Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 2

Bab 2

Happy reading

***

Beberapa menit berlalu akhirnya mobil Grace tiba di restoran Nara. Ambiance tempatnya super kece dan pelayanannya sangat ramah. Ia dan Grace pernah ke tempat ini sebelumnya, vibes nya Jepang dan dekorasinya sangat detail. Restorannya bagus karena kelihatan megah dari luar. Mostly makanannya juga super enak.

Mereka menatap ke arah lobby, banyak sekali anak-anak muda berpasangan ke tempat ini. Krystal dan Grace memilih duduk di salah satu table di lantai dua, karena di lantai bawah sudah terisi penuh oleh pengunjung. Mereka memesan beef korokke, mentai creamy soba, duck breast with pumpkin Roast, houjicha tiramisu dan coffee pana cota.

Setelah memesan itu, server meninggalkan table mereka. Grace melihat ke arah restoran suasananya tidakk terlalu berisik mungkin karena lebih restoran ini lebih cocok untuk mereka yang sedang diner dengan pasangan, karena tempatnya eye catching. Kebetulan ini malam weekend, suasana terlihat dipenuhi oleh muda-mudi yang sedang memadu kasih.

“Lo tau nggak?” Ucap Grace.

“Apa?”

“Nyokap gue, nyuruh gue nikah mulu. Sampe panas telinga gue di suruh nikah,” dengus Grace.

“Gue sebenernya kalau ditanya kapan nikah Cuma sekali, oke gue nggak masalah. Kalau keseringan dan kejombloan gue selalu dipertanyakan, eneg tau nggak sih lo,” timpal Grace lagi.

“Katanya gue cantik, jenjang karir oke, privilege jangan ditanya, sering nongkrong sana sini. Masa masih jomblo. Kayak jadi bahan becandaan gitu.”

“Mama juga sering bilang, anak temen mama sudah pada nikah loh, kok kamu belum nyusul? Kayak nggak ada topik pembicaraan lain.”

“Bahas baju pengantin kek, konsep pernikahan oke kek, cateringnya enak kek, atau paling enggak nanyain fotografernya keren. Lah, ini ditanyain kamu kapan nyusul anak temen mama? Umur kamu udah 28 loh.”

“Terus kalau temen-temennya mama gue nikah, masa kita ikut-ikutan nikah, enggak kan?”

Krystal mendengar itu lalu tertawa, “Terus lo nanggepin gimana?”

“Yah, aku jawab aja. Tunggu dikasih Tuhan mama. Mohon doanya, ya, ma!”

Krystal yang mendengar itu lalu tertawa, untuk generasi milenial seperti dirinya dan Grace, apalagi umurnya sudah hampir berkepala tiga, tentunya sering sekali ditanya, “Kapan menikah?”. Kalimat itu sangat mengesalkan menurutnya. Apalagi orang yang bertanya itu jelas mengetahui bahwa dirinya jomblo.

Apalagi sedang berkumpul acara keluarga, pasti ada saja, saudara bertanya hal demikian. Menurutnya pernikahan itu bukanlah hal untuk ajang cepat-cepat. Jadi tidak perlu nyusul-menyusul atau balap-balapan. Ia juga tidak ingin mempermainkan pernikahan, karena itu membutuhkan persiapan yang matang.

Pertanyaan itu seolah menjadi pembanding dirinya dengan orang-orang yang sudah menikah. Seolah membandingkan hidup dirinya sangat menyengsarakan dan yang sudah menikah hidup bahagia. Padahal kehidupan pernikahan tidak sesederhana itu, banyak sekali masalah yang dihadapi. Jika pernikahan itu bahagia, kenapa banyak sekali orang di luar sana memilih bercerai dengan pasangannya.

Ia sebagai wanita single yang matang, tentu saja menikmati aktivitas dan kesibukannya sebagai pekerja. Sebenarnya ia masih bingung, apa yang menjadi alasannya untuk menikah? Ia menikah untuk apa? Supaya hidup bahagia? Kalau pernikahan itu bahagia kenapa banyak sekali yang menikah memilih bercerai. Harusnya jika ingin bahagia, bahagia diri sendiri terlebih dahulu baru pasangan.

Ia tahu diumurnya segini, budaya timur seperti Indonesia bahwa pernikahan itu suatu yang dibanggakan. Para orang tua pencari validasi dan tukang pamer. Status menikah layaknya gelar sarjana yang bisa digunakan untuk membuat keluarga pamer dan kagum. Ingatlah, kapan ia ingin menikah dengan siapa ingin menikah itu sepenuhnya urusannya.

“Udah lah, jangan dipikirin soal menikah. Yang menikah punya anak, cere kok ujung-ujungnya.”

“Nah itu, gue aja sampe sekarang belum kepikiran mau nikah. Apalagi kalau dauber-uber kayak gitu, makin males mau cari pasangan.”

“Exaclty. Udahlah jangan dipikirin, nikmatin aja kejombloan kita,” ucap Krystal terkekeh.

Krystal dan Grace tidak lupa mengabadikan moment kebersamaan mereka di restoran. Krystal menyicipi beef korokke rasanya enak tekturnya crunchy dan tidak berminyak serta isiannya yang padat dan nikmat. Tidak lupa duck breast nya lembut dan empuk, tidak amis. Ditambah dengan suasana dan tempatnya yang nyaman dan bikin betah.

“Tau nggak sih lo, kalau gue sebenarnya lebih suka mengupgrade diri dan stay single, dari pada mikirin nikah. Orang di luar sana banyak kan, yang masih single tetap bahagia, dibanding yang udah punya anak. Now I want to seize the days, i want to living life to the fullest!”

“Sepemikiran sih sama lo,” ucap Krystal.

“Btw, next time kita liburan, ya,” Grace memasukan makanannya ke dalam mulut.

“Ah, lo gitu terus. Bukannya lo yang sibuk banget.”

“Yah, namanya juga kerja corporate. Susah gue off, kecuali cuti, tanggal merah sama weekend. Belum lagi ketemu klien yang banyak maunya. Ini itu, maunya yang menjual, mau yang lagi hype.”

Grace menatap Krystal lagi, ia memegang jemari sahabatnya, “Gue usahain, gue ambil cuti cepet. Biar kita ke Bali.”

“Bener?”

“Iya.”

Krystal dan Grace kembali makannya dengan tenang. Banyak yang mengatakan bahwa persahabatan yang lebih dari tujuh tahun akan menjadi awet bahkan sampai berumur. Ia dan Grace lebih dari tujuh tahun, mereka sudah bersahabat tiga belas tahun lamanya sejak SMA. Ia banyak teman, namun untuk sahabat hanya Grace yang ada di hatinya.

***

Setelah makan malam di Nara, Grace dan Krystal memutuskan untuk pulang.

“Thank’s ya Grace,” ucap Krystal membuka hendel pintu, ia keluar dari mobil, Krystal melambaikan tangan ke arah Grace.

“Lo hati-hati bawa mobil.”

“Oke. Salam buat tetangga sebelah,” ucap Grace tertawa.

“Uh, dasar lo ya.”

“Oiya, saran gue. Lo sekali-kali buka baju deh, buat siluet kayak dia. Dia kayak sengaja pamer badannya yang super keren itu sama lo, dan sekarang giliran lo, tunjukin kalau lo punya body, oke.”

Krystal tertawa geli, “No, aneh aja lo.”

“Come on, coba aja, pasti dia bakalan langsung melotot liat lo yang super sexy.”

“Ih, nggak mau ah. Enak aja.”

“Ye, dibilangin.”

Grece tertawa dan mobilnya pun meninggalkan area rumah krystal. Krystal membuka pintu pagar, setelah itu ia menutup pintu kembali. Ia melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Ia melihat ruang tengah sudah di matikan oleh bibi. Ia lalu melanjutkan ke atas ruangannya. Ia melirik jam di dinding menunjukan pukul 22.10 menit. Tadi ia dan Grace sebenarnya ingin melanjutkan ke bar menikmati segelas beer. Namun mereka mengurungkan niat itu, malah memilih untuk pulang, karena Grace sudah disuruh pulang oleh orang tuanya, karena mobilnya akan di pinjam oleh adiknya.

