2. Bos Baru Abraham Groups (2)
Bab 2 :
Bos Baru Abraham Groups (2)
******
GAVIN melangkah dengan langkah lebar ke depan pintu elegan berdaun dua di depannya—dia nyaris berlari—sembari merapikan dasinya. Ketika sudah sampai di depan pintu itu, Gavin pun berhenti dan berusaha untuk mempersiapkan dirinya. Dia menarik napas dalam. Seluruh kubikel yang ada di direksi pengembangan sudah kosong, jadi dia langsung mengambil kesimpulan bahwa rapat sudah dimulai. Dia memang panik karena kali ini rapat itu dihadiri oleh bos baru, tetapi ia berusaha untuk tetap tenang.
Gavin mengembuskan napasnya dengan kuat lewat mulut dan akhirnya ia membuka pintu ruangan yang ada di depannya.
Bertepatan dengan terbukanya pintu itu, terlihat pulalah oleh Gavin semua rekan kerja dari direksinya dan dari direksi lain. Dia adalah seorang ketua direksi pengembangan dan dia terlambat! Sial.
Gavin masuk dan menutup pintu itu kembali. Dia langsung menatap ke depan, ke tempat berdirinya calon Bos Besar nanti, tetapi di sana tidak ada orang. Hanya pasang mata dari seluruh direktur lain, ketua direksi, dan seluruh karyawan yang ada di Abraham Groups ini.
Gavin merunduk hormat tatkala dia sudah sampai di barisan direktur. Dia melakukan itu dengan penuh penyesalan. "Maafkan saya, Pak. Saya terlambat."
Ada beberapa direktur yang menatapnya dengan sinis, tetapi ada juga yang mengangguk.
"Ya, cepatlah duduk. Direktur utama kita belum datang. Jangan melakukan hal yang sama lagi."
"Baik, Pak," jawab Gavin, dia lalu menunduk singkat. Gavin langsung berjalan dengan langkah lebar ke barisan ketua-ketua direksi dan dia disambut oleh Revan. Rupanya Revan menyiapkan sebuah kursi untuknya, tepat di samping pria itu.
Ketika Gavin berhasil duduk dan mengeluarkan napasnya dari mulut—karena gugup—Revan pun menepuk pundaknya. Pria berusia 28 tahun yang menjabat sebagai ketua direksi pemasaran itu mulai berbicara kepada Gavin, "Heh, Nyet. Dari mana aja lo?"
"Nggak dari mana-mana, Nyet," jawab Gavin, ia menoleh kepada Revan. "Gue abis nganter si Ita. Guenya, sih, yang kesiangan. Parah macetnya."
Revan menganga, pria itu hampir tertawa. "Dih, keliatan bener kalo lo nggak pernah keluar di jam-jam telat gitu. Ya, deh, yang anak teladan! Bhahaha!" Revan tertawa, tetapi tidak keras. Dia masih tahu diri bahwa mereka kini sedang duduk di ruangan rapat besar. Nyaris seluruh karyawan Abraham Groups ada di ruangan ini! Bayangkan betapa besarnya ruangan ini. Seperti stadion, tetapi tidak melingkar dan yah...tidak juga seperti panggung untuk anak band.
"Sialan lo." Gavin berdecak. Revan terkikik geli. Si playboy itu kemudian kembali menepuk pundak Gavin. "Ita emang nggak bangunin lo, ya? Ya emang, sih, akhir-akhir ini kerjaan numpuk banget. Untung udah ada pengganti untuk Dirut."
Revan dan Ita memang sudah saling kenal, soalnya Revan adalah sahabat Gavin yang lebih gila dari Gavin. Revan sering bermain ke rumah Gavin yang membuat Revan sudah seperti anggota keluarga Gavin.
Gavin mengangguk. "Ita mana mau bangunin gue. Wong biasanya juga gue yang bangunin tuh bocah kunyuk."
Revan tertawa terbahak-bahak. "Tuh anak emang adek yang paling ajaib."
"Kampret lo, Nyet. Itu Adek gue lo bilang ajaib maksud lo apa, hah?"
Revan tetap tertawa keras, tetapi hanya bisa didengar oleh kumpulan ketua direksi.
Beberapa saat kemudian, pintu berdaun dua yang berada jauh di depan sana itu terbuka. Dari sana keluarlah seorang laki-laki yang bertubuh tegap dan sontak semua orang (termasuk para direktur) mulai berdiri dan menyambutnya dengan hormat.
Gavin juga berdiri dan dia melihat laki-laki itu masuk dengan dibuntuti oleh seorang perempuan yang sepertinya adalah asistennya. Laki-laki itu kelihatan masih muda, sungguh muda. Namun, tubuhnya sangat sempurna, jauh lebih tinggi dan lebih berotot daripada Gavin. Dari jauh Gavin dapat melihat bahwa laki-laki itu memiliki perawakan yang tegap. Bila dilihat dari situasinya, sepertinya…lelaki itulah bos baru mereka. Direktur utama baru mereka.
"Selamat pagi."
"Selamat pagi, Pak." Semua orang menjawab, tetapi tidak terlalu serentak karena tentu saja bukan dibuat-buat. Sepertinya, orang itu tidak terlalu mahir berbahasa Indonesia. Pengucapannya terdengar sedikit…berbeda. Jadi, rumor itu benar? Apakah rumor bahwa orang itu adalah anak dari dirut sebelumnya itu...benar juga?
Semua orang akhirnya kembali duduk.
"Okay... Baiklah, langsung kita mulai saja pertemuan hari ini. Perkenalkan, nama saya Deon. Marco Deon Abraham. Mulai sekarang saya akan menjabat sebagai direktur utama di Abraham Groups ini. Saya mohon bantuan dan kerja sama Bapak dan Ibu semua untuk kemajuan perusahaan ini. Saya akan melakukan yang terbaik dan mencoba untuk membangun kekeluargaan yang erat di dalam perusahaan."
Gavin mengangguk, menyadari bahwa karyawan-karyawan yang lain juga sudah mengerti. Rumor itu ternyata benar. Nama belakang Abraham sudah membuktikan bahwa lelaki tampan yang berdiri di depan sana, di balik podium itu, adalah anak dari Pak Abraham, dirut sebelumnya.
Kurang apa lagi tuh anak, pikir Gavin.
"Pada rapat hari ini, ada beberapa hal yang akan saya bahas. Saya akan membahas apa rencana dan kebijakan perusahaan yang telah saya tetapkan dan tentu saja ini berdasarkan pertimbangan direktur utama sebelumnya. Ada beberapa perubahan yang mencolok dan ada juga yang tidak, tetapi ini semua dilakukan untuk kemajuan perusahaan. Seperti yang kita ketahui, khususnya kepada bapak-bapak direktur sekalian, kini perusahaan otomotif kita..."
Gavin mulai mendengarkan presentasi direktur utama itu di depan sana, tepat setelah direktur utama itu memperkenalkan diri.
Setelah beberapa saat mendengarkan presentasi itu, Gavin jadi mendapatkan satu kesimpulan penting, yaitu orang yang bernama Marco Deon Abraham itu jauh, jauh lebih tegas dan adikuasa dibandingkan ayahnya, Pak Abraham.
Gavin yakin, direktur utama itu pasti lebih muda darinya. Demi celana dalam Revan, ini menyebalkan sekali saat kau mengetahui bahwa ada orang yang lebih muda darimu, tetapi jauh lebih sukses.
******
"ITAAAAA!!! YA AMPUN CAYANGKUU, LO KE MANA AJAAHH?!!" teriak Basuki, memecah gendang telinga semua orang yang lewat di koridor kampus saat itu. Talitha langsung memberi tatapan nih-anak- enaknya-dibunuh pada Basuki.
Sesampainya di dekat Talitha yang sedang duduk dengan pose melamun di salah satu kursi yang entah mengapa ada di depan kelas Ekonomi, Basuki langsung memeluknya dengan dramatis. Entah mengapa Talitha sampai menyasar jauh ke Fakultas Ekonomi, padahal dia adalah anak Fakultas Teknik. Jurusannya adalah Teknik Sipil.
Talitha menganga, tetapi dengan ekspresi wajah yang datar sedatar-datarnya, sampai akhirnya Basuki melepaskan pelukan gila itu. "Lo ke mana aja sih, Cyiiinn!! Kangen guee! Aaahh, tega lo. Aku mah apa atuh..."
"Sumpah, ngapa ada dangdut masuk di kalimat lo? Lo cowok apa cewek, sih, Bas? Sampe kapan, sih, lo mau jadi bencong terus?"
"Biarin dah," ucap Basuki seraya menjulurkan lidahnya di depan Talitha. Talitha menganga sampai akhirnya ekspresi wajah Basuki berubah. Si bencong itu tiba-tiba jadi sok berkuasa. "Helloow, Itaaa! Gue udah kasih tau elo booo, kalo lo harus panggil gue Nana. Na-Na. Bukan bas bes bos! Krik banget gue dengernya ih."
Talitha menyeringai, gadis itu langsung berdiri dan merangkul bahu Basuki.
"Iya, deh, Nana Dalemku."
Kedua mata Basuki sontak saja memelotot. "SIALAN LO, ITAIK!!"
Talitha langsung berlari ke depan, menghindari kemarahan Basuki seraya tertawa keras. Basuki kontan ikut berlari dan menyusul Talitha. Napasnya terengah-engah saat ia menyamakan langkahnya dengan Talitha. Maklum, laki-laki jadi-jadian seperti Basuki kebanyakan jarang berolahraga.
Basuki mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celananya, mengecek sebentar notifikasinya sebelum ia menatap Talitha dengan penasaran. "Lo kenapa nggak masuk kelas pagi tadi, Ta? Udah gitu malah nunggu di Fakultas Ekonomi lagi! Dasar aneh. Ew."
"Gue telat, woy. Gue nyampe di kampus jam sembilan. Daripada gue dibunuh sama dosen? Ntar aja gue masuk pas mata kuliah kedua, jam dua belas. Oh iya, kita ke rumah tante lo, yuk, mumpung belum jam dua belas. Gue mau nagih janjinya. Katanya dia mau ngasih gue coklat, wahahahaha!"
Basuki memasang ekspresi wajah datar. "Cape, deh. Ya udahlah, tenang ajaaah. Pasti dikasih kok coklatnya," ujarnya. Setelah itu, Basuki melanjutkan, "Lha, trus lo ngapain aja dari jam sembilan sampe sekarang? Kan satu jam, tuh. Ngapain aja lo? Jangan bilang...ngegebet anak Ekonomi lagi? Aduuuhhh, Cyiiinnnn!" []
