Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 Aku Buruk Rupa? Kalian Buta?!

Mata Qi Xinzhi langsung melebar, giginya dikatupkan erat-erat dalam kemarahan. Yun Ranfeng jelas-jelas sengaja tapi tadi dia sama sekali tidak mengerahkan tenaga!

Yun Ranfeng diam-diam mencibir dalam hati. Bermain trik? Siapa tak bisa?

Qi Xinzhi menggeleng keras, lalu membela diri, "T-tidak! Bukan aku, Kakak salah paham. Aku sama sekali tidak berniat menyakiti Kakak..."

Saat dia bergerak, cadar merah di kepalanya tiba-tiba terlepas dan wajahnya yang cantik, tajam, dan memesona terlihat jelas. Kekhawatirannya membuat ekspresinya tampak lembut dan cemas, seperti bunga pir yang basah oleh hujan, membuat siapa pun yang melihatnya langsung terpikat dan iba.

Di tengah keheningan yang tiba-tiba menyelimuti aula, Qi Xinzhi mendongak dengan lemah, air mata mengalir perlahan di pipinya yang mulus, "Kakak... sungguh, aku tidak mendorongmu..."

Penampilannya yang rapuh bagai dahan willow tertiup angin, kecantikannya bahkan langsung membangkitkan rasa belas kasihan para tamu.

Orang selembut ini, mana mungkin menyerang orang lain? Selir Samping ini jelas cantik dan baik hati jangan-jangan justru Permaisuri yang buruk rupa sedang bermain sandiwara?

Yun Ranfeng merasakan perubahan halus dalam tatapan para tamu. Hatinya berat, namun dia tetap bangkit perlahan, membusungkan punggung, lalu dengan tenang mengangkat satu tangan di depan umum di punggung tangannya yang putih dan halus, terlihat memar kebiruan yang mencolok, seolah baru saja dipukul benda berat.

Pandangan semua orang mengikuti gerakannya, lalu tertuju pada memar itu. Sekilas, lalu tanpa sadar beralih ke arah dupa besar yang tergeletak di lantai, hasil hantaman meja altar tadi. Serentak, mereka menahan napas.

Pasti sakit?

Alis Yun Ranfeng mengerut lemah. Meski wajahnya masih tertutup cadar dan ekspresinya tak terbaca, suaranya tiba-tiba berubah menjadi duka yang menusuk, "Adik Selir... Kamu tentu tidak akan berkata, bahwa aku sengaja melukai tanganku sendiri, lalu menuduhmu, bukan?"

"Kakak! Aku tidak bilang begitu!" Qi Xinzhi menarik napas dalam-dalam, lalu bergegas mendekat dan meraih tangan Yun Ranfeng. "Tangan Kakak terluka? Biar aku lihat!"

Namun, saat dia berkata demikian, tangannya diam-diam mencengkeram ujung cadar Yun Ranfeng. Dia harus membuka wajah buruk rupa wanita rendahan ini. Memperlihatkan pada semua orang bahwa hanya dirinyalah, Qi Xinzhi, yang layak mendampingi kakak seperguruannya.

Yun Ranfeng tersenyum dingin dalam hati. Masih mencoba? Kalau Selir ini memang ingin mempermalukan diri sendiri—baiklah, aku bantu saja!

Qi Xinzhi sama sekali tak sadar telah masuk perangkap. Tiba-tiba, dia berpura-pura tersandung sambil menarik cadar Yun Ranfeng dengan sekuat tenaga.

Cadar itu terlepas.

Mata Qi Xinzhi berbinar kemenangan dia tak sabar ingin melihat Yun Ranfeng menutup wajahnya dalam rasa malu, lalu dihujani cemoohan para tamu.

"Ma-maafkan aku! Aku tidak bermaksud..." Qi Xinzhi berpura-pura menyesal, wajahnya penuh penyesalan palsu. Namun begitu matanya menatap wajah Yun Ranfeng di balik cadar yang jatuh, semua senyumnya membeku.

Ini... ini mustahil!

Matanya membelalak ketakutan, tubuhnya membeku seperti patung. Bahkan cadar yang masih dipegangnya terlepas tanpa dia sadari.

Aula yang tadi masih riuh oleh bisik-bisik, kini seakan terkena mantra. Sunyi senyap, hingga suara jatuhnya jarum pun terdengar.

Yun Ranfeng menatap mata Qi Xinzhi yang penuh keterkejutan hingga nyaris gila. Lalu perlahan, di tengah keterpakuannya, dia mengangkat sudut bibirnya, ekspresinya penuh keangkuhan dan tantangan terbuka.

Sebelumnya, di laboratorium, setelah menghilangkan tanda lahirnya, dia secara tidak sengaja menemukan tas rias kecil yang selalu dibawanya di kehidupan sebelumnya. Tak tahan godaan, dia pun merias wajah dengan riasan alami yang sangat halus. Makeup ala modern yang disebut "no-makeup makeup".

Produk kosmetik era modern, tentu jauh melampaui bedak dan lipstik kasar buatan tangan zaman ini. Bahkan setelah dirias, di mata orang lain, wajahnya tetap terlihat tanpa riasan sedikit pun.

Sementara itu, Qi Xinzhi justru memakai riasan tebal. Wajahnya jelas hasil dempulan bedak dan lipstik berlapis-lapis...

Mata Yun Ranfeng berkilat puas. *Sekarang, kalian, orang-orang zaman kuno, rasakanlah kehebatan "wajah tanpa riasan" versi modern.

Para tamu terpana menatap Yun Ranfeng, lalu tanpa sadar melirik Qi Xinzhi. Sebelumnya, mereka terpukau oleh kecantikan Selir Samping. Namun kini, dengan Permaisuri sebagai pembanding, perbedaan langsung terlihat jelas.

Wajah Permaisuri benar-benar tanpa riasan, namun bibirnya merah alami, kulitnya putih mulus bak giok, kecantikannya murni dan menyatu dengan keanggunan bawaannya. Bahkan sebelum wajahnya terlihat, aura keanggunannya sudah terasa. Kini setelah memperlihatkan wajah aslinya, semua orang langsung paham inilah yang disebut keindahan yang memesona seluruh kota, kecantikan yang menyilaukan zaman.

Wajah Qi Xinzhi langsung pucat pasi. Kebanggaan yang baru saja memenuhi dadanya kini berubah menjadi bahan tertawaan. Rasanya seperti wajahnya baru saja ditampar keras, panas dan perih.

Xiao Jinming mengerutkan dahi dalam-dalam. Pandangannya ke arah Yun Ranfeng berubah gelap dia jelas ingat, wajah Yun Ranfeng semalam bukan seperti ini.

Yun Ranfeng diam-diam mengamati reaksi semua orang di sekitarnya, lalu puas mengangguk. Baru setelah keheningan yang nyaris menggantung itu, dia membuka mulut, "Sudah cukup. Hari ini kita akhiri di sini saja."

Dia mengulurkan tangan ke arah pelayan yang masih terpaku seperti patung, lalu berkata dengan murah hati, "Agar tangan ini tidak benar-benar rusak, secangkir teh dari Selir Samping ini... biar aku saja yang minum."

Sambil berkata demikian, Yun Ranfeng menerima cangkir teh dari pelayan, lalu berpura-pura menyesap sekilas. Setelah meletakkannya kembali, dia baru menatap Xiao Jinming.

Xiao Jinming menatap balik. Matanya yang dingin nyaris membeku menjadi zat padat.

Namun yang mengejutkan Yun Ranfeng hanya tersenyum panjang dan bermakna ke arahnya, lalu berbalik dan melangkah pergi dengan angkuh. Punggungnya tegak dan mantap, seolah ingin berkata, Aku datang mengacau pesta pernikahan ini... memang benar-benar hanya untuk minum secangkir teh saja.

Wajah Xiao Jinming gelap seperti air keruh. Dia tak mau berpikir lebih jauh, lalu hanya memerintahkan, "Lanjutkan upacara."

Setelah upacara selesai dan Xiao Jinming menyelesaikan sapaan kepada para tamu, dia segera menuju kediaman Qi Xinzhi. Begitu masuk, yang dilihatnya adalah adik seperguruannya yang seperti orang gila sedang menggaruk seluruh tubuhnya sambil meraung, "Gatal... sangat gatal... aku tidak tahan lagi..."

Xiao Jinming langsung memerintahkan memanggil tabib kediaman. Namun setelah memeriksa nadi Qi Xinzhi, sang tabib justru berkata, "Tubuh Selir Samping sehat... tidak ada kelainan..."

Xiao Jinming langsung tertawa dingin, matanya menyala amarah, "Buka lebar-lebar matamu yang buta itu! Apakah ini tampak seperti 'tak ada kelainan'?!"

Wajah tabib itu langsung pucat. Dalam sekejap, dia jatuh berlutut, tubuhnya gemetar, "Hamba bodoh... Yang Mulia, ampuni... ampuni hamba..."

Tiba-tiba, dari sudut ruangan, terdengar suara tajam, "Yang Mulia... ini pasti ulah Permaisuri! Hamba melihat dengan mata kepala sendiri dia memberi racun kepada Selir Samping! Dia pasti iri karena Selir Samping begitu dicintai dan dihargai oleh Yang Mulia!"

Wajah Xiao Jinming menjadi suram. Meski curiga pada Yun Ranfeng mulai muncul, dia tak serta-merta terbawa emosi. Matanya yang tajam menatap pelayan itu, suaranya berat dan menakutkan, "Kalau tadi kamu sudah melihat, mengapa tidak langsung laporkan?"

Pelayan itu bernama Ding Dang.

Dia langsung jatuh berlutut dengan suara "duk!", lalu bergegas membela diri, "Hamba... hamba takut! Lagi pula, dia adalah Permaisuri Pangeran..."

Qi Xinzhi saling bertukar pandang cemas dengan Ding Dang, lalu menggigit bibir, berkata dengan suara kecil dan hati-hati, "Kakak seperguruan... aku juga tidak ingin menuduh Kakak. Tapi hari ini, yang sempat mendekatiku hanya Kakak dan Kakak Permaisuri..."

Xiao Jinming tetap diam. Ingatannya kembali pada cara Yun Ranfeng mengacau pesta namun hanya minum secangkir teh lalu pergi begitu saja. Terlebih, tatapan dan senyum yang diberikannya sebelum pergi...

Jelas-jelas sebuah tantangan terbuka kepadanya!

Setelah pikirannya jernih, wajahnya menjadi muram bagai badai yang akan segera tiba. Seluruh tubuhnya memancarkan aura yang membuat orang lain gemetar ketakutan, "Aku akan pergi mencari penawarnya!"

Melihat itu, sang tabib langsung mengangkat kotak obatnya, lalu mengejar Xiao Jinming dengan tergopoh-gopoh.

Tinggallah Qi Xinzhi dan Ding Dang yang saling menatap lalu tersenyum puas.

Qi Xinzhi menatap Ding Dang dengan penuh penghargaan, "Kerja bagus."

Ding Dang langsung longgar, lalu tersenyum menjilat, membungkuk rendah, "Semua berkat ajaran Nyonya!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel