Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Pertama bagiku

Johan, orang yang menelepon Jaxx, terkekeh, “Ya. Tolong katakan ke Mr. Jaxx, apa yang bulat dan putih sangat ingin kupukul dan tidak mau ditinggalkan. Sepertinya pertemuan kita harus ditunda besok. Apakah tidak masalah untuk Mr. Jaxx?” 

 

Bill membekap ponsel dengan tangannya, “Si brengsek Johan menunda pertemuan kita karena sedang golf sekarang. Apa kita menyusulnya saja?” 

 

Jaxx tersenyum, “Katakan saja, kita mau bertemu besok, selamat bersenang-senang untuk hari ini, dan semoga mendapatkan poin sempurna golfnya.” 

 

“Apa?!” Bill seolah tak percaya dengan ucapan Jaxx. Meski begitu, dia mengatakan juga ucapan Jaxx sama persis ke Johan. 

 

Setelah telepon ditutup, Jaxx tersenyum lagi, “Tunggu saja di mobil, ada satu lukisan yang ingin kulihat, tidak lama. Kebetulan Johan membatalkan pertemuan ini, kan?” Jaxx balik kanan dan masuk kembali. 

 

Di kamar mandi, Erica menarik napas panjang dan dalam, “Dia sangat tampan sekali, suaranya berat, dan parfumnya harum. Bagaimana bisa ada pria setampan itu? Dia sempurna dan sekarang aku tidak akan pernah bertemu dengannya lagi.” Suara pintu terbuka, Erica mendongak, melihat pria tadi masuk kamar mandi wanita, dia langsung berbalik. 

 

“Kalau kau tidak sibuk, aku ingin bicara berdua denganmu, tentang apa yang sempat kau ucapkan tadi.” Jaxx menyudutkan Erica ke wastafel dan mengangkat gadis itu untuk di dudukkan di wastafel. Tangannya langsung meraba paha Erica dan menyentuh kain tipis yang ternyata setengah basah. 

 

“Tu-tunggu! Apa yang kamu lakukan?” Erica menahan tangan pria itu. 

 

Jaxx tersenyum, “Bukankah kita harus melihat hati? Terlebih dengan orang yang tertarik pada kita.” Jaxx memijit sejenak, menyisikan kain, dan bersiap memasukkan jemarinya. 

 

“To-tonggg, jangan, seperti itu.” Erica menggigit bibir bawahnya sendiri. Tangannya memegang pundak pria di depannya dan meremas juga. Tubuhnya aneh oleh tindakan itu. 

 

“Setahuku orang ke galeri seni untuk menikmati sebuah karya, bagaimana bisa milikmu sebasah ini? Kalau semua karena kau tertarik padaku, sepertinya aku harus bertanggung jawab. Bukankah ini sangat menyenangkan?” Jaxx bermain dengan jari tengah dan telunjuknya. 

 

Erica memejamkan mata rapat. Tak berani menatap mata itu. 

 

“Kenapa kau diam saja? Kau tidak ingin melakukan sesuatu?” Jaxx merasa senang menggoda Erica. 

 

“Ak-aku tidak, tahu, harus melakukan, apa.” 

 

Jaxx melebarkan kaki Erica dan menahan tengkuk. Saat Erica refleks mendongak, Jaxx memagut leher menggoda itu dan memberikan gigitan kecil di sana, “Apa kau sudah tahu harus melakukan apa sekarang?” 

 

“Aahh ... tolong, jangan begitu. Aahhhhh ....” Tubuh Erica mengejang dan dia tak pernah membayangkan akan membuat lantai di bawahnya basah. 

 

Jaxx malah membuka rok untuk memastikan apa yang ada di pikirannya, “Ini terlalu cepat. Apa ada yang salah dengan mahasiswa seni sepertimu? Apa kau sering melakukannya di rumah?” 

 

Erica menggeleng, “Aku ... ini ... pertama kalinya seseorang menyentuhku.” Erica menunduk. 

 

Jaxx tertawa dan menarik dagu Erica agar menatapnya lagi, “Itu tidak cukup untuk merayuku, Erica. Katakan hal lain lagi.” 

 

Erica yang masih terpesona dengan wajah tampan di depannya, tersenyum, “Tolong, buatlah ini lebih mudah untukku.” 

 

Jaxx langsung membalikkan Erica agar menghadap kaca dan memainkan jemarinya lagi. Tak hanya itu, bahkan miliknya pun digesekkan juga, dia tak percaya dengan gadis sok polos di depannya. Hingga saat gejolak muncul, Jaxx menarik Erica agar berlutut, dan membiarkan miliknya membasahi wajah Erica. “Apa ini menyenangkan buatmu?” ucapnya sambil membersihkan tangan. 

 

Erica malah memeluk pria itu dari belakang, “Siapa namamu?” 

 

Jaxx tersenyum, “Panggil aku Jaxx.” Mengeringkan tangan dan berbalik, “Pulanglah. Bukankah galeri akan tutup?” 

 

“Apa kita akan bertemu lagi setelah ini?” Melihat Jaxx bersiap pergi, Erica merasa sedih, tak rela rasanya. 

 

Jaxx tersenyum, “Bersihkan wajahmu. Aku tidak bisa menjanjikan apa pun padamu. Jadi, pulanglah sebelum kamu terkunci di sini.” Jaxx ke luar lebih dulu dan ke mobil. Melihat Abi dan Bill di luar mobil, dia tertawa dan masuk mobil lebih dulu, “Kalian di luar dari tadi?” 

 

Abi langsung menjalankan mobil, “Anda terlalu lama. Kami jadi kawatir.” 

 

Bill menambahkan, “Anda menikmati lukisan lebih detail dari kami. Lalu, kenapa Anda tidak setuju dengan Mr. Scott?” 

 

Jaxx tertawa, “Saat kita membeli lotre hanya dengan satu nomor saja, apakah kita akan menang?” 

 

Abi menggeleng, “Aku tidak yakin. Satu banding satu juta. Itu mustahil.” 

 

Bill mengangguk, “Kalau sampai menang, itu adalah keberuntungan yang luar biasa.” 

 

Jaxx tertawa lebih keras sambil menyulut rokok, “Berarti aku baru saja mendapatkan keberuntungan yang luar biasa.” Menghisap rokoknya lagi sambil terus mengingat wajah Erica. 

 

*** 

 

Esoknya ... Erica tak bisa fokus di kelas. Bayangan Jaxx, parfum, tangan, jemari, bahkan desahan itu seolah masih membuatnya terngiang. Pria tampan dan dewasa itu hanya mempermainkannya, apa di mata Jaxx dia masih belum cukup dewasa? Erica jadi kawatir, sepertinya Jaxx benar-benar tak tertarik padanya, dan dia tak akan pernah bertemu lagi dengan Jaxx. 

 

“Erica!” 

 

Menjingkat dan langsung menoleh ke dosen, “Maaf, Pak.” 

 

“Aku sudah dua kali bertanya padamu dan kamu hanya menjawabnya dengan maaf. Kalau pikiran kamu memang tidak di sini, kenapa kamu tidak mencari pikiranmu dulu?” 

 

Erica menunduk, “Maaf.” lirihnya lagi. 

 

“Nanti ikut saya ke kantor!” Setelah jam yang dimaksud tiba, dosen duduk dan menatap Erica tajam, “Ada apa denganmu, Erica?” 

 

“Maaf, Pak. Saya belum menemukan model untuk karya terakhir saya.” Sebagai mahasiswa semester akhir dari kelas seni murni, Erica ingin melukis dengan sempurna untuk nilai yang sempurna juga, dan karena itu pula dia tak ingin mengambil model asal-asalan. Pertama kali bertemu Jaxx, Erica sudah terkesima dengan kerupawanannya, dan sekarang dia tidak tahu harus bagaimana kalau ingin membuat Jaxx menjadi modelnya. 

 

Dosen berdiri, mengusap pundak Erica, dan menunduk untuk berbisik, “Aku bisa mencarikanmu model. Jangan pikirkan biayanya, kamu bisa cerita kalau kesulitan, aku hanya ingin yang terbaik untukmu.” Turun untuk mengusap-usap punggung Erica. 

 

Merasa risi, Erica meraih tangan dosen agar berhenti mengusap punggungnya, “Terima kasih, Pak. Saya sudah memiliki pandangan, hanya saja saya belum berbicara padanya, terima kasih atas perhatian Bapak.” 

 

Dosen pun tertawa, “Aku senang dengan mahasiswa gigih sepertimu. Kamu cantik dan berbakat. Aku ingin suatu saat nanti melihat karyamu berjajar dengan karya luar biasa lainnya, berjajar dengan karya seniman terkenal, karena itulah, jangan sungkan minta tolong, Erica.” Dosen kembali mengusap punggung Erica, “Aku pasti akan membantu sebisaku. Katakan saja.” 

 

Erica tersenyum dan menyisikan tangan dosennya lagi, “Terima kasih, Pak.” 

 

Di tempat lain ... Abi baru saja menarik rem tangan, Bill langsung turun bersama tas besar, sedangkan Jaxx menyulut rokoknya dulu sebelum turun. “Ayo!” Langsung mengajak dua anak buahnya masuk untuk bertemu dengan Johan. 

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel