Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

3. Makan Malam Yang Gila

Chapter 3

Makan Malam Yang Gila.

Rosie rasa dalam hitungan menit ia bisa gila. Bagaimana tidak? Bukankah Vera—pelayan pribadi dari kediaman Orion—bilang ini makan malam? Tetapi rasanya Rosie yang dimakan.

Lagian ada apa sih dengan orang ini? Kenapa tatapannya seperti itu? Dia tidak tahu ya kalau sebenarnya Rosie itu lemah pada pria tampan? Kalau begini ia jadi tidak bisa mengutuk Cyan.

Pria itu sangat berdosa karena terlahir tampan.

Padahal penampilannya terbilang norak. Berapa sih usianya si grand duke ini?

Di buku sialan yang membawa nasib buruk bagi Rosie itu, Grand Duke Cyan Scal De Orion berusia sekitar 25 tahun. Pria itu punya rambut berwarna hitam dan bola mata hitam pekat. Dia punya tahi lalat di bawah mata kanannya dan punya tindikan di telinga kiri.

Dasar, pria norak yang tampan!

“Anu ... kenapa Anda melihat saya seperti itu?” tanya Rosie karena sudah tidak tahan dipelototi oleh Cyan. Andai mata pria itu memiliki kemampuan menembakkan laser, mungkin Rosie sudah mati lagi.

“Apa tempat duduknya tidak terlalu jauh?”

Rosie mengedip pada Cyan, melirik barisan kursi di sisi kirinya. Memangnya kenapa kalau Rosie menjaga jarak sebanyak 5 kursi? Kalau Cyan mau menyerangnya, Rosie masih sempat lari sebelum pria itu sampai. Yah, melempar pisau tidak termasuk. Karena sudah pasti akan tepat sasaran.

“Uhuk ... uhuk!” Rosie menutup mulutnya dengan kepalan tangan saat mengeluarkan sandiwara batuk terbaiknya, dengan sebelah mata mengintip pada Cyan. “Saya sedang flu, Yang Mulia. Saya takut Anda tertular.”

“Itu sebabnya kau pakai syal setebal itu?”

Rosie langsung memegang syal yang membelit lehernya begitu Cyan melihat, kemudian ia tersenyum. Padahal ia sudah memilih beberapa syal tebal dan membelitkan semua ke lehernya. Agar pisau bisa memantul jika mengenai lehernya.

“Saya sedang tidak sehat.”

“Padahal tadi kau berteriak dengan penuh semangat, ya. Sekarang sudah sakit saja.”

Cyan tiba-tiba berdiri dan berjalan ke arah Rosie.

Hei, hei, hei. Mau apa kau singa gila?

Rosie memejamkan mata saat Cyan sudah mendekatinya. Namun, setelah menunggu tidak juga ada rasa sakit karena pria itu akan membunuhnya. Yang ada hanya suara derit kursi yang ditarik.

Rosie membuka mata dan menemukan Cyan sudah duduk di dekatnya. Kalau tadi pria itu ada di kursi ujung meja bagian kiri. Sekarang pria itu benar-benar duduk di ujung sebelah kanan. Di sisi Rosie.

Di tempat ini ada dewanya tidak, sih? Tidak bisakah dia menyelamatkan Rosie?

“Pindahkan makanannya,” kata Cyan.

Para pelayan yang bertugas untuk mengawal makan malam ini bergerak untuk memindahkan semua makanan yang disiapkan ke sisi lainnya, tempat Cyan dan Rosie berada.

“Sudah tiga bulan,” kata Cyan.

Rosie mengangguk kuat berkali-kali sampai lehernya terasa akan copot. “Ha-harusnya Anda tidak usah menambah utang saya dengan memberikan kamar yang bagus, gaun-gaun dan perhiasan kalau Anda juga akan membunuh saya.”

“Membunuh?”

Rosie melotot. Tanpa sadar mengucapkan kalimat yang terlintas di kepalanya. Padahal tadinya ia pikir itu adalah kata yang hanya bisa diteriakan di kepala atau batinnya.

Rosie, kau mati lagi hari ini.

“Tidak ada yang mau membunuhmu, Nona Lowen.”

“Eh.” Rosie mengangkat kepalanya pada Cyan yang sama sekali tidak memberikan ekspresi apa pun. Wajah pria itu terlihat biasa saja sedari Rosie menginjakkan kaki di ruang makan. “Anda tidak akan membunuh saya?”

Cyan mengangguk. “Aku hanya ingin menyapamu. Sudah tiga bulan kau tinggal di sini dan aku belum menyapamu dengan baik sebagai tuan rumah.”

“Hehe.” Rosie mengeluarkan tertawa canggungnya. Itu antara perasaan lega dan tertekan. “Tidak usah, Yang Mulia. Anda tidak perlu menemui saya. Sungguh. Saya sangat berterima kasih sekali kalau Anda mengabaikan saya saja.”

“Nona,” tegur Vera yang berdiri tidak jauh dari kursi Cyan. Wajah pelayan itu seperti orang yang akan tertimpa musibah.

Barulah Rosie sadar bahwa orang-orang yang berada di ruangan itu semuanya melotot dan ternganga. Apa? Kenapa? Apa ada yang salah? Mereka semua terlihat syok dan cemas.

Rosie menelan ludahnya yang terasa keras saat kembali melihat pada Cyan.

Ini gila, kutuknya dalam hati. Ini sungguh makan malam paling gila yang pernah Rosie hadiri.

“Kau tahu bahwa aku selalu menjamu tamu dengan baik?”

Rosie mengangguk. Masa bodoh! Yang terpenting sekarang ia harus selamat keluar dari ruangan dengan tubuh dan nyawa yang utuh. Rosie tidak tahu apa pun tentang Cyan. Yang ia tahu pria itu adalah orang yang membunuh keluarga terakhirnya hanya karena terlalu bucin pada pemeran utama wanita.

Dasar, pria gila!

“Tamu?” Rosie menunjuk pada dirinya sendiri. “Saya pikir, saya ini tahanan.”

Cyan menghela napas. “Kau pikir aku akan membuatmu menanggung hutang si bodoh itu? Aku ini bukan orang jahat.”

Ya, ya, kau bukan orang jahat. Hanya orang kejam yang bodoh.

“Kau tidak makan?”

“Terima kasih atas perhatian Anda, Yang Mulia. Tapi saya tidak selera karena tidak enak badan.”

Heh, kau pikir saja sendiri. Mana ada orang bisa makan di suasana yang terasa mengancam ini.

Sungguh makan malam yang gila.

***

Cyan mengenakkan kemeja tidurnya, sementara Moch sedang merapikan baju yang dipakai saat makan malam. Tanpa sadar tiba-tiba Cyan tertawa saat memasangkan kancing kemejanya yang kedua.

Moch dengan wajah syok menoleh. Apa yang terjadi dengan majikannya?

Apa karena makan malam yang terasa tidak biasa itu Cyan jadi agak kurang normal malam ini?

“Y-yang Mulia?” tegur Moch. Moch agak sedikit khawatir karena Grand Duke Orion nyaris tidak pernah tertawa.

Cyan duduk di pinggiran tempat tidurnya, menunduk sambil menutupi wajah. “Dia benar-benar kelihatan sangat jauh dari pandangan publik.”

“Ya?”

Rosenante Catallena Lowen.

Saat melihatnya bersikap waspada begitu masuk ke ruang makan, Cyan tahu bahwa wanita itu pasti masih mengingat kejadian di mana ia mengacungkan pedang ke lehernya. Belum lagi ditambah penampilannya yang sembrono. Wanita itu malah mengenakkan beberapa lapis syal di leher dengan alasan kurang enak badan.

Cyan memang jarang pulang ke rumah karena harus menyelesaikan banyak pekerjaan di istana membantu putra mahkota. Namun, setidaknya dalam beberapa hari sekali ia akan pulang.

Kenapa sampai 3 bulan belum juga bisa bertemu dengan Rosenante padahal wanita itu tinggal di rumahnya? Alasannya selalu sama setiap kali Cyan pulang.

Rosenante selalu sakit.

Padahal setiap kali diundang makan malam, wanita itu beralasan sakit. Yah, Cyan tidak akan memaksanya datang kalau memang dia tidak mau. Tetapi tadi Rosenante datang. Mungkin karena Vera memaksanya.

Rosenante tidak terlihat sakit sama sekali. Apa kepribadiannya memang begitu, ya?

“Undang dia makan bersama setiap kali aku pulang,” kata Cyan saat menoleh pada Moch yang bergerak ke meja untuk menyalakan lilin aroma. “Aku suka reaksinya.”

“Jangan terlalu menggodanya begitu, Yang Mulia. Apa Anda tidak lihat dia seperti anjing yang ketakutan?”

“Justru itu yang menarik untuk dilihat,” kata Cyan.

Padahal saat datang ke kediaman Lowen, wanita itu memandang Cyan dengan mata kosong. Sosoknya persis seperti orang yang tidak punya semangat hidup sama sekali. Wanita yang ingin menyerah, tetapi tidak tahu caranya.

Saat itu Cyan bersimpati. Ada rasa kebencian ketika Rosenante dengan dingin bilang: “Anda sudah pernah melakukannya sekali, tidak jadi masalah untuk membunuh saya lagi.”

Kening Cyan berkerut. Apa maksud Rosenante saat itu ya?

Cyan ingin bertanya, sayangnya Brithney Lowen sudah berteriak menyerahkan adiknya itu.

“Sampaikan pada Skot untuk mencari tahu semua rumor tentang Rosenante sejak dia masuk ke pergaulan atas.”

“Baik, Yang Mulia.” Moch membungkuk sebagai tanda permisi. Tugasnya sudah selesai. “Ada lagi yang Anda butuhkan?”

“Saat kembali, beritahu pada koki bahwa besok Yang Mulia Pangeran akan datang.”

.

.

Original story by Viellaris Morgen

Rabu (13 Maret 2024)

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel