Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6. Bagaimana Bisa Kau di Sini?!

Setelah pertemuan warisan yang mengejutkan, suasana di rumah keluarga Redford berubah. Cordelia, yang sebelumnya dikurung di kamar, kini bebas berjalan di dalam rumah megah itu. Namun, kebebasan itu terasa hambar. Brittany dan Veronica tidak lagi melontarkan hinaan secara terang-terangan, tapi sikap dingin mereka lebih tajam daripada kata-kata. Cordelia merasa seperti orang asing di rumahnya sendiri.

Pagi itu, di ruang makan keluarga yang penuh dengan kemewahan tapi terasa dingin, Cordelia duduk sendirian, menatap secangkir teh di depannya. Hatinya masih berdebar memikirkan warisan yang secara tidak terduga jatuh ke tangannya. Bagaimana mungkin dia, yang tidak pernah diberi kesempatan untuk bersinar, kini harus memikul beban besar ini?

Brittany dan Veronica akhirnya memasuki ruangan, wajah mereka tampak tenang tapi penuh dengan maksud tersembunyi. Cordelia menegakkan punggungnya, berharap mungkin ini adalah awal dari hubungan baru dengan mereka. Cordelia berdiri canggung di ruang makan. Brittany dan Veronica duduk di depan meja dengan sikap angkuh, tatapan mereka dingin. Meskipun tidak lagi dikurung, suasana di rumah itu jauh dari nyaman.

“Mom … Kak Veronica …” Cordelia mulai dengan suara lemah, mencoba mencari kata yang tepat. “Aku ingin minta maaf. Aku tidak bermaksud—”

“Permintaan maafmu tidak ada gunanya,” potong Brittany dengan suara tajam. “Kita tidak bisa mengubah isi wasiat itu, dan yang lebih parah, kau telah menghancurkan kehormatan keluarga Redford.”

Veronica mengangguk setuju, menatap Cordelia dengan tatapan menghina. “Orang-orang melihatmu masuk ke hotel bersama pria tua. Kau sudah mempermalukan kita. Menjual diri seperti itu … bagaimana bisa kau sebodoh itu?”

Cordelia merasa sesak. “Itu tidak seperti yang kalian pikirkan. Aku diculik! Aku tidak mungkin—”

“Omong kosong! Berhenti melakukan pembelaan!” Brittany memotong lagi, suaranya semakin dingin. “Semua orang tahu apa yang mereka lihat. Kau bisa saja mengatakan apa saja, tapi kenyataannya tetap sama. Kau telah mempermalukan kami.”

Cordelia hampir menangis, suaranya gemetar saat dia mencoba lagi. “Tapi aku benar-benar diculik. Aku tidak mungkin menjual diri, aku—”

Veronica mendengkus, melipat tangannya. “Sudah cukup, Cordelia. Tidak ada yang akan percaya cerita dramatismu. Yang jelas, kau sudah menghancurkan citra keluarga ini. Sekarang kau harus bertanggung jawab.”

Cordelia mengerutkan kening, bingung. “Bertanggung jawab? Bertanggung jawab bagaimana?”

Brittany menyeringai dingin. “Kau akan memperbaiki citra kita. Datangi beberapa acara sosial kelas atas, bertemu dengan orang-orang penting, dan jelaskan bahwa kau tidak menjual diri. Berbaur, buat mereka percaya. Itu satu-satunya cara kau bisa menebus kesalahanmu.”

Veronica menambahkan, “Ini kesempatan untuk membuktikan dirimu. Jangan kecewakan kami lagi.”

Cordelia, meskipun hatinya remuk, merasa sedikit lega. Wanita itu berpikir, mungkin ini cara mereka memberinya kesempatan. “Aku akan melakukannya,” katanya pelan tapi yakin. “Aku akan memperbaiki semuanya. Aku berjanji.”

Brittany dan Veronica saling bertukar pandang dengan senyum tipis. Mereka tidak berkata apa-apa, tapi jelas bahwa mereka puas. Cordelia, yang begitu naif, merasa senang mendapat kesempatan dari ibu tiri dan kakaknya. Namun, dia belum menyadari permainan licik yang baru saja dimulai.

Setelah Cordelia pergi meninggalkan ruangan, senyum Brittany langsung hilang, digantikan oleh ekspresi dingin dan penuh perhitungan. “Dia terlalu bodoh,” gumam Brittany sambil menatap Veronica. “Besok dia akan menghancurkan dirinya di pesta, karena pandangan orang-orang, dan itu bisa jadi alasan bagus kenapa satu-satunya pewaris utama keluarga Redford ditemukan mati gantung diri.”

Veronica tertawa pelan. “Tentu saja. Perempuan itu selalu ingin mendapatkan persetujuan kita. Kita hanya perlu memberinya sedikit harapan, dan dia akan melakukan apa pun yang kita inginkan.”

“Setidaknya ini mempermudah kita untuk menyingkirkannya.” Brittany menyeringai dengan kejam

***

Malam itu, Cordelia hadir di pesta amal yang diadakan oleh keluarga Harson, salah satu keluarga terkaya di New York dan pemilik Harson Group. Bangunan megah yang dipenuhi kilauan lampu kristal dan dentingan gelas sampanye terlihat begitu indah, tapi atmosfirnya terasa dingin dan penuh kepura-puraan. Para tamu sosialita mengenakan pakaian terbaik mereka, sementara Cordelia, dengan gaun elegan berwarna gading yang dipilihkan oleh Brittany, mencoba untuk berbaur.

Saat Cordelia memasuki ruangan utama, suara musik lembut yang mengalun dan dentingan gelas sampanye yang saling bersulang seharusnya membawa kehangatan. Akan tetapi, bisik-bisik di sekitarnya semakin membuat napasnya sesak. Orang-orang berpaling ketika melihatnya, sebagian menyeringai, sebagian lagi hanya menatapnya dari atas ke bawah seolah dia adalah makhluk yang tak pantas berada di sana.

“Astaga, lihat siapa yang datang,” salah satu wanita berbisik kepada teman di sebelahnya, matanya menyipit penuh kebencian. “Bukankah itu Cordelia Redford? Yang katanya menjual diri demi harta warisan?”

“Iya, aku dengar dia masuk ke hotel dengan pria tua,” temannya menimpali dengan nada mengejek. “Memalukan sekali, ya? Keluarga Redford pasti sangat terhina.”

Cordelia bisa merasakan setiap kata yang dilontarkan seperti pisau tajam yang menyayat jiwanya. Dia mencoba berusaha tidak mendengarkan, tapi semakin lama, semakin banyak bisikan yang terdengar jelas di telinganya.

“Sungguh menyedihkan, anak seorang Carter Redford, tapi tingkahnya ... lebih mirip pelacur murahan,” seorang pria bergumam rendah kepada istrinya sambil melempar pandangan sinis ke arah Cordelia.

“Benar-benar mencoreng nama baik keluarga. Apa dia tidak punya rasa malu? Seharusnya dia tidak datang ke acara sosial seperti ini,” seorang wanita tua lainnya menyindir, matanya melirik Cordelia dengan jijik.

Cordelia berjalan semakin cepat, berharap bisa melarikan diri dari bisikan-bisikan penuh racun itu, tetapi langkah kakinya terasa berat. Telinganya dipenuhi dengan suara-suara jahat yang tak henti-hentinya menghakimi.

“Bayangkan, ayahnya meninggalkan seluruh warisan kepadanya, tapi lihat apa yang dia lakukan. Menjual diri? Oh, kalau Carter tahu, pasti dia akan malu setengah mati,” seorang pria paruh baya menambahkan dengan tawa menghina.

Cordelia berusaha menutup telinganya, tapi orang lain akan berbisik dengan intensitas yang sama. Dia bisa merasakan kulitnya terbakar oleh bisikan-bisikan yang menusuk itu. Setiap kali dia mencoba mendekati seseorang untuk berbicara, mereka tampak berpaling dengan jijik. Senyuman-senyuman yang seharusnya ramah berubah menjadi senyum sinis, sementara tawa-tawa kecil terdengar penuh ejekan.

Ini merupakan sesuatu fakta di mana kabar bohong telah tersebar. Sungguh, Cordelia tak tahu bagaimana bisa orang-orang di pesta ini mendengar kabar bohong itu. Pun memberikan penjelasan rasanya tak mungkin. Orang kerap menilai sembarangan dari apa yang dilihat, dan kerap tak mau mendengarkan penjelasan.

“Dia itu Cordelia Redford, kan? Yang kabarnya menjual diri?”

“Sungguh memalukan, pewaris keluarga terhormat tapi tingkahnya seperti itu!”

“Bayangkan, dengan siapa saja dia tidur demi mendapatkan warisan itu?”

“Apa? Jadi dia tidur dengan pria tua demi warisan?”

Cordelia berusaha keras untuk tidak menangis. Dia tidak mengerti mengapa mereka begitu kejam. Di balik senyum palsunya, hatinya berkecamuk, bertanya-tanya apa yang sudah mereka dengar dan bagaimana rumor itu bisa begitu merusak.

Setelah tak tahan lagi, Cordelia memutuskan untuk meninggalkan keramaian dan mencari ketenangan. Dia berjalan keluar menuju balkon yang sepi, berharap bisa menarik napas tanpa merasa tercekik oleh tatapan orang-orang di dalam.

Wanita itu memandang keluar, melihat pemandangan kota New York yang berkilauan di bawah cahaya bulan. Angin malam menyapu lembut wajahnya, memberikan sedikit ketenangan. Namun, ketenangan itu hanya bertahan sekejap.

“Tidak kusangka kau akan datang ke sini.” Sebuah suara yang dalam dan dingin memecah keheningan.

Tubuh Cordelia membeku. Suara itu begitu familiar. Dia perlahan menoleh, dan di sana, bersandar di pagar balkon dengan tatapan tajam—melihat sosok pria tampan bermata biru dingin. Pria itu kini menatapnya dengan penuh ejekan, sementara senyum tipis yang tidak bersahabat menghiasi wajahnya.

“Aku mencarimu ke mana-mana, tak kusangka kita justru bertemu di sini, Nona.” Tristan menyeringai penuh arti.

“K-kau … k-kau di sini? B-bagaimana bisa kau di sini?” Cordelia berbisik, suaranya bergetar, rasa takut langsung merayapi tubuhnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel