Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3

Di dalam keheningan rumah kayu yang rapuh, Zhu Long duduk bersila, napasnya teratur dalam ritme yang dalam dan stabil.

Matanya terpejam, tetapi pikirannya tetap waspada. Setelah bertahun-tahun hidup sebagai jiwa pengembara, ia tahu bahwa bahaya bisa datang kapan saja, dari mana saja.

'Delapan jalur meridian tubuh ini sudah terbuka…' Zhu Long bergumam dalam hati. 'Sayangnya, semua kultivasi tubuh ini sebelumnya telah hilang karena meridian yang sempat rusak. Aku perlu memulai dari awal lagi dan kembali menjadi lebih kuat.'

Perlahan, ia mulai menerapkan teknik Sutra Dewa Seribu Kehidupan, sebuah metode kultivasi tingkat tinggi yang ia rampas dari ingatan seorang jiwa kultivator kuno semasa menjadi jiwa pengembara.

Wushh…

Energi roh di sekelilingnya mulai berputar, seperti angin yang mengalir lembut namun penuh kekuatan. Partikel energi roh yang melayang di udara terserap ke dalam tubuhnya, mengisi ulang ruang dalam dantiannya.

Dengan dantiannya yang telah pulih, kini kultivasi bisa dilakukan dengan lebih lancar. Namun, hanya berkultivasi biasa tak akan cukup untuk membantunya meningkatkan kekuatan dengan cepat.

'Untuk meningkatkan kultivasiku, menyerap energi alam sekitar tak akan cukup. Aku membutuhkan ramuan obat untuk itu,' pikirnya.

Tapi itu bisa ia pikirkan nanti. Saat ini, prioritasnya adalah memulihkan tenaga sebelum meninggalkan tempat ini.

Namun, di tengah keheningan malam, tiba-tiba matanya terbuka. Sorot matanya tajam seperti pedang, penuh dengan kewaspadaan.

Dari kejauhan, telinganya menangkap suara samar—suara derap beberapa pasang kaki yang menginjak tanah dengan langkah berat. Lebih dari satu orang.

Dan kemudian, ia samar-samar mendengar jeritan lirih seorang gadis.

---

Di bawah cahaya bulan yang redup…

Di jalur utama desa kecil yang bobrok, lima pria berbadan kekar berjalan dengan penuh percaya diri. Wajah mereka dipenuhi senyum licik, dan mata mereka memancarkan niat busuk.

Di antara mereka, salah satu pria menggendong seorang gadis muda di bahunya.

Gadis itu tampak kelelahan, kedua tangannya terikat di belakang punggungnya, dan matanya yang sayu menatap kosong ke depan—seolah harapannya telah pupus.

"Haha, aku tak sabar lagi!" seru pria botak dengan secuil rambut di kepalanya. "Biar aku duluan yang merasakan kenikmatan malam ini! Kalian tunggu giliran di luar."

"Tapi bos, gadis ini kan aku yang menangkapnya, jadi—" pria botak lainnya berusaha protes, tetapi langsung dipotong oleh si pemimpin kelompok.

"Diam!" bentaknya dengan suara kasar. "Mau siapa pun yang menangkapnya, aku yang harus mencobanya lebih dulu. Paham!?"

Pria botak yang lebih kecil langsung mengangguk dengan canggung. "B-baiklah, bos. Tapi… jangan sampai rusak, ya?"

"Tentu saja, haha! Setelah aku selesai, kalian bisa menikmati sisanya!" pria botak itu tertawa puas, lalu melangkah menuju rumah kayu sederhana yang tampak masih layak digunakan.

Tak butuh waktu lama hingga langkahnya sampai di depan pintu. Saat tangannya terulur untuk membuka pintu sesuatu yang tak terduga terjadi!

BANG!

Tiba-tiba, pintu kayu itu terdorong dengan kekuatan luar biasa, terlempar ke depan dengan kecepatan tinggi!

Pria botak itu tak sempat bereaksi sebelim pintu itu menghantam tubuhnya dengan keras, membuatnya terpental beberapa meter ke belakang sebelum jatuh tersungkur dengan papan pintu yang masih menempel di tubuhnya.

Suasana berubah sunyi seketika.

Mata keempat pria lainnya membelalak, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

Dari dalam rumah kayu, sosok seorang pemuda muncul dari balik bayangan. Tatapan dingin Zhu Long menyapu sekelompok para pria berbadan kekar itu.

"Sepertinya kalian sudah cukup menikmati hidup di dunia ini," suaranya terdengar datar, tetapi ada nada berbahaya yang terpendam di dalamnya. "Tapi sayangnya… aku tak bisa mengampuni tindakan keji kalian."

Angin malam berhembus pelan, menggoyangkan daun-daun kering di sekitar desa yang sunyi.

Cahaya bulan samar menerangi tanah berdebu, memperlihatkan pemandangan empat pria berbadan kekar yang menatap tak percaya ke arah bos mereka—terkapar dengan papan pintu menindih tubuhnya.

Salah satu dari mereka mengernyit, sorot matanya dipenuhi kemarahan.

"Siapa kau, brengsek!? Beraninya kau menyerang bos kami diam-diam!" teriaknya dengan geram.

Seorang pria lain yang lebih tinggi dengan pedang tergantung di pinggangnya mencabut senjatanya, matanya menyipit ke arah Zhu Long.

"Dia pasti bosan hidup." Ia menoleh ke rekannya yang paling besar. "Hebong, habisi dia!"

Hebong, pria dengan tubuh kekar dan kepala botak mengkilap, melangkah maju. Gerakannya berat, tetapi setiap langkah yang diambilnya terdengar seperti gemuruh kecil di tanah. Kedua tangannya mulai meremas jari-jarinya hingga terdengar bunyi krek-krek yang menggema dalam kesunyian malam.

"Hmp! Bocah sialan, kau memang cukup licik bisa menjatuhkan bos kami. Tapi kau membuat kesalahan besar malam ini!" suaranya dalam dan kasar.

Tanpa aba-aba, Hebong menerjang maju, mengayunkan pedangnya dari atas ke bawah dengan kekuatan penuh. Kilatan pedang yang memantulkan cahaya bulan menandakan betapa tajamnya bilah itu.

"Mati kau, brengsek!" Hebong menyeringai, membayangkan pemuda di hadapannya akan terbelah menjadi dua.

Namun, begitu bilahnya hampir menyentuh kepala Zhu Long, tiba-tiba bilah pedang itu terhenti di tengah jalan dan terlihatlah dua jari Zhu Long menjepit bilah pedang itu di tengah udara.

"A-apa!?"

Mata Hebong membelalak, begitu pula yang lainnya menatap tak percaya.

Dengan napas tersengal, Hebong mencoba menarik pedangnya kembali, mengerahkan seluruh kekuatannya. Namun, pedang itu tak bergerak seinci pun—seolah tersangkut dalam batu yang tak tergoyahkan.

Kepanikan mulai menjalar ke dalam pikirannya.

"Sial! Lepaskan!" Hebong merenggut gagang pedang dengan kedua tangannya, mencoba menariknya dengan sekuat tenaga. Namun, sebelum ia bisa melakukan banyak usaha—sebuah kepalan tangan melesat seperti kilat, menghantam tepat di tengah hidungnya dengan keras.

Darah menyembur keluardari mulut serta hidungnya, dan tubuh kekarnya terpental jauh ke belakang, menabrak tanah dengan keras.

Hebong berguling dua kali sebelum berhenti, pingsan dengan wajah berlumuran darah.

Teman-temannya hanya bisa terpaku di tempat. Mereka ini pernah melihat Hebong menghancurkan orang dengan satu pukulan, tetapi kini, pria raksasa itu tumbang hanya dengan satu serangan sederhana dari pemuda yanng jauh lebih kurus darinya.

"Dasar tak berguna!" geram pria botak lainnya, ekspresinya kesal. "Hanya menghadapi bocah ingusan saja kau tak mampu!"

Tanpa berpikir panjang, ia juga menerjang maju dengan pedang terhunus, berusaha menebas Zhu Long.

Namun, sebelum pedangnya mengenai sasaran, sebuah tamparan cepat menghantam sisi wajahnya.

Tubuh pria itu melayang ke udara sebelum jatuh dengan bunyi gedebuk, tepat di atas tubuh Hebong.

Sisa dua orang lainnya tak bisa lagi menahan ketakutan mereka.

Mereka merasa napas mereka tercekat, seolah tekanan udara di sekeliling mereka semakin berat.

Tatapan dingin Zhu Long yang menusuk bagaikan bilah pedang menembus dada mereka.

Mereka saling berpandangan, keringat dingin mengalir di pelipis. Lalu, tanpa pikir panjang—

"Tolong ampuni kami!"

Keduanya langsung berlutut, membentur kepala mereka di atas tanah berkali-kali.

"Kami berjanji tak akan mengulangi kejahatan ini lagi! Mohon ampuni kami!"

"Kami hanya mengikuti perintah! Kami tidak tahu apa-apa!"

Jeritan mereka menggema di bawah kegelapan malam. Namun, Zhu Long bahkan tidak melirik mereka.

Dengan langkah santai, ia berbalik, membiarkan kedua pria itu tenggelam dalam ketakutan mereka sendiri.

Tatapannya kini tertuju pada gadis muda yang masih terduduk dengan tubuh gemetar. Matanya yang tadi dipenuhi ketakutan kini memancarkan kelegaan seolah harapan baru telah muncul.

Air mata menggenang di pelupuk matanya, tak bertahan lama sebelum jatuh membasahi pipinya. Akhirnya… Akhirnya seseorang datang menyelamatkannya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel