Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

2.TERBAYANG TUBUH MOLEK (POV REY)

Membayangkan tubuh molek tante Aina dan tante Aini membuat ku merasa tidak kuat menahan birahi. Aku benar-benar menyukai wanita seperti itu, entah kenapa aku bisa menyukai wanita yang lebih tua dari ku.

Tapi aku harus menyadari, kedua perempuan itu memang istimewa, meski usianya lebih tua dariku, namun tante Aini dan tante Aina sangat cantik, wajah mereka benar-benar membuat lelaki yang melihatnya langsung jatuh hati. Aku tidak menyangka ayahku bisa mendapatkan dua perempuan sekaligus, bikin aku iri aja.

Dari situ lah aku mulai berpikir, dan sepertinya aku harus menyetujui ayahku untuk menikah dengan dua perempuan itu. Karena jika tidak, aku tidak akan bisa dekat dengan tante Aina dan tante Aini. Biarlah mereka menjadi ibu tiri ku. Karena jika sudah menjadi ibu buat aku. Di situ aku bisa manja-manja sama mereka.

Wajah cantik itu dan tubuh molek itu terus terbayang-bayang dalam pikiran ku. Hingga tak terasa batang kejantanan ku mengeras dengan sendirinya. Di saat itu aku berusaha untuk membuang jauh-jauh pikiran kotor itu, namun tetap saja, hal itu tidak bisa aku lakukan. Batang kejantanan ku semakin lama semakin keras.

Aku benar-benar tidak kuat, aku sudah tidak kuat lagi menahan gejolak hasrat birahi yang ada dalam diriku, yang akhirnya aku menurunkan tangan ku, aku pegang batang kejantanan ku sambil mengelus-elus lembut.

"Uhhhhmmmm."

Aku merasakan nikmat ketika batang kejantanan ku dimainkan, aku kocok pelan-pelan sambil membayangkan tubuh molek kedua perempuan itu. Angan ku melayang, betapa nikmatnya jika sampai bisa merasakan kenikmatan dari mereka berdua. Di balik selimut yang menutupi tubuhku, aku terus mengocok batang kejantanan ku yang benar-benar sudah sangat keras.

Ketika aku benar-benar tengah menikmati hal itu, tiba-tiba saja aku dikagetkan dengan pintu kamar ku, yang seketika terbuka.

KLEK!

Sontak aku kaget dan langsung menghentikan aktivitasku. Saat itu terlihat mbak Eni yang masuk kedalam kamar ku. Dia menatap ku heran.

"Kamu kenapa, Den? Lagi sakit?" tanya pembantuku itu.

Mbak Eni terlihat khawatir karena melihat aku yang sedang berselimut.

"Enggak, Mbak. Gak apa-apa kok," ucapku berusaha terlihat biasa saja.

Aku berusaha menyembunyikan batang kejantanan ku yang sedang berdiri tegak. Aku juga heran kenapa mbak Eni masuk lagi ke dalam kamar ku.

"O iya, Mbak. Ada apa?" tanyaku penasaran.

"Ini, mbak cuma mau bilang. Tadi bapak telfon ... Katanya bapak enggak pulang malam ini, bapak mau langsung lembur di kantor," jawab mbak Eni menjelaskan.

Aku terdiam sejenak, pikiranku sudah menebak kalau papah tidak lembur, pasti papah nginep di rumah perempuan itu. Enak banget papah bisa menikmati dua tubuh molek sekaligus.

"Den. Malah bengong."

Mbak Eni lagi-lagi mengagetkan ku, aku terperanjat dan ada rasa malu juga. Mbak Eni mengerutkan keningnya, ia terlihat aneh menatap ku.

"Kenapa sih, Den? Pake bengong begitu?"

"Enggak, Mbak. Ya udah kalo papah mau lembur sih, gak apa-apa," jawabku tersenyum.

Dari tadi aku masih berbaring dengan tubuh berselimut, hal itu mungkin yang membuat mbak Eni merasa aneh. Mbak Eni memang sangat perhatian, mungkin dia pikir aku sedang sakit hingga ia terus menanyakan tentang kondisi ku.

"Aku tidak lagi sakit, Mbak. Cuma pengen selimutan aja," ucapku meyakinkannya.

"Owh. Ya sudah, mbak ke sana yah. Nanti kalo mau apa-apa panggil mbak aja yah."

Mbak Eni benar-benar pembantu yang sangat perhatian. Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum, setelah itu mbak Eni langsung berjalan ke luar kamar ku. Aku menghela nafas panjang.

"Untung gak ketauan. Coba kalo ketahuan, bisa malu aku.

Karena takut jika mbak Eni tiba-tiba masuk lagi, akhirnya aku bergegas untuk turun dari tempat tidur lalu berjalan mendekati pintu untuk segera mengunci pintu itu. Setelah Pitu kamar itu di kunci aku benar-benar merasa bebas, dan aku pun bisa melanjutkan menghayal dua perempuan yang akan menjadi ibu tiri ku.

Pikirkan ku langsung tertuju ke kamar mandi, aku berinisiatif untuk melakukannya menggunakan sabun mandi supaya lebih licin dan nikmat. Tidak menunggu lama aku bergegas masuk ke dalam kamar mandi itu lalu membasahi batang kejantanan ku, aku usapkan sabun lalu mengocoknya pelan-pelan.

"Hmmmppp."

Ki ini rasanya lebih licin dan lebih nikmat, aku memejamkan mataku sambil terus membayangkan tubuh molek tante Aina dan tante Aini. Gerakan tanganku semakin lama semakin cepat, aku benar-benar menikmatinya. Namun saat itu ada satu hal yang bikin aku jengkel, tiba-tiba saja aku mendengar suara ketukan pintu.

TOK

TOK

TOK

Aku sedikit geram mendengar itu, aku sudah pastian pasti itu mbak Eni. Mau apa lagi coba, udah malem masih aja bolak-balik ke kamar ku.

"Den..."

Benar saja itu suaranya terdengar memanggil ku.

"Iya, Mbak ... Sebentar," teriak ku dari dalam kamar mandi.

Aku buru-buru membersihkan sabun yang ada di batang kemaluanku. Karena aku saat itu hanya memakai celana kolor pendek, hingga celana yang aku kenakan itu terlihat menyembul. Namun aku tidak memperdulikan itu, karena mbak Eni sudah memanggil dari tadi.

Yang akhirnya aku langsung membuka pintu kamar ku. Di situ aku mencoba mencoba supaya mbak Endi tidak melihat ke arah celana ku, karena hal itu bisa membuatku malu, belum lagi jika mbak Eni sampai bilang ke papah.

"Ada apa lagi, Mbak?" tanyaku heran.

"Ini mbak bikinin bubur kesukaan kamu, dimakan yah, mumpung masih anget," jawab mbak Eni memperlihatkan semangkuk bubur ayam.

"Owh, makasih yah, Mbak," ucapku sambil meraih bubur itu.

Saat itu mata mbak Eni melirik ke Ara bawah, dia melihat ke arah celana yang aku kenakan. Sumpah disitu aku malu banget, aku harap mbak Eni gak mikirin yang aneh-aneh.

"Den," ucapnya.

Ucapan mbak Eni membuatku kaget, terlebih lagi ia seolah senyum meledek menatapku.

"Kenapa, Mbak?" tanyaku heran.

"Kamu habis ngapain?" Mbak Eni malah balik nanya.

"Aku gak ngapa-ngapain, kenapa sih? Emang ada yang aneh, Mbak?" tanyaku berpura-pura tidak tahu.

"Owh, enggak. Pasti habis nonton film panas yah? Hayo ngaku," ledeknya.

Saat itu aku benar-benar malu, ternyata benar mbak Eni mengetahui, dia suda menebak kalau aku sedang ereksi. Namun aku bersikeras mengelak.

"Enggak kok, dih ngarang," ucapku.

"Itu kok kayak tegang gitu," balas mbak Eni menunjuk.

"Ya ini sih wajar lah, Mbak. Kalo udaranya dingin ya gini, kan normal."

Aku berusaha membela diri, sedangkan mbak Eni hanya tertawa meledek ku.

"Iya sih. Ya udah di lanjutin yah, Den," ucapnya sambil tertawa kecil.

Mbak Eni bergegas meninggalkan aku. Aku terdiam, yang aku takutkan saat itu, aku takut jika mbak Eni bilang sama papah. Yang akhirnya aku buru-buru memanggilnya.

"Mbak."

Aku mengeraskan suara, mbak Eni pun menoleh ke arahku. Aku menyuruhnya supaya menghadap ku.

"Ada apa, Den?" tanya mbak Eni.

"Sini masuk, Mbak," ucapku.

Di situ aku langsung bilang sama mbak Eni supaya dia tidak menceritakan tentang ku terhadap papah.

"Ya mbak juga tahu lah, Den. Lagian mbak enggk mungkin lah bilang seperti itu," ucap mbak Eni.

"Iya siapa tau kan nanti mbak cerita kalo aku begini, begini," ucapku.

"Kamu tenang aja. Itu sih wajar, namanya juga orang normal ya wajar kalo melakukan itu."

Perkataan mbak Eni seketika membuat ku tenang.

"Emang udah keluar belum?" tanya mbak Eni yang seketika membuat ku terdiam kaget.

"Keluar apanya, Mbak?" Aku sedikit kebingungan dengan pertanyaan itu.

"Ya tadi kamu main sendiri kan? Udah muncrat belum tuh." Mbak Eni lagi-lagi meledek ku.

****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel