HMT 8 - Kembali Di Sekap
"Jesica!"
"Tidak! Jesica!"
Aaron histeris dan ingin mengamuk. Entah apa yang terjadi. Marisa segera menoleh ke arah Dokter Federic. Sang dokter cuma memasang wajah heran menanggapi.
"Apa yang terjadi? Kenapa dia tidak mau diam?" tanya Marisa.
Marquez menimpali, "Jika dia terus mengamuk begitu, bagaimana kita bisa membuatnya menandatangani berkas-berkas itu?"
Kedua orang itu tampak pusing dan bingung. Dokter Federic segera angkat bicara.
"Sepertinya obat halusinasi sudah tidak mempan padanya. Malam ini juga sebaiknya dia segera dibawa ke rumah sakit! Ada banyak alat di sana yang bisa merusak mentalnya."
Marquez menoleh ke arah ibunya usai mendengar semua ucapan Dokter Federic.
Marisa mengangguk. "Lakukan apa saja yang penting dia mau tanda tangan!" putusnya.
Dokter Federic tersenyum tipis. Maka malam itu juga ia segera mengatur keberangkatan Aaron menuju rumah sakit jiwa.
"Lepaskan aku!"
"Jesica!"
Aaron terus berontak dan berteriak saat beberapa petugas rumah sakit membawanya keluar dari lorong. Dari belakang Dokter Federic mengikuti mereka.
Sedang Marisa dan Marquez memandangi dari agak jauh.
"Apa kau yakin orang gila itu akan mau tanda tangan setelah disengat listrik di ruang kejut?" Marquez tampak kurang yakin dengan rencana ibunya.
Bagaiman jika Aaron kabur? Bukankah laki-laki itu akan lebih aman jika tetap berada di penjara? Matanya melirik ke arah sang ibu yang belum menjawabnya.
Sambil menikmati batang rokoknya, Marisa menatap lurus ke depan di mana para petugas sedang berusaha memasukan Aaron ke dalam mobil.
Sama seperti Marquez, dia pun tidak yakin dengan usul Dokter Federic. Dia juga takut jika Aaron akan kabur nantinya. Namun, tidak ada pilihan lagi. Mereka cuma butuh satu tanda tangan saja.
Maka setelah itu biarkan saja Aaron tetap berada di rumah sakit. Dia pun bisa membayar orang untuk menghabisi laki-laki itu tanpa meninggalkan jejak. Semuanya bisa diiatur.
"Aku tahu kau sangat takut, tapi Dokter Federic tidak mungkin mengecoh kita. Dan jika dia melakukan kebodohan itu, maka orang-orang ku akan menembaknya saat itu juga."
Marquez menoleh ke arah Marisa setelah mendengar ucapan ibunya.
Benar juga apa yang dikatakan oleh sang ibu. Dokter Federic tidak akan berani membelot pada mereka, karena kartu matinya dipegang oleh Marisa.
Seiring asap rokok yang Marisa hembuskan ke udara, maka berangkatlah mobil yang membawa Aaron beserta dua mobil lain yang mengawalnya.
Perjalanan akan memakan waktu yang cukup lama menuju rumah sakit jiwa di pusat kota.
"Tuan, saya sudah mendapatkan Tuan Muda. Lantas apa yang harus saya lakukan sekarang?"
Terdengar suara Dokter Federic yang sedang menghubungi seseorang.
Sementara itu, nun jauh di sana punggung seorang pria tampak berdiri di bawah sinar lampu yang remang. Dia sedang memegang ponsel yang didekatkan ke telinganya.
"Bagus. Cepat bawa Tuan Muda ke alamat kastil yang saya kirimkan," katanya lewat panggilan ponselnya.
Dokter Federic mengangguk. "Baik, Tuan."
Panggilan pun berakhir. Mata Dokter Federic menyapu ke sekitar sambil membenahi benda pipih di tangan ke saku jasnya. Dia sudah menipu Marisa dan Marquez.
Dan tanpa ia sadari, dua orang laki-laki yang juga berada di dalam mobil itu sudah tahu rencananya. Maka mereka segera mengambil tindakan.
"Hentikan mobilnya!"
Dokter Federic dibuat sangat terkejut saat satu orang petugas berteriak tiba-tiba.
Mobil pun segera menepi di daerah perbukitan. Setelah itu, dua orang laki-laki segera menodong Dokter Federic dengan pistol.
"A-apa yang mau kalian lakukan? Tolong jangan tembak saya!" Dokter Federic jadi gemetaran ketakutan.
Dua orang laki-laki itu segera maju. Mereka lantas meringkus Dokter Federic dengan mengikat kedua tangan dan kakinya lalu menutup mulutnya dengan lakban hitam.
Bruk!
"Ummh!"
Mereka menggulingkan sang dokter dari tepi bukit.
Dengan mulut tertutup lakban, Dokter Federic berusaha berteriak saat mobil-mobil itu melaju pergi meninggalkannya.
Aaron yang tertidur akibat obat bius, tidak tahu apa yang sudah terjadi. Mobil terus melaju dan membawanya ke suatu tempat.
Itu bukan rumah sakit jiwa di pusat kota, melainkan penjara bawah tanah tempatnya disekap.
Ya Tuhan, mereka ternyata cuma membawanya untuk jalan-jalan sebentar. Pada akhirnya Aaron kembali lagi ke tempat buruk itu.
"Apa? Jadi mereka tidak mendapat informasi tentang Tuan Muda?"
"Tidak, Tuan. Pihak rumah sakit sendiri yang mengabarkan, jika mereka tidak menerima pasien VIP tadi malam. Bahkan Dokter Federic pun sudah menghilang!"
Brengsek!
Jeremy mengepalkan tangannya sambil memejamkan mata menahan sesak di dada. Sial! Rupanya Marisa dan putranya jauh lebih cerdik dari yang ia bayangkan.
'Dokter Federic, kami membutuhkan bantuan Anda untuk membantu Tuan Muda Aaron.'
'Saya akan membantu Anda, Tuan Jeremy.'
Itu perbincangan rahasia yang Jeremy lakukan dengan Dokter Federic. Sang dokter segera menghubungi Jeremy usai menerima surel dari Marisa.
Wanita jahat itu ingin agar Dokter Federic merusak mental Aaron. Namun, sang dokter masih memiliki hati nuarni.
Ia tahu jika Aaron tidak gila. Maka dia dan Jeremy berencana untuk menolong sang pewaris keluarga Fortman tersebut.
Sialnya rencana mereka sudah dicurigai oleh Marisa. Dan saat Dokter Federic datang untuk membawa Aaron, wanita itu segera mengirim mata-matanya untuk menyamar sebagai petugas rumah sakit.
"Dugaanku benar, kan? Dokter Federic berada di pihak Jeremy. Dasar keparat!" Marisa marah-marah setelah anak buahnya menghubungi.
Marquez yang sedang minum wine sambil duduk di sofa cuma mencengkeram gelasnya dalam emosi.
"Lantas, apa rencana kita selanjutnya?"
"Paksa Aaron tanda tangan lalu habisi dia," jawab Marisa.
Marqez menatap dengan mata berapi-api. Aaron, laki-laki itu merepotkan saja!
Tiga tahun sudah berlalu. Dia tidak bisa menunggu lagi. Marquez pun setuju dengan rencana ibunya.
Kemudian pandangannya turun pada gelas wine dalam genggaman. Cairan merah di dalam sana mengingatkan dirinya pada kejadian tiga tahun yang lalu.
"Marquez, kenapa kita ke sini? Di mana Aaron?"
Jesica, wanita itu tampak keheranan saat ia membawanya ke sebuah kamar yang berada di rumah sakit. Itu privat room di mana hanya dia yang tahu.
Marquez menaikan sudut bibirnya menangapi wajah polos Jesica.
"Kau akan tahu sebentar lagi, Nona Oliver."
Gadis itu mengernyit heran. Dilihatnya Marquez yang berjalan menuju mini bar yang berada di sudut ruangan itu. Sebotol anggur ia tuangkan ke dalam dua gelas koktail.
Jesica menyipit. "Apa yang sedang kau lakukan? Aku tidak mau menemani mu minum. Cepat bawa aku pada Aaron!' ucapnya mulai kesal.
Marquez menyeringai. Tangannya memegang gelas wine. "Kau semakin cantik jika sedang marah, Jesica."
Wanita itu semakin kesal dibuatnya. Jesica sadar jika Marquez cuma mau mempermainkannya saja. Pria itu sudah menipunya dengan alasan mau membawanya pada Aaron.
Prang!
"Hentikan semua ini, Marquez! Aku cuma mau melihat Aaron!"
Marquez menoleh ke arah gelas anggurnya yang pecah di lantai. Jesica yang sudah menepis benda itu sambil marah-marah. Wanita itu membuatnya kesal. Maka dia segera bangkit.
"Kau mau Aaron, hah?!" gertaknya seraya mencengkeram rahang Jesica.
Wanita itu jelas ketakutan. Jesica berusaha melepaskan tangan Marquez darinya sambil meringis kesakitan.
"Lepaskan aku, Marquez! Kau sudah tidak waras!"
Masih enggan melepaskan Jesica, laki-laki itu mengangguk jengah. "Ya, aku memang sudah gila dan semua itu karena kau! Kau dan Aaron! Kalian benar-benar membuatku muak!"
Jesica tercengang. "Apa salah kami padamu?"
"Banyak. Salah satunya aku tidak suka melihatmu bersama Aaron! Mestinya kau menjadi milikku, Jesica!" Marquez berteriak ke wajah wanita dalam cengkeramannya.
Jesica sangat ketakutan. "Lepaskan aku! Kau sudah gila, Marquez!"
Marquez menggeleng. "Aku tidak akan melepaskanmu sebelum mendapatkan apa yang aku mau!"
"Kyyaaa!"
Jesica menjerit saat laki-laki itu melemparnya ke tengah ranjang. Dia segera menoleh ke arah Marquez. Dilihatnya laki-laki itu yang berangsur mendekat sambil membuka simpul dasinya.
"Aaron, lihatlah apa yang akan aku lakukan pada pacarmu!"
"Tidak!"
Jesica histeris ketakutan. Dan Marquez berusaha memaksakan kehendaknya pada gadis itu.
Bug!
Tiba -tiba saja satu tendangan keras menhantam punggung Marquez. Pria itu segera tersingkir dari Jesica lalu berguling ke lantai.
Brengsek!
Siapa yang datang?
Segera ia menoleh ke arah sosok tinggi yang kini berdiri di hapannya.
"Kau sudah melakukan kebodohan, Bro! Aku tak bisa maafkan!"
Aaron?
Api yang berkobar di manik biru itu akan segera membakarnya sampai menjadia abu.
Dan sebelum hal itu terjadi, Marquez bergegas bangkit. Laki-laki itu mundur saat langkah Aaron mendekat. Dia bergegas kabur.
