3. Kordinasi
Ponsel Kalya berdering, nama Rodriguez terpampang di layar ponselnya. "Ya , Rod." Jawab Kalya malas.
"Ada informasi dari Carlotta, Leo dan Javer. Mana yang lebih dulu ingin kamu dengar?"
"Sambungkan di ruang konferensi, kita meeting online sekarang."
"Baik, akan siap dalam lima menit."
Kalya bergegas merapihkan riasannya. Meskipun di dalam ruangan, Kalya tetap mengenakan kaca mata hitam untuk menutupi matanya yang sembab. Dia memoles bedak sedikit tebal dan warna lipstick yang cukup terang agar terlihat lebih fresh. Namun matanya yang bengkak, sangat sulit untuk disembunyikan.
Setelah dianggap riasannya cukup sempurna, Kalya melangkah ke ruang konferensi. Di sana ada banyak layar monitor berukuran lima puluh inchi yang mengelilingi ruangan. Tiga diantara monitor tersebut menampilkan wajah Carlotta, sekretaris utama yang bertanggung jawab atas keseluruhan administrasi bagi jaringan bisnis Dimi yang diwarisi dari Matteo.
Di monitor lain, tampak Leo yang sibuk menatap monitor lain sehingga tidak fokus pada monitor utama untuk konferensi. Meskipun demikian, sesekali Leo melirik ke monitor utama. Leo yang seorang hacker dan ahli IT memang bertanggung jawab untuk mengamankan jaringan internet bagi seluruh perusahaan Dimi yang tersebar di banyak negara. Jadi setiap hari dia akan berkutat dengan banyak monitor di hadapannya.
Sementara Javer, bertanggung jawab atas kontrol terhadap stock market, termasuk saham-saham mereka di luar jaringan inti. Javer memiliki insting yang luar biasa sebagai trader. Namun biasanya Javer selalu merendah dengan mengatakan, bahwa setiap keberhasilan eksekusi yang dia lakukan saat trading, lebih kepada akurasi informasi yang dia terima dari Matteo ataupun Dimi. Dari segala keputusan mereka, arah perdagangan stock market bisa diprediksi lebih akurat. Sebab Matteo dan Dimi adalah pengusaha yang bisa dibilang memiliki pengaruh terhadap arah perdagangan di stock market.
Sementara itu, di kursi telah duduk Rodriguez, Pietro dan Benigno. Mereka serentak menoleh ketika Kalya hadir ke dalam ruangan. Kalya melambaikan tangannya, memberi kode agar mereka tidak perlu berdiri, dan tetap duduk di tempatnya.
Perlahan dia mengambil posisi duduk yang biasa ditempati oleh Dimi. Matanya menyapu semua ruangan. Meskipun Kalya tidak melepaskan kaca matanya, semua orang yakin Kalya sedang menatap mereka dengan tajam. Ada aura mengerikan dalam diri wanita asia yang jarang sekali terlihat emosi ini.
"Salam semuanya." Kalya membuka pembicaraan. "Terima kasih sudah hadir di sini. Dan sebelum kita mulai, aku mewakili almarhum suamiku, meminta maaf kepada kalian semua jika ada kesalahan yang pernah diperbuat suamiku yang membuat kalian merasa sedih atau terluka. Jika ada yang harus dibayar, maka beritahu aku, baik secara materi maupun kerugian immaterial. Aku akan berusaha untuk menunaikannya, demi kedamaian almarhum Dimi." Ada getar lembut yang hampir tidak terdengar saat Kalya menyebutkan nama Dimi disertai kata almarhum.
Semua terdiam. Tidak ada satupun yang berani angkat bicara.
"Baiklah, perihal tersebut, aku akan menetapkan jangka waktunya dalam tiga hari. Jika tidak ada tuntutan apapun dari kalian, maka aku anggap semuanya clear. Dan untuk Carlotta, jika ada partner atau client kita yang memiliki sangkutan terhadap suamiku, tolong beritahu aku."
Dari layar monitor, Carlotta mengangguk kecil. "Baik, Nyonya."
"Javer, bagaimana posisi kita?" Kalya menatap Javer yang sedikit terkejut, tidak menyangka dia harus melapor pada urutan pertama. Dia memang sedikit tidak siap dengan apa yang baru saja dikumpulkannya.
Dengan sedikit gugup, Javer mencoba menjelaskan kepada Kalya. "Dengan segala hormat, Nyonya. Kondisi stock market kita tidak sedang baik-baik saja. Beberapa partner telah melepas saham mereka pada penjualan pagi tadi. Dan terindikasi ada sebuah perusahaan yang berani memborong dalam jumlah besar semua saham yang dijual."
"Apa yang sudah kamu lakukan untuk mengantisipasi?" tanya Kalya datar.
"Aku menghubungi beberapa partner untuk menawarkan penambahan deviden, Nyonya."
"Dan bagaimana reaksi mereka?"
"Sebagian tetap menjual, sebagian lagi mempertahankan saham mereka atas nama solidaritas dan kesetiaan."
"Artinya, kematian suamiku telah langsung sampai ke telinga mereka?" Kalya menatap Rodriguez.
"Sepertinya memang begitu." Jawab Rodriguez lemah.
Kalya menatap monitor yang menampilkan wajah Carlotta. "Carlotta, konfirmasikan kepadaku, siapa saja partner kita yang menjual sahamnya, berikut waktu transaksi. Aku ingin di susun berdasarkan grafik interval waktu yang jelas sampai ke detiknya. Beri tanda post it merah di sudut, pada data perusahaan yang telah memborong saham perusahaan kita."
Selanjutnya Kalya berpaling pada monitor Leo. "Leo, cari tahu siapa yang menyebarkan informasi kematian Dimi kepada partner bisnis kita. Dan apa yang sudah kamu dapatkan terkait pengirim foto mayat suamiku beserta lokasi keberadaan Jose?"
Leo tidak kalah berkeringat dibandingkan Javer, dengan terbata-bata Leo mencoba menyampaikan apa yang diketahuinya. "Terkait penyebar informasi tentang kematian Tuan Dimi, belum bisa terlacak. Namun lokasi pemilik nomor yang mengirimkan gambar Tuan Dimi saya sudah dapatkan kordinatnya. Namun sepertinya mereka memang sengaja memberitahu hal tersebut kepada kita. Mengingat sulitnya melacak informan yang menyebarkan kematian Tuan Dimi, sangat aneh jika kordinat lokasi pemberi kabar foto Tuan Dimi justru sangat mudah di dapatkan. Aku hawatir ini adalah jebakan, Nyonya Kalya."
Kalya mengangguk, dia sepakat dengan Leo. "Bagaimana dengan Jose? apakah sudah ditemukan informasi tambahan selain kordinat lokasinya?"
Leo di dalam layar monitor menggeleng lemah. "Aku akan berusaha segera menemukan informasi lain, Nyonya. Namun sekarang memang hanya itu yang bisa disampaikan."
Kalya menatap Pietro dan Benigno yang duduk bersebrangan dengan Rodriguez. "Langkah apa yang sudah kalian lakukan untuk menemukan Jose?"
Pietro membuka suara. "Kami telah mengirimkan penembak jitu dan beberapa pengawal terlatih ke lokasi kordinat yang diberikan oleh Leo. Namun kami juga mengantisipasi beberapa hal, jadi kami menyebar mata-mata di beberapa titik yang siap menerima perintah kapan saja dalam radius kurang dari dua kilometer dari lokasi yang kami curigai sebagai basis."
Kalya menghela nafas berat. Hatinya mendadak nyeri mengingat Jose anaknya. "Apakah anaknya kelaparan? Apakah Josenya sedang ketakutan sekarang?" Segera ditepisnya perasaan melankolis yang mendadak melintas. Dia harus kuat. Dia harus mampu berpikir jernih untuk bisa menarik benang merah dari kekusutan ini.
"Carlotta, kirim semua data terupdate mengenai client kita juga partner bisnis kita. Aku ingin semuanya berada di mejaku paling telat nanti malam pukul delapan. Soft copy juga kirimkan melalui email pribadiku. Dan besok, tolong siapkan semacam pengumuman resmi tentang kepergian Dimi di kantor pusat. Pengumuman ini harus bersifat tertutup. Atur agar semua key person bisa hadir pada virtual meeting pukul 9.30 waktu Napoli Italia. Yang berada di zona waktu lain harap segera menyesuaikan diri. Aku yang akan memimpin rapatnya."
"Baik, Nyonya Kalya." Carlotta menjawab sigap. Namun kepalanya dipenuhi dengan berjuta beban pekerjaan yang diyakini akan menghujaninya selama beberapa minggu ke depan. Kematian Tuan Matteo belum tuntas penyelidikannya, lalu disusul dengan kepergian Tuan Dimitri, meskipun dirinya memiliki enam orang asisten yang mewakili setiap bisnis di setiap benua, tetap saja hal-hal krusial dan bersifat rahasia harus dia yang mengerjakannya. Namun Carlotta tidak memiliki pilihan, itu sudah menjadi tugas serta tanggung jawabnya. Toh selama ini Tuan Matteo dan Tuan Dimi selalu baik padanya. Jadi dia sama sekali tidak keberatan untuk bekerja lembur.
"Meeting ditutup sampai di sini. Kalian aku beri akses khusus untuk menghubungiku selama dua puluh empat jam melalui jalur dua, khusus untuk setiap informasi terkait keberadaan Jose, perpindahan saham, pembeli saham, pergerakan stock market lebih dari 100 point per menit." Lalu Kalya menatap Rodriguez dan berbisik, namun cukup bisa terdengar oleh Pietro dan Benigno, bahkan Carlotta, Leo dan Javer juga mendengarnya melalui earphone. "Juga informasi tentang Paman Romelio. Aku ingin update terbaru jam berapapun kalian mendapatkannya."
Semua orang tahu, bahwa paman Romelio tidak pernah menyukai Kalya, terlebih lagi sejak kelahiran Jose. Namun perang dingin antara paman Romelio dan Kalya tidak terlalu kelihatan, sebab keduanya sangat mampu memainkan peran sebagai keluarga harmonis dihadapan semua orang, kecuali mereka yang sungguh-sungguh dekat, tidak akan bisa menyadari perang dingin diantara keduanya.
Kalya melangkah meninggalkan ruangan, sekuat tenaga dia melangkah dengan anggun, begitu tiba di kamarnya, Kalya langsung menjatuhkan dirinya di kasur, membuka kaca matanya, dan membiarkan air mata mengalir deras melewati pipi dan membasahi sprei disekitarnya.
"Menangislah Kalya, menangislah hingga kamu lelah. Tidak perduli berapa banyak waktu yang kamu butuhkan untuk menangis, lakukan saja! Tetapi pastikan, hanya kamu seorang yang boleh tahu, seberapa hancur dirimu!" Kalya bermonolog dalam hatinya. Dia harus mampu menguatkan dirinya sendiri. Sebab dia tahu, dihadapannya terbentang perang maha dahsyat yang harus dihadapinya. Dia harus siap dengan segala kemungkinan terburuk. Namun dia tidak boleh menyerah, terutama untuk bisa menemukan Jose.
