawannya.”

“Rekaman CCTV di mana Justin memasukkan sesuatu ke dalam gelas Aneesa, dan sampel darahnya, itu sudah cukup untuk menyeretnya ke dalam penjara,” kata Marcello sembari mengangkat wajahnya menatap Lyndi.

Lyndi menggeleng pelan. "Kau benar, Marcello. Tetapi, Justin dan Dayana sudah bicara, Justin tidak akan menuntutmu...."

"Kau pikir aku bersedia bersedia? Bagiku kehormatan Aneesa lebih penting!" potong Marcello dengan tekanan emosi.

“Orang licik akan melakukan segala cara, bahkan membeli hukum,” kata Lyndi dengan sangat halus, berusaha meredakan emosi Marcello, “Marcello, aku tahu keluarga kalian kuat. Tetapi, kita sekarang tidak sedang berada di Spanyol.”

Marcello menelan ludah. Ayahnya adalah anak haram raja Spanyol sebelumnya sementara ibu tiri Aneesa adalah adik dari raja Spanyol yang sekarang berkuasa, meskipun demikian pengaruh mereka mungkin tidak cukup kuat di Amerika serikat.

“Tidak perlu memaksakan diri, yang penting Aneesa tidak dilecehkan dan Justin tidak menuntut atas kekerasan yang kau lakukan,” kata Lyndi seraya tersenyum hambar.

Marcello menghela napas jengkel, masih tidak bisa menerimanya dan hanya menatap Lyndi dengan kesal.

"Marcello, kumohon jangan gegabah, jangan mengambil langkah sendiri," kata Lyndi dan tatapannya seolah memohon.

"Dia hampir saja kehilangan kesuciannya!" geram Marcello.

Lyndi menatap Marcello dengan tegas. "Marcello, jika kita menyeret Justin ke meja hijau, bisakah kita merahasiakan ini dari publik?"

Marcello bimbang mendengar pertanyaan Lyndi. Meskipun bertahun-tahun tidak bertemu Aneesa, tetapi Marcello sangat mengenal Aneesa, gadis itu menyukai panggung yang megah dan glamornya lampu yang menyorotinya, tetapi ia hanya bersedia disorot jika berkaitan dengan karyanya, sementara jika berbicara urusan pribadi Aneesa cenderung tidak bisa mengelola emosinya di depan umum hingga kesulitan bicara.

Marcello menghela napas dengan berat, rahangnya keras, dan berpikir mungkin inilah saatnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel