4. Teman tapi Ngewek
Hola, happy reading and enjoy!
Chapter 4
Teman tapi Ngewek
"Mau minum kopi? tanya Romero saat Sheila menjawab panggilan telepon dari pria tampan itu.
"Kurasa aku tidak perlu kopi malam ini," jawab Sheila seraya menatap pantulan dirinya di cermin yang terbalut jubah mandi berwarna merah muda dan handuk berwarna senada di kepalanya. Kelelahan terlihat di wajah cantiknya.
"Si Gila Kerja menolak untuk minum kopi. Hmmm... tidak seperti biasanya."
"Aku sedang tidak memerlukan caffeine malam ini, besok aku ada persidangan pagi-pagi sekali," ucap Sheila seraya menyentuh tengkuknya yang terasa pegal. Sepertinya ia perlu pijatan dan spa.
"Kalau begitu bagaimana dengan makan malam?" tanya Romero.
Sheila berpikir sejenak, di kulkasnya hanya ada beberapa potong roti, ham, dan buah-buahan. Ia hampir tidak memiliki waktu mengurus dirinya sendiri seiring dengan banyaknya klien yang ditanganinya.
"Tidak. Aku tidak ingin mengganggu waktu kencan kalian," jawab Sheila setelah menimbang-nimbang mungkin akan berada di antara Romero dan kekasih sahabatnya.
"Dia sudah pergi," ucap Romero kemudian berdehem. "Buka gorden jendelamu, aku sudah lama sekali tidak melihatmu."
Sheila mengejawantahkan perintah Romero, dibukanya tirai jendelanya dan di seberangnya Romero hanya mengenakan handuk yang melilit rendah di pinggangnya. Satu tangannya berpegangan pada kusen jendela dan tangan satunya memegangi ponselnya.
Sialan. Pria itu pasti baru selesai mandi setelah melakukan seks dengan kekasihnya. Sheila tersenyum memikirkannya. "Baiklah."
"Lima belas menit, aku menunggumu di mobilku."
"Lima belas menit? Hei, itu tidak cukup!"
"Lima belas menin, waktumu tinggal empat belas menit sepuluh detik, Nona."
"Sialan!" Sheila mengumpat lalu melemparkan ponselnya ke atas tempat tidur dan melepaskan seluruh kain yang menempel di tubuhnya lalu mengaduk-aduk lagi pakaian dalamnya, memilih pakaiannya dengan cepat lalu mengaplikasi lipstik di bibirnya dan menyambar tasnya. Wanita itu berlari-lari kecil keluar rumahnya.
"Akan kuingat hari ini, Romero!" ucapnya seraya membanting pintu mobil Romero.
Romero terkekeh dan menginjak pedal gasnya. "Apa yang akan kau lakukan?"
"Membuat video seksmu dan menyebarkannya."
Romero tertawa keras. "Video seks bersamamu?"
"Bersama kekasihmu, Bodoh!"
Romero tiba-tiba menepikan mobilnya dan menatap Sheila. "Kapan terakhir kau melakukan seks?"
"Aku benar-benar lupa. Aku tidak memiliki banyak waktu luang sepertimu."
"Aku hanya mengingatkan, seks itu penting."
Sheila memutar matanya dengan enggan. "Kau tidak perlu mengingatkanku pada hal seperti itu, oke? Omong-omong, untuk apa kita berhenti di tepi jalan seperti ini?"
Romero menyeringai. "Bagaimana performaku tadi?"
"Aku tidak melihat secara keseluruhan. Jadi, aku tidak tahu," jawab Sheila dengan ketus.
"Aku bisa membuat reka ulang adegan itu."
"Dasar, Mesum!"
Romero tertawa renyah lalu kembali mengemudikan mobilnya menuju sebuah cafe sekaligus bar, di sana mereka baru saja melewati pintu ketika berpapasan dengan seorang wanita separuh baya yang menyapa Romero.
"Hai, Romero." Wanita itu tersenyum ramah kepada Sheila.
"Hai, Mrs. George. Kau di sini juga?" sapa Romero.
"Ya. Hidangan di sini sangat lezat. Sayangnya klienku membatalkan janji padahal aku terlanjur memesan ruangan VIP."
Mrs. Goerge adalah istri dari atasannya dan wanita itu adalah seorang jaksa. "Sayang sekali. Apa kau mau bergabung bersama kami?"
"Kurasa tidak, aku tidak ingin mengganggu anak muda berkencan," kata Mrs. George dengan nada ramah dan ringan.
Romero menyeringai mendengar ucapan Mrs. George. "Itu bukan masalah bagi kami. Bukan begitu, Sayang?"
Sheila melotot kepada Romero, tetapi pria itu justru mengedipkan sebelah matanya membuatnya sangat kesal.
"Begini, bagaimana jika kalian menggunakan ruangan VIP itu, aku akan bicara pada pelayan."
Romero tersenyum senang. "Wow. Kau baik sekali. Terima kasih."
Sheila kesal bukan main karena Romero terus saja membuatnya seperti seekor kelinci yang berada di bawah cengkeraman singa hingga tidak berkutik. Ya, tapi itu memang bakat yang sebagai agen DEA Setelah mengejar penjahat yang menyelundupkan narkotika ia harus bekerjasama dengan FBI untuk menginterogasinya. Ia sangat mahir membuat penjahat merasa terintimidasi, tetapi dirinya bukan penjahat.
"Lain kali aku akan menamparmu jika kau mengakui aku sebagai kekasihmu lagi!" ucap Sheila setelah Mrs. George menjauh.
Namun, Romero justru cengengesan karena ucapan Sheila. Setelah mereka tiba di ruangan VIP yang berada di lantai dua, tempat itu memiliki balkon yang mengarah ke lantai satu dan di sana mereka dapat mendengarkan musik yang dibawakan oleh pemain band juga DJ. Sheila dan Romero berdiri di sana.
Romero tiba-tiba memeluk Sheila dari belakang. "Sheila, aku dan Shelomita sudah merencanakan pernikahan."
"Selamat," ucap Sheila dengan acuh.
"Hanya itu?"
"Kalian sudah bersama lima tahun, kurasa itu sudah cukup untuk saling mengenal."
"Dan kau?"
Orang tua Sheila bercerai, ayah Sheila seorang diplomat yang hampir tidak pernah berada di Chicago. Sementara ibunya sudah menikah lagi dengan pria Rusia dan tinggal di negara suaminya. Ayahnya membeli rumah itu saat Sheila duduk di bangku kelas tiga SMP, mereka sempat beberapa bulan tinggal bersama sebelum ayahnya meninggalkan Chicago untuk pekerjaan dan menikah lagi.
Kemudian yang tersisa di rumah itu hanya dirinya yang mau tidak mau harus mengurus dirinya sendiri di usia yang sangat muda. Asisten rumah tangga hanya datang tiga kali dalam seminggu untuk membersihkan rumah, untungnya pemuda sebelah rumahnya, Romero adalah tipe orang yang supel sehingga ia tidak pernah kesepian. Namun, seiring bertambahnya usia mereka jarak di antara mereka mulai terasa karena kesibukan masing-masing.
Sheila menghela napasnya dengan tenang. "Aku baik-baik saja."
"Tapi, aku tidak."
"Apa kau bilang?" tanya Sheila karena Romero mengucapkannya dengan pelan dan bersamaan dengan bunyi musik.
"Aku tidak mengucapkan apa-apa."
Sheila melepaskan tangan Romero yang melilit di pinggangnya lalu berbalik dan menatap Romero. "Kau mengucapkan sesuatu tadi."
"Kau salah dengar. Aku hanya menghawatirkan dirimu."
"Kau tahu, 'kan? Aku tidak akan menikah. Aku tidak ingin mengulang kebodohan orang tuaku dan kebodohan klien-klienku."
Jika di dunia ini ada orang yang mengenal Sheila, orang itu adalah Romero. Ia mengenal Sheila lebih dari apa pun. "Ya. Kuhargai keputusanmu. Aku hanya khawatir setelah kita menikah, kau dan aku akan semakin tidak memiliki waktu untuk sekedar makan malam seperti ini."
Sheila menaikkan kedua alisnya. "Kurasa itu lumrah."
Romero meletakkan kedua tangannya di besi pembatas balkon dan lengannya mengunci Sheila, sementara matanya menatap Sheila. "Sheila, setelah aku menikah mungkin aku akan berhenti dari pekerjaanku dan pindah dari sini."
"Berita bagus, menjadi agen DEA bukan hal yang mudah apa lagi kau berada di biro pengejaran dan penangkapan."
"Kau yakin tidak akan merindukanku?" Mata Romero menatap Sheila dengan tajam.
"Baiklah, akan kukatakan "jangan tinggalkan aku, Romero"." Sheila kemudian tertawa cekikikan mengejek Romero.
Romero juga tertawa. "Aku serius."
"Kapan kau akan menikah?"
"Entahlah. Kami baru membicarakannya tadi."
Sheila mengedikkan bahunya lalu melongok ke belakang punggung Romero di mana ruangan VIP berada. "Sepertinya pelayan sudah selesai menyiapkan hidangan kita."
Romero tiba-tiba mencium bibir Sheila, sementara wanita itu berontak dengan memukul-mukul dada Romero untuk menolak ciuman Romero. Sayangnya tenaga Romero lebih besar dibandingkan dengan tenaga Sheila. Romero adalah pria dengan perawakan tinggi besar, bahkan Sheila yang memiliki tinggi 165cm dan telah mengenakan sepatu dengan hak 10cm masih tidak dapat menyamai tinggi pria dengan manik mata cokelat itu.
"Romero! Lepaskan!" kata Sheila seraya terengah-engah, nyaris kehabisan napas. "Kau masih ingat, 'kan? Di antara kita tidak boleh ada ciuman bibir!"
Romero tersenyum miring lalu mendaratkan bibirnya di leher Sheila. Dikecupnya leher jenjang wanita itu lalu dengan lidahnya dijilatinya dengan gerakan memutar. Ditariknya gaun Sheila yang berkerah V rendah di dadanya. Ia menyeringai mendapati Sheila tidak mengenakan bra. Wanita itu pasti terburu-buru hingga tidak sempat mengambil bra-nya.
Segera di masukkan puting payudara Sheila ke dalam mulutnya, dihisapnya dengan lidahnya sementara satu tangannya meremas payudara Sheila yang lain.
"Oh, Tuhan. Sheila...." Romero merasakan kejantanannya sangat tersiksa di balik celan jins-nya, tetapi ia tidak ingin egois. Sheila harus mendapatkan orgasme terbaik berlebihan dahulu baru dirinya dapat menyenangkan diri.
Ia kemudian berlutut di depan Sheila, senang rasanya mendapati Sheila mengenakan rok. Ia hanya tinggal menyingkirkan celana dalam Sheila yang tipis lalu memasukkannya ke dalam saku celana jins-nya. Diletakkan satu lipatan kaki Sheila ke pundaknya, dibenamkannya kepalanya di antara selakangan Sheila. Dijilatinya bagian yang lembut dan basah itu dengan lidahnya hingga Sheila terdengar mengerang.
Kemudian ditekannya bagian kewanitaan Sheila dengan jemarinya sementara lidahnya masih bermain-main di lubang kenikmatan Sheila, wanita itu menjambak rambut Romero. Tetapi, Romero tidak peduli. Ia terus melakukan permainannya hingga Sheila mendapatkan pelepasan pertamanya.
Sheila menghela napasnya. "Bajingan!"
Romero terkekeh. "Aku benci tidak bisa mendengar umpatanmu di tempat tidur."
"Tidak ada tempat tidur, tidak ada ciuman bibir," ucap Sheila.
Wanita itu tersenyum nakal lalu menarik pergelangan tangan Romero memasuki ruangan makan di mana hidangan yang mereka pesan telah tersaji. Persetan dengan hidangan itu karena hidangan sesungguhnya malam ini ada di depannya. Setelah mendapatkan orgasme beberapa kali, setidaknya malam ini ia akan dapat tidur nyenyak.
Sheila melepaskan pakaiannya, bertelanjang di depan Romero rasanya biasa saja. Mungkin karena pria yang pertama melakukan seks dengannya adalah Romero dan sampai sekarang mereka masih melakukannya jika ada kesempatan.
Ia kemudian melepaskan kancing celana jins Romero, ia melirik es krim stroberi yang ada di meja. Benar-benar sempurna, makan malamnya akan dimulai dari es krim itu. Sheila menyendok es krim itu lalu melumurkannya di kejantanan Romero.
Ia menatap Romero dengan tatapan nakal lalu dijilatinya kejantanan Romero yang keras dan mengacung hingga es krimnya benar-benar tidak lagi bersisa.
"Kau memang nakal, Sheila," geram Romero.
Seila memasukkan kejantanan Romero hingga rasanya ujung kejantanan sahabatnya menyentuh kerongkongannya. Ia lalu memaju mundurkan kepalanya, melakukan blow job dengan sebaik-baiknya hingga Romero mencengkeram rambut Sheila karena saking nikmatnya.
"Sheila, hentikan." Romero nyaris meledak. Mulut Sheila terasa lembut, hangat, dan benar-benar nikmat.
Ia lalu menarik Sheila ke atas pangkuannya, mendudukkan wanita itu di pangkuannya lalu menyatukan tubuh mereka dan Sheila mulai meliuk-liukkan pinggangnya di atas tubuhnya.
"Sheila. Oh, Tuhan, kau seksi sekali," ucap Romero seraya menatap payudara wanita bermata hazel yang bulat penuh dengan ukuran 34C. "Dan, oh... kau rapat sekali. Aku menyukainya."
"Banyak omong," kata Sheila seraya menatap Romero dan menyeringai. "Sebelum aku orgasme tiga kali, kau tidak boleh mendahuluiku atau kau...."
Romero mencengkeram pinggang Sheila yang kecil dan menghujamkan pinggulnya hingga kejantanannya benar-benar sempurna masuk secara keseluruhan ke dalam tubuh Sheila.
Sheila mengerang, nyaris menjerit. Lalu Romero menyentuh inti kewanitaannya sementara pinggul mereka saling mengentak-entak selaras dan Sheila merasakan kenikmatan yang bergelung di bawah perutnya membuncah. Ia menjerit dan kukunya menancap di punggung Romero yang masih terhalang kaus.
"Fuck! Oh, Romero...."
Romero menyeringai, ia melepaskan celana jins-nya dan membalikkan posisinya Sheila menjadi membelakanginya lalu kembali memasuki Sheila sementara Sheila berpegangan pada meja kayu yang penuh dengan hidangan.
"Fuck!" geram Romero seraya memukul bokong Sheila hingga kulit putih wanita itu memerah. "Kau benar-benar nikmat, Sheila."
"Jangan berhenti, Romero."
"Aku akan membuatmu tidak lagi bisa berjalan malam ini, Sheila."
Bersambung....
Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan Love.
Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.
???
