Bab 3
Setelah memuntahkan semua kue di dalam perutku di depan kloset, aku baru memiliki tenaga untuk duduk di atas lantai.
Aku membuka ponselku, kebetulan aku membaca notifikasi yang dikirim dari berita dunia hiburan.
#William dan Olivia berkencan di tengah malam
#Olivia mengakui hubungan asmaranya
#William dan Olivia bersekolah di SMA yang sama
Ternyata malam ini William tidak pulang karena sedang menemani Olivia.
William selalu selembut itu di depan Olivia, tapi tidak pernah menunjukkan sikap seperti ini di depanku.
Salah, aku menggeleng-geleng.
Dulu William juga pernah selembut ini padaku, kapan? Oh, sebelum dia menemui Olivia.
Di saat itu, semua orang mengira aku dan William akan menikah, bahkan aku sendiri yang berpikiran seperti itu.
Walaupun awalnya aku mendekati William karena memiliki tujuan yang lain, tapi pada akhirnya, aku juga benar-benar menyukainya.
Aku bahkan sudah berpikir, setelah aku berhasil menyelesaikan misi ini, aku mau tetap tinggal di dunia ini dan menemani William seumur hidup.
Tapi takdir mempermainkanku.
Olivia tiba-tiba muncul.
Indera keenam wanita memberitahuku, tatapan William ke arah Olivia sangat tidak biasa.
Tapi William memintaku untuk jangan berpikir terlalu jauh, dia bilang dia tidak akan menyukai wanita seperti Olivia.
Tapi kemudian, sambil memeluk Olivia, William memberiku peringatan, [Mia, kalau kamu berani melukai Olivia lagi, kita tidak akan bisa berteman lagi.]
William tidak melihat senyuman bangga di dalam mata Olivia, juga tidak melihat pergelangan kakiku yang sedang membengkak.
Karena luka yang kualami kali ini membuatku melewatkan audisi yang sangat penting.
Bagiku yang sangat memerlukan film ini untuk naik kelas, ini adalah pukulan yang sangat berat.
Aku tidak menyangka, pukulan yang lebih berat masih ada di belakang.
Sejak hari itu, tatapan William padaku selalu dipenuhi dengan rasa benci.
Perutku mulai bergejolak, tapi kali ini tidak ada yang bisa kumuntahkan.
Layar ponselku sudah mati dari tadi, dari layar yang gelap ini, aku bisa melihat wajahku yang sangat menyedihkan.
Bukankah sistem bilang menjadi orang baik tidak akan begitu melukaiku, tapi kenapa aku bisa sesakit hati ini?
