Bab 8 | Rencana Aldi
Perjalanan Kevin dan Eliza menuju mall memakan waktu lebih lama karena jalanan yang mulai padat.
"Sejak kapan kenal sama Angel?" Kevin membuka percakapan setelah sekitar sepuluh menit hanya ditemani alunan musik dalam mobil.
Eliza tersenyum ringan. "Hmm... sekitar tiga tahunan sejak kuliah. Angel itu senior aku, sering kasih ide dan masukan. Kami cocok dan nyaman ngobrol, jadi akhirnya bersahabat sampai sekarang," jawabnya.
"Kami juga punya ide buat merintis usaha bareng, butik yang sekarang itu hasil dari desain kami berdua," lanjut Eliza, senyum lebarnya terlihat.
"Dari pada ide cuma jadi angan-angan, akhirnya kami bikin butik untuk wadah karya kami," Eliza menambahkan, sesekali menarik napas karena bicara tanpa jeda.
Kevin terkekeh pelan melihat antusiasme Eliza. "Kenapa nggak sekalian bikin yang lebih besar?"
"Yah... pelan-pelan dulu, Kak. Masih tahap belajar. Dan kamu tahu, kemarin aku baru sadar kalau yang punya mall ini papanya Angel!" ucap Eliza, protes kecilnya terlihat.
"Hahaha, serius?" Kevin tertawa renyah.
"Iya, Kak Kevin! Serius!" jawab Eliza dengan dua jari terangkat.
"Terus kapan kamu tahu?" tanya Kevin penasaran.
Eliza berpikir sejenak, "Pas Angel maksa aku ambil outlet yang lebih besar, dan bilang kalau mall ini punya papanya! Jadi kami nggak perlu mikirin biaya sewa."
Kevin hanya bisa mengangguk mendengar cerita Eliza yang terkejut. Meskipun Eliza juga dari keluarga yang berada, tapi tidak sekaya keluarga Angel atau Kevin.
"Terus, kenapa tetap pilih outlet kecil?" Kevin masih penasaran.
"Karena kami masih belajar, Kak. Aku bilang ke Angel lebih baik mulai dari yang kecil dulu, lihat perkembangan. Angel setuju kok," jelas Eliza, menandakan saling menghargai yang jadi dasar persahabatan mereka.
"Good job buat kalian!" Kevin mengacungkan jempol.
"Thank you, Kak Kevin!" Eliza tersenyum senang.
"Di butik mau ngapain? Sibuk?" Kevin menyelidik.
"Ah, paling cuma cek stok sama kontrol bentar," jawab Eliza.
"Hmm, oke... Lunch bareng, yuk? Aku hari ini santai di kantor," ajak Kevin.
Eliza menggaruk pelipisnya. "Maaf, Kak Kev, aku udah janji sama teman buat makan siang," jawabnya, merasa bersalah menolak ajakan Kevin.
"It’s okay, Eli," Kevin mengusap lembut kepala Eliza.
"Thank you, Kak."
"Kalau dinner gimana?" tanya Kevin dengan senyum penuh harap.
"Kalau dinner boleh," jawab Eliza tanpa ragu, meskipun dia baru kenal Kevin.
"Good! Nanti aku jemput di butik," ujar Kevin santai.
"Siap, Kak!" Eliza mengacungkan jempol.
Sesampainya di basement, Kevin memarkir mobil di tempat khusus CEO yang dekat pintu masuk, lalu membukakan pintu untuk Eliza dan menemani berjalan ke butik.
Ternyata di dalam butik, Aldi sudah menunggu Eliza sambil duduk santai di sofa abu-abu di sudut ruangan.
"Hai, Kak!" sapa Eliza dengan riang.
"Hai, Eliza sayang..." balas Aldi dengan senyuman lebar.
"Kevin?" Aldi kaget melihat Kevin yang muncul bersama Eliza.
"Yoo..." balas Kevin singkat, tak menyangka bakal bertemu Aldi di sini.
"Eh, kenal ya?" tanya Eliza sambil menunjuk kedua pria itu.
"Kenal dong. Ini sahabat aku, Tuan Muda Kevin!" jawab Aldi ringan, sambil menambahkan, "Tapi kok Eliza bisa bareng Kevin?"
Eliza terlihat ragu menjawab, dan Kevin, yang mulai merasa kurang nyaman, segera berpamitan.
"Ya sudah, aku ke kantor dulu... Yoo, Al!" ujar Kevin, mengusap lembut kepala Eliza sebelum pergi.
"Oke, Kev!" Aldi menjawab, meski masih menyimpan banyak tanya yang tak terucap.
"Iya, Kak Kevin, terima kasih tumpangannya," ucap Eliza sambil tersenyum manis.
Eliza dan Aldi berjalan menuju salah satu restoran di mall untuk menikmati makan siang bersama.
"Jadi, dari mana kenal Kevin?" Aldi bertanya, suaranya terdengar sedikit tegang. Sejak tadi, ia merasa tidak nyaman melihat keakraban antara Eliza dan Kevin.
"Oh, Kak Kevin itu kakaknya sahabat aku, Kak," jawab Eliza sambil tersenyum tipis.
"Lalu kenapa bisa datang bareng?" Aldi kembali bertanya, rasa penasaran masih mengganggu pikirannya.
"Kebetulan ketemu di apartemen saudara, terus katanya Kak Kevin juga mau ke mall," jelas Eliza.
"Hm... Baiklah," jawab Aldi, berusaha menekan rasa kesal. Kesempatan bisa bersama Eliza seperti ini adalah momen langka baginya.
Mereka tiba di salah satu restoran BBQ ala Korea dan memesan hidangan. Setelah makan siang, Aldi mengajak Eliza menonton film aksi di bioskop.
Tanpa mereka sadari, ada mata yang mengawasi gerak-gerik mereka.
Satu jam yang lalu, saat dalam perjalanan menuju kantor, Kevin menelepon salah satu pengawal pribadinya.
"Halo, Don! Awasi Aldi dan Eliza," perintah Kevin dengan nada tegas.
"Baik, Tuan," jawab Don singkat, sebelum Kevin memutus sambungan.
***
Ponsel Kevin berdering, mengabarkan perkembangan.
"Tuan, Nona Eliza dan Tuan Aldi baru saja masuk ke bioskop."
"Terus awasi mereka," perintah Kevin lagi.
"Baik, Tuan."
Don pun ikut membeli tiket dan menyelinap masuk ke dalam teater. Ia memilih posisi tepat di belakang Eliza dan Aldi, memastikan ia tidak terlewatkan.
Di dalam teater yang sudah gelap, Don memperhatikan bagaimana Aldi tampak begitu bersemangat berbincang dengan Eliza. Ketika Aldi tiba-tiba mencoba mencium Eliza, gadis itu segera menolak.
Dengan cepat, Don mengirim laporan ke Kevin.
"Eliza sayang, kenapa belum mau terima aku jadi pacar kamu?" Aldi bertanya, mencoba menghaluskan niatnya.
"Hm... Belum kepikiran buat pacaran, Kak. Mau fokus kuliah dulu," jawab Eliza singkat sambil tersenyum, berusaha menolak Aldi sehalus mungkin.
Melihat wajah manis Eliza di dekatnya, Aldi kembali mencoba mendekat, namun Eliza langsung menarik diri, mengalihkan perhatiannya ke layar.
"Sial," gumam Aldi dalam hati.
"Maaf," ujar Aldi akhirnya, meredakan ketegangan.
Eliza mengangguk, meski tegas. "Iya, Kak. Tolong jangan diulangi lagi."
"Oh, iya. Kamis ini datang ya ke ulang tahun aku... Bawa sahabatmu juga," ujar Aldi, mencoba mencairkan suasana yang sempat kaku.
"Hmm, boleh, Kak," jawab Eliza dengan senyum tipis, tapi perhatiannya sudah tak lagi fokus pada film yang diputar.
"Oke, nanti aku kirim detailnya," Aldi tersenyum senang, menyimpan niat lain untuk acara tersebut.
Sementara itu, Don melaporkan semua yang ia lihat dan dengar kepada Kevin.
Setelah film selesai, Eliza berpamitan dan kembali ke butik. Aldi berjalan pulang dengan perasaan bercampur, sedikit kecewa tidak mendapatkan ciuman, namun menyeringai memikirkan rencananya untuk ulang tahunnya pada hari Kamis nanti.
Dia berniat untuk mendapatkan Eliza, yang berani menolak keinginannya.
