Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Alibi Andai Aku Bodoh

Bab 3 Alibi Andai Aku Bodoh

Seakan tidak mendengar ketukan pintu dari Garda, Margo dengan santainya mendendangkan lagu 'Umbrella' sambil mengeluarkan kapsul kuning ke dalam toilet duduk berwarna putih gading, di mana warna itu selaras dengan warna dindingnya. Dinding toilet yang juga berwarna putih gading itu menjadi saksi betapa pasangan suami istri tersebut sedang sama-sama bergemuruh dadanya.

"Sayang, masih lama?" kata Garda sambil melirik jam dinding yang terpasang di walk in closet.

"Hmmm," ujar Margo samar, dia kembali asyik dengan aktivitasnya.

Garda mengamati jam dinding itu lagi, "Sudah lima belas menit!" kicaunya jengah, jam berbentuk gitar itu menggantung sempurna, tepatnya di atas sebuah cermin besar yang tingginya hampir dua meter berbentuk persegi panjang terbalik. Gusar, lelaki bertubuh gempal itu lalu bercermin di depannya, meraih dagunya yang terlihat kotak.

"Apa wajahku sungguh-sungguh tak bisa menutupi kebohongan yang kulakukan?" gumam Garda pada bayangan yang sedang menatap dirinya curiga di dalam cermin.

"Kamu memang bodoh, pria yang tak pandai berbohong dan kamulah yang mandul!" olok bayangan Garda.

Garda terperangah, jantungnya berdegup kencang, dia lalu memegangi dada kirinya, "Apa itu tadi halusinasi?" gumamnya menggeleng cepat.

"Ccck, kamu mau ke kamar mandi, 'kan?" kata Margo memandang Garda seolah-olah menelanjangi suaminya.

Garda berjengit, dia mengeratkan giginya yang rapi, akibat sangat terkejut, tubuhnya hampir oleng ke belakang, tapi dia masih mampu bertahan dengan bertumpu pada ujung jari kaki yang disepak ke belakang.

"Dasar, kamu ngompol!" olok Margo yang melihat peta basah di area selangkangan Garda, tak banyak namun, cukup kentara.

"Hah, aku ..." elak Garda lalu melihat ke arah pusakanya itu. Menyadari hal tak baik tersebut, Garda lalu terbirit ke kamar mandi untuk pipis sekaligus buang air besar.

"Suara 'pretett-tetett-tettt' kamu pasti makan terlalu pedas ya, Garda!" ejek Margo mendengar bunyi derit yang dia sangat yakini keluar dari dubur milik Garda.

Margo memang suka iseng, termasuk kali ini menempelkan telinganya pada pintu toilet.

"Pergi sana! Kamu memengaruhi privasiku!" sergah Garda dengan wajah yang dikerut-kerutkan sedemikian rupa dengan tenaga maksimal untuk mengeluarkan seluruh isi perutnya.

Margo menggoyang-goyangkan kepalanya, melangkah santai ke ruang TV yang di sana dihamparkan karpet bulu bermotif kulit harimau.

Tangan kurusnya menekan tombol power pada sisi bagian bawah TV, dipilihnya acara-acara yang menurut perempuan beralis lengkung serupa bulan sabit itu dengan malas.

"Azab, drama, acara masak, acara gosip, acara santet, acara hipnotis, dan kartun! Aha ...!" serunya lalu meletakkan remote di atas meja kaca yang diberikan sentuhan sebuah hiasan gerabah berbentuk kucing mengangkat tangan kanannya di atas meja kaca bening tersebut.

Margo memakan kacang kulit panggang di dalam kemasan pabrik itu dengan tanpa mengupasnya menggunakan tangan, dia lihai mengupas kulit kacang tanah hanya dengan mulutnya yang berbibir tipis. Ajaibnya, kulit-kulit tersebut dia sembur tepat di atas tempat sampah yang mematung cantik di dekat kaki kirinya yang menjuntai.

"Hmmm, kamu yakin akan nonton kartun Spongebobs itu tanpa tidur?" kata Garda yang tiba-tiba datang dan memeluk leher Margo dari belakang, untung Margo sedang duduk tegak di atas sofa malas berukuran besar itu, jadi suaminya masih mampu merengkuh leher jenjangnya.

Margo tak berkutik. "Shitt, kenapa napasnya wangi!" keluhnya lirih tanpa mampu didengar oleh Garda.

"Ayo kita bermain masak-masakan!" ajak Garda berbisik pada telinga Margo yang mengenakan hiasan telinga berbentuk kancing baju dengan warna merah tua, sehingga menimbulkan kesan sangat unik di telinga putih itu.

"Aku sedang tidak ingin main!" tolak Margo mendesah lemah.

Seketika Garda memanyunkan bibir tebalnya, lalu duduk di samping Margo dan mengambil kacang-kacang itu dengan menjumputnya asal tanpa mengupasnya. Benar, Garda memakan kacang kulit itu bersama kulit-kulitnya.

Margo melotot memandangi suaminya dengan tatapan horor. Merasa tak tahan, akhirnya Margo menepuk wajah Garda.

"Heiii, apa yang kamu lakukan, Garda? Kulit kacang tak bersalah pun kamu makan!" sergahnya memaksa suaminya untuk membuka mulut, tanpa jijik Margo mengambil kacang beserta kulitnya yang masih tersisa di dalam lidah Garda.

Garda diam tanpa perlawanan, matanya menatap Margo dengan tatapan nanar seakan mengiris lawan yang dipandang, tetapi sebenarnya hatinyalah yang teriris. Darah Garda berdesir, dia merasa tidak nyaman akan kebohongan yang dilakukannya.

'Kenapa Margo semanis ini? Kenapa Margo sebaik ini?' tanyanya dalam hati.

"Kamu tidak boleh menirukan gaya makanku, Garda! Kamu kan dibesarkan dalam keluarga yang baik, lingkungan yang baik, cara makan yang baik. Kamu adalah suamiku, jangan pernah berpikir untuk menirukan apa yang kulakukan, apalagi jika kamu tak bisa melakukannya dengan sempurna. Ini peringatan terakhir, jangan makan kacang beserta kulitnya! Ingat aku tidak akan membiarkan kamu melakukannya lagi, atau jika kamu melakukannya, aku akan pergi dari rumah!" ancam Margo yang bagi Garda adalah serupa nyanyian, bahkan simfoni yang selalu sama, Margo selalu mengulangnya.

'Cerewetnya kamu, Margo!' gumam Garda dalam hati sambil terus memandangi Margo dengan tanpa memedulikan hal lain.

"Adowwww!" pekik Garda saat dengan usilnya, Margo menarik lidah Garda yang berbentuk panjang, lebar, dan tebal.

"Apa yang kamu pikirkan? Kamu tidak mendengarku, 'kan? Kenapa cuma diam saja, hah?" tanya Margo kesal.

"Aku hanya tak menyangka, kamu masih saja secerewet itu, hanya gara-gara melihat kulit kacang di dalam mulutku!" ujar Garda datar.

"Apa ... kamu bilang 'hanya', Garda? Aku khawatir padamu, bodoh!" olok Margo menoyor kepala Garda agar segera sadar dari mabuk yang entah itu.

"Kamu khawatirkan aku, karena aku adalah suamimu, 'kan?" tanya Garda menaikkan alisnya yang lumayan tebal dan terlihat tidak teratur.

"Hmmm," balas Margo malas.

"Ayolah, katakan sesuatu yang panjang lagi, aku siap mendengarnya!" pinta Garda meletakkan bantal putih empuk di atas pangkuannya, dia duduk bersila serupa anak manis yang menunggu pendongeng.

Margo enggan menoleh, dia sibuk menghadap TV dan melihat betapa percaya dirinya si kotak kuning yang memiliki tubuh berongga itu.

'Ayo kita rayu Squitward dengan musik!' gumam Margo menirukan si spons kuning dengan membasahi bibirnya yang tipis.

Melihat Margo melakukan pembasahan dua benda kenyal berwarna dusty pink tersebut, membuat sesuatu dalam diri Garda bergetar hebat.

"Kamu marah?" tebak Garda menempelkan kepalanya pada bahu yang tulang selangkanya begitu mencuat itu, tersebab Margo hanya mengenakan tank top hitam polos dengan tali bra berwarna merah menyala yang terlihat sangat kontras dengan kulit putihnya.

Margo enggan menoleh, dia terus saja menirukan apa yang dibicarakan spons kuning berongga di dalam TV, "Andai aku bisa sepenuhnya bisa menjadi si kotak kuning!" gumam Margo tersenyum kecut.

"Hah, kamu bahkan merasa iri dengan makhluk bodoh yang selalu tertawa itu?" tanya Garda yang sontak membuat Margo menoleh padanya.

"Selamat, karena kamu mengatakan hal yang luar biasa!" ucap Margo lalu berbalik menonton TV kembali.

Bukan main, degup jantung Garda yang bergerak naik turun itu. Alat pemompa darah tersebut seakan baru saja di-charger dengan pengisi daya yang bertekanan amat besar.

Garda bergeming, kakinya sedikit bergetar, lalu dia menjuntaikan kakinya dan turut mengamati tingkah laku spons kuning di dalam layar kaca berukuran dua puluh satu inci yang berdiri kokoh di samping sebuah speaker berwarna perak miliknya.

"Apa yang kamu sukai dari spons kuning itu?" tanya Garda dengan nada angkuh namun, dilandai-landaikan.

"Coba perhatikan, dia selalu bahagia!" pinta Margo tanpa menoleh pada Garda.

Garda merentangkan tangannya lalu mengeratkan jemari berbuku tegas miliknya dan memeluk satu lututnya, sorot mata hitam Garda memanjang pada TV yang menampilkan adegan gila spons kuning tengah berpelukan dengan sahabatnya yang bertubuh gendut serupa bintang laut yang mengenakan celana pantai.

"Ah, aku tak mengerti!" kata Garda cepat lalu menghempaskan tubuhnya bersandar pada sofa malas bersarung beludru hijau di ruang TV bercat putih tulang itu.

"Orang yang berbohong memang tidak akan mengerti kalau kebohongan itu adalah perenggut sesuatu dalam hatinya kok!" komentar Margo lalu meneguk air putih dalam gelas kaca berukuran jumbo di atas meja kaca.

"Hmmm, kita sedang membahas spons kuning!" kata Garda memperingatkan, meski sesuatu dalam hatinya terasa sedang berongga alias tidak utuh.

"Aku iri dengan kebodohan spons kuning, dia bisa selalu bahagia seperti itu!" tukas Margo cepat.

"Itu karena dia bodoh!" sergah Garda mengambil rambut Margo yang menutupi sebagian wajah dan menempatkannya di belakang telinga.

"Sayang, aku tidak bodoh!" sambar Margo dengan mata berkilat dan memandang nyalang pada Garda.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel