Bab 12
Tak butuh waktu lama, mereka sampai di kediaman Akbar. Rima sudah merasa lebih baik, perutnya tidak kram seperti tadi.
“Kamu bergegas ganti bajumu, bibi sudah siapkan makanan untukmu.”
“Iya Umi, “ ucap Hulya berlari menuju kamarnya.
Rima masuk ke dalam kamar mandi karena perutnya terasa tak nyaman. Betapa kagetnya dia saat melihat celana bagian dalamnya terdapat darah dengan sedikit gumpalan.
“Ya Allah?” Ia menjadi resah dan khawatir. Ia bergegas membersihkan diri dan pergi menuju rumah sakit dan menitipkan Hulya pada pembantunya.
***
“Apa yang terjadi?” tanya Rima pada Dokter di hadapannya.
“Janin anda baik-baik saja. Tetapi bu Rima, trimester pertama itu sangatlah rentan, kondisi janin anda begitu lemah, jadi di harapkan anda jangan stres dan kelelahan. Saya sarankan Ibu rebahan terus, bangun hanya untuk makan dan solat saja, selebihnya lebih baik anda beristirahat saja.”
Rima hanya menganggukkan kepalanya. “Keseringan terjadi pendarahan seperti ini, beresiko keguguran. Jadi tolong jangan terlalu banyak berpikir yang berat-berat dan banyak-banyaklah beristirahat.”
“Baik Dok.”
***
“Assalamu'alaikum, “ Rima terbangun dari rebahannya saat mendengar salam.
“Wa'alaikumsalam, Abi sudah pulang?” tanya Rima saat melihat kedatangan Akbar. “Maaf aku tidak menyambutmu di bawah, aku akan siapkan teh.” Rima bergegas bangun.
“Tidak perlu, apa kata Dokter?” tanya Akbar to the point. Rima tadi memang meminta ijin Akbar untuk pergi ke rumah sakit memeriksakan kandungannya yang begitu saja mengeluarkan darah.
“Katanya aku harus istirahat total, mungkin aku kelelahan.”
“Ya sudah untuk sementara Hulya biar aku yang jemput. Kamu fokus saja pada kesehatanmu dan janin, “ ucap Akbar tanpa ekspresi apapun dan langsung masuk ke dalam kamar mandi.
Ya begitulah Akbar, dia bukanlah tipikal pria penuh perhatian dan menunjukkan berbagai ekspresi. Dia pria acuh dan begitu cuek.
***
3 Bulan Kemudian...
Tak terasa waktu bergulir begitu cepat, dan kini usia kandungan Rima sudah memasukan bulan keenam. Dan selama dua bulan ini, Rima sangat bahagia karena Akbar begitu memanjakannya. Bahkan Akbar selalu menuruti setiap keinginan Rima. Tak ada pulang larut malam, dan komunikasi mereka terjaga dengan baik. Rima berharap ini langkah awal untuk keutuhan keluarganya.
Seperti saat ini, Akbar mengajak Rima dan Hulya pergi berlibur ke Taman Safari yang ada di kota hujan, Bogor. Hulya sangat bahagia karena setiap weekend Abi nya kini selalu menyempatkan waktu untuk liburan dan berkumpul.
Mereka baru saja sampai di Taman Safari. Akbar bergegas membelikan tiket untuk mereka.
"Sudah?" tanya Rima saat Akbar kembali menghampiri mereka.
"İya sudah, ayo." Akbar menggendong Hulya dan merengkuh pinggang Rima memasuki area Taman Safari.
Selama di dalam mobil, mereka tertawa dan bercanda bersama Hulya yang begitu bahagia. Rima sangat bersyukur suaminya kembali seperti dulu. Rima sebenarnya sangatlah merindukan suasana seperti ini, penuh dengan kehangatan.
"Abi, itu apa?" tanya Hulya.
"İtu Rusa, " jawab Akbar.
"Punya tanduk panjang, " ucap Hulya dengan nada lucu.
Bergulirlah terus pembicaraan mereka mengenai apa yang mereka lihat di sana. Dan kelucuan Hulya mampu mendekatkan Rima dan Akbar.
Waktu bergulir begitu cepat hingga tak terasa sore menjelang. Setelah makan, mereka kembali ke Jakarta untuk pulang.
Selama perjalanan Hulya terlelap di kursi penumpang meninggalkan Rima dan Abi.
"Kamu merasa senang?" tanya Akbar membuka pembicaraan membuat Rima menoleh ke arah suaminya.
"İya, terima kasih karena Abi sudah menyempatkan hari liburnya untuk kami, " ucap Rim yang di angguki Akbar.
"Ngomong-ngomong bagaimana kasus narkoba yang kemarin Abi tangani?" tanya Rima.
"Masih dalam penyelidikan, belum mendapatkan titik terang, " jawab Akbar tampak menghela nafasnya. "Kasus ini seperti rantai panjang, yang kami tangkap masih bukan pengedarnya yang menjadi buronan besar."
Rima tersenyum dan mengusap pundak Akbar. "Aku doakan semoga di permudah dan di lancarkan segalanya yah Bi."
Akbar menoleh ke arah tangan Rima di pundaknya kemudian beralih ke manik mata Rima yang penuh ketulusan. Entah kenapa Akbar termangu di tempatnya menatap mata itu, mata yang sangat jarang sekali ia tatap. Mata yang penuh ketulusan dan kehangatan.
Dengan cepat Akbar memalingkan tatapannya kembali menatap lurus ke depan, begitu juga Rima dengan pipinya yang merona. Walau sudah memiliki anak, Rima tetap selalu merona kalau di tatap oleh Akbar suaminya. Jantungnya pun selalu berdebar begitu cepat. Mungkin dia terlalu mencintai suaminya itu.
###