Krystal masuk ke dalam kamarnya, ia menghidupkan saklar lampu, seketika lampu menyala. Ia melihat ke arah jendela. Ia sedikit kecewa karena ia tidak mendepati pria itu di sana. Krystal membuka gorden itu, agar ia bisa melihat secara jelas, siapa tahu pria itu ada di sana. Krystal mengeluarkan isi yang di dalam tasnya, dan menaruhnya lagi di lemari. Setelah itu ia membuka dress nya begitu saja, menyisakan bra dan g-stringnya.

Krystal menatap pantulannya di cermin. Ia tahu bahwa sudah naluri dari Tuhan bahwa pria menyukai wanita cantik dan sexy. Sama halnya dengan wanita pasti menyukai pria tampan dan gagah. Lihat saja semua industry bisnis kebanyakan teknik advertisingnya, menampilkan model menarik dengan mengeksploitasi wanita dengan pakaian sexy. Coba saja pakaian nenek-nenek tua siapa yang mau melihatnya.

Ia juga sebagai desainer fashion juga selalu mencari tinggi badan minimal 175 cm, lingkaran dada 86 cm, lingkaran pinggang 58 cm dan 85 cm untuk lingkaran pinggul. Untuk urusan model ia memang sangat pemilih, ia biasa mencari model professional, karena biasanya karyanya selalu di pakai di event-event besar, bahkan pernah beberapa kali di tampilkan di majalah Vogue dan Harper Bazar.

Krystal mendengar ponselnya bergetar, ia memandang ke arah layar ponsel “Ernest Calling” ia menggeser tombol hijau pada layar, ia duduk di kursi malas di dekat jendela. Ia membaringkan tubuhnya di sana, ia menaikan kepalanya di bantal.

“Hai, sayang,” ucap Ernest di balik speaker ponselnya.

Krystal tersenyum mendengar kata sayang di sana, “Kamu di mana?” Tanya Krystal.

“Aku lagi Dubai.”

“Wah.”

“Aku baru aja landing, sekarang lagi di hotel,” Ernest tahu bahwa perbedaan Jakarta dan Dubai, Jakarta lebih cepat tiga jam dibanding Dubai.

“Sama siapa?”

“Sendiri. Kamu tadi ngapain aja?” Tanya Ernest lagi.

“Aku baru pulang sama Grace, tadi kita makan di Nara. Nothing special, Grace yang kesal karena mamanya mendesak untuk dirinya segera menikah,” ucap Krystal menceritakan apa yang telah ia lalui hari ini.

“Really?”

“Yes. Biasalah ibu-ibu di Indonesia yang selalu mendesak anaknya menikah, enggak heran lagi.”

“Exactly.”

“Habis ini kamu ke mana?” Tanya Krystal.

“Ini aku mau makan, ini mau turun ke hotel.”

“Yaudah kamu makan yang banyak.”

“Oke, sayang. Miss you.”

“Miss you to.”

Krystal mematikan sambungan telfonnya, ia dan Ernest masih menjaga hubungan baik. Sebenarnya ia dan Ernest tidak ada hubungan yang mengikat dan mereka hanya dekat, namun tidak mengikrarkan bahwa mereka berpacara. Tapi mereka tetap menjaga hubungan baik.

Krystal beranjak dari duduknya, ia merenggangkan otot tubuhnya. Ia menoleh ke samping seketika ia bergeming. Mereka saling menatap beberapa detik. Ia melihat seorang pria yang sedang berdiri sambil memandangnya dengan tatapan intens. Pria itu tidak lagi menampakan siluet melainkan memperlihatkan siapa dirinya. “Oh, my God,” terika Krystal dalam hati.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel