10 - Satu Sama!
Roland duduk di pojokan dengan selipan rokok di tangannya. Memandang hamparan laut yang begitu jernih nan menenangkan. Baginya, laut adalah obat terbaik untuk merehatkan sejenak beban pikirannya.
Pria itu kembali menghisap rokoknya dalam-dalam dan mengembuskan asapnya mengepul di depan wajahnya sendiri. Pria itu memegang sebuah tab mahal yang menampilkan grafik serta tabel omset penjualan bisnisnya yang baru saja dikirimkan asistennya lewat email.
Roland bukan tipe pria yang akan duduk manis di kursi putar dengan setelan jas hitam mewah serta berekspresi dingin saat berhadapan dengan karyawan serta rekanan bisnisnya. Pria itu lebih memilih untuk bekerja dari mana pun. Ia menyukai travelling, ia bahkan menyerahkan jabatan CEO pada orang lain, ia hanya ingin menjadi owner serta pemegang saham terbesar di masing-masing perusahaan yang ia inginkan.
Ia bersiul senang ketika melihat grafik penjualan kian naik dan cenderung stabil.
"Bisakah kau mencari informasi mengenai pulau yang menarik di Kepulauan Maladewa yang dijual?" Roland meminta asistennya untuk kembali mencari informasi tentang pulau yang ingin ia beli.
Pria yang berdiri di sampingnya itu mengangguk sambil menerima tab yang diberikan Roland. Billy, sang asisten segera melangkah pergi dari sana guna mencari informasi yang diminta bossnya.
Roland tersenyum bangga dan bahagia bersamaan sambil mengelus dagunya.
"Semua sudah aku miliki, aku muda, aku kaya dan aku bisa berfoya-foya sampai tua," gumam Roland.
"Tapi kau belum sempurna, Brother." Tepukan di pundak Roland membuat pria itu menoleh terkejut.
Matanya memicing kesal.
"Kau sialan! Mengagetkanku saja," umpat Roland lalu menyesapi whisky pelan-pelan.
Pria itu tersenyum dan menatap lurus ke depan memandang hamparan luas laut sambil bersedekap tangan di dada.
"Kau sudah dewasa, tidakkah kau berkeinginan untuk berumah tangga?" Pria yang tak lain adalah salah satu sahabat baik Roland yang bernama Matte.
Roland melirik Matte dan tertawa terbahak.
"Kenapa pertanyaan seperti itu kau ajukan padaku? Kenapa tidak kau tanyakan pada dirimu sendiri?" kata Roland bertanya balik.
Matte tersenyum tipis. "Bukankah kau tahu alasanku tidak menikah sampai usiaku hampir 32 tahun ini."
Roland memutar tubuhnya, menginjak puntung rokok dan berdiri menghadap Matte sepenuhnya dengan kedua tangan di kantong celana.
"Kau masih mengharapkan wanita bersuami? Sedangkan wanita itu sudah bahagia sekarang dengan kehidupannya? Aku rasa ada yang salah dengan hatimu," ucap Roland pada Matte.
Matte tertawa kecil mendengar ucapan Roland yang seakan lebih tepatnya ejekan.
"Kau bahkan tidak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta. Cinta yang sebenar-benarnya dan kau menyalahkan hatiku?"
"Aku bukan masih mengharapkannya, bahkan aku sudah mengikhlaskan dia berbahagia sekarang dengan keluarga kecilnya. Aku hanya belum bisa berdamai dengan hatiku sendiri yang dengan bodohnya melepaskan wanita yang sudah banyak berkorban dan lebih tepatnya berubah demi diriku. Aku menyesali semua itu, karena kenapa perasaanku hadir terlambat,"
"Jika aku bertemu lagi dengan wanita seperti itu, aku berjanji dengan diriku sendiri, tidak akan mengabaikan kehadirannya lagi. Aku terlalu gengsi dulu untuk mengakui perasaanku," jelas Matte panjang lebar.
Roland tertawa terbahak dan bertepuk tangan.
"Hiiiy! Kau seperti roman picisan. Aku tidak menyangka memiliki sahabat sepertimu," kata Roland sambil meredam tawanya.
"Kau sendiri? Kau benar-benar serius menjalin hubungan dengan salah satu maidmu itu? Katty?" tanya Matte dan seketika ekspresi Roland berubah datar.
"Katty sedang asyik bercinta dengan Teddy, kau yakin masih menginginkan wanita bekas pakai semua orang itu?" sarkas Matte.
Roland berjalan mendekati Matte dan menunjuk dada pria itu dengan telunjuknya dengan tatapan dingin.
"Semua itu bukan urusanmu. Aku tidak suka dikritik," desis Roland dan setelah mengatakan itu pria itu pergi menuju tempat keramaian.
Matte hanya diam menggeleng-gelengkan kepala tidak mengerti dengan isi kepala Roland saat ini. Kenapa pria itu lebih memilih maidnya yang sama seperti jalang dibanding wanita-wanita lainnya yang jauh lebih baik dari seorang Katty.
*****
Sally mematut penampilannya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ia benar-benar tidak menyangka jika make up murahan Amor dan baju butut entah merek apa yang dipakainya ini kepunyaan Amor, tetap bisa membuatnya tampil memukau.
Teman-teman satu profesi dengannya yang ikut dalam rombongan maid kapal pesiar terkagum-kagum melihat penampilan Sally.
Tidak hanya satu atau dua pujian yang Sally dapatkan, melainkan belasan orang memuji kecantikannya. Sally berjanji akan memberi Amor hadiah alat make up mahal miliknya suatu saat nanti. Wanita itu tidak boleh menyiakan bakat yang dimilikinya.
"Tidak akan ada yang percaya jika kau adalah salah satu pekerja di sini, Elley," ucap Amor sambil membenahi tatanan rambut Sally.
"Kau terlihat seperti majikan kami semua. Kau benar-benar cantik, kau seperti dewi. Rasanya sampai mulutku berbusa pun memujimu tidak akan cukup," kata Amor lagi.
Sally hanya tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya mendengar semua ucapan Amor.
"Baiklah, sekarang sudah selesai dan kau sudah siap menunjukkan kualitasmu di depan Mr Roland." Amor menepuk pundak Sally dan menariknya untuk segera ke luar menuju tempat perlombaan yang sudah ditata seperti catwalk sebenarnya.
Roland duduk di salah satu kursi di depan red carpet yang terpasang di sebagian lantai restoran kapal tersebut. Pria itu asyik memainkan ponselnya sambil menyesapi whisky di tangannya.
Sally menatap Roland dari kejauhan dengan tekad yang kuat. Kali ini ia pasti berhasil memporak porandakan pertahanan Roland, pria itu tidak akan berani menolaknya lagi. Pesonanya terlalu kuat untuk di tolak pria. Contohnya saja, seperti sekarang tatapan para pria di sana begitu mengerikan. Bagaikan harimau kelaparan.
"Semua pandangan pria di sini tertuju padamu, Elley. Benar apa yang aku katakan, bukan. Pesonamu terlalu kuat untuk diabaikan," bisik Amor.
Seorang pria jangkung berambut sedikit ikal, wajah yang dipenuhi bulu-bulu, hidung mancung dan bola mata biru yang memakai kemeja putih tampak mendentingkan gelas dan sendok agar semua perhatian jatuh padanya.
"Attention, please! Dengarkan aku, kali ini aku Matte yang akan mengambil bagian dalam memandu permainan modelling,"
Pria itu memberi jeda kalimatnya sambil tersenyum manis menatap satu per satu orang yang ada di sana.
"Hm ... permainan kali ini sedikit berbeda dibandingkan yang lalu-lalu. Aku ingin melihat wanita yang ada di sini berhias lalu memakai pakaian yang anggun. Bisa jadi satu di antara pemenang akan mendapatkan kontrak kerja eksklusif dariku pribadi. Hitung-hitung aku mencari bibit model terbaik di sini," jelas Matte dengan terkekeh.
"Aku sudah menerima nama-nama yang ikut serta dalam perlombaan kali ini dan mengejutkan, karena banyak sekali yang antusias. Tentu saja, karena hadiahnya pun tidak sedikit," kata Matte lagi.
Pria itu membuka acara dan mempersilakan peserta berbaris berdasarkan nomor urut yang telah diberikan.
Roland menutup ponselnya dan fokus melihat jalannya perlombaan yang sepertinya cukup membosankan karena kebanyakan wanita yang datang ke sana adalah wanita yang hobi memoles wajahnya alias bertopeng make up.
Namun, ketika wanita yang mengenakan gaun berwarna merah terang dipadu dengan lipstik senada dengan warna bajunya, membuat Roland menatapnya fokus. Pria itu menajamkan penglihatan untuk memastikan jika itu adalah salah satu maid bawaannya. Gadis pemilik aura dingin dan arogan cukup menarik perhatian Roland.
Sally berjalan menuju lintasan catwalk. Ratusan pasang mata menatap wanita itu lekat dengan bisikan penuh pujian. Tidak akan ada yang menyangka jika dirinya adalah seorang maid. Tatapan lapar dan penuh minat diberikan oleh kaum adam yang berada di sana.
Roland memantik korek guna menghidupkan rokok dalam selipan jari tangannya. Pria itu menghisap kuat-kuat rokok tersebut dan membuang asapnya secara kasar dan gusar.
Sally mengangkat sebelah bagian atas bibirnya seakan tersenyum meremehkan. Mata wanita itu menatap Roland dengan lekat. Siapa pun yang melihatnya akan tahu dengan jelas jika arah pandang Sally adalah ke majikan tampannya.
Sally berjalan berlenggak lenggok dengan mengangkat dagunya tinggi. Ia persis seperti supermodel dunia yang begitu terlatih.
"Dia benar-benar luar biasa," gumam Matte membuat Roland menautkan kedua alisnya mendengar gumaman tersebut.
"Aku harus mendapatkan dia sebagai modelku. Dia bisa menjadi aset berharga nantinya," kata Matte melanjutkan.
Roland membuang rokoknya ke bawah kakinya lalu menginjaknya dengan emosi penuh.
"Aku bahkan tidak mengizinkan jika maidku menjadi pekerjamu. Lupakan untuk memilihnya," bisik Roland tepat di telinga kiri Matte.
Sahabat Roland yang juga pemilik agensi itu menaikkan sebelah alisnya menatap Roland penuh tanda tanya.
"Apakah kau terobsesi pada semua maid di rumahmu? Sehingga aku tidak boleh mengambil salah satu yang jelas-jelas bisa kubuat jauh lebih bernilai pekerjaannya dibanding menjadi maid di rumahmu?" tanya Matte menatap lekat Roland sepenuhnya.
"Semua itu bukan urusanmu. Terpenting yang harus kau ingat, dia adalah pelayanku. Pekerjaku, yang semua izinnya ada di tanganku," desis Roland penuh penekanan.
Matte menertawakan ucapan Roland. Sahabatnya ini selalu bersikap aneh dan posesif terhadap wanita tertentu.
"Apakah dia kandidat pengganti Katty?" pertanyaan skak mat diberikan Matte pada Roland.
Pria itu berdecak sambil kembali menatap Sally yang berdiri menanti pengumuman pemenang.
"Tidak ada istilah ganti mengganti. Lupakan pertanyaanmu dan lupakan niatmu untuk memilih dia," kata Roland segera mengambil alih mic dan menatap tajam semua yang ada disana.
Sally menaikkan dagunya tinggi, ia begitu percaya diri jika dirinyalah pemenang utama dari perlombaan sialan ini. Ia tersenyum miring menatap Roland yang pastinya sebentar lagi akan bertekuk lutut padanya karena pesona dirinya yang luar biasa menawan.
"Aku akan menghadiahkan bonus tambahan untuk pemenang di sesi ini, $300.000 dolar. Pemenang akan segera diumumkan oleh sahabatku, Matte,"
Setelah mengucapkan itu, Roland berjalan santai menuju tempat Sally berdiri. Gadis itu tersenyum sombong ke arah Roland.
Beberapa orang di sana menatap wajah Roland penuh minat dari jarak dekat. Pria itu berdiri tepat di depan Sally menelitinya dari ujung rambut sampai ujung kaki wanita itu.
"Riasanmu persis seperti bitch! Mengerikan," desis Roland dan sukses membuat Sally melotot garang.
Semua yang berada di dekat mereka ikut terkejut dengan ucapan yang dilontarkan Roland untuk Sally. Gadis itu mengepalkan kedua telapak tangannya kuat dan menatap Roland penuh emosi. Ia berusaha kuat untuk tidak menangis di depan semua orang. Ia mengangkat dagunya lebih tinggi menatap Roland lantas tersenyum manis seakan ucapan Roland tidak berefek apa pun padanya.
"Hanya kau satu-satunya orang yang menganggap riasanku seperti jalang. Dan bisa dipastikan juga, kau bukan manusia normal. Otak dan matamu berselera rendahan. Aku bisa memaklumi itu semua. Majikanku yang mungkin tidak waras," ucap Sally berani seraya menepuk punggung Roland dan berjalan meninggalkan keramaian di sana.
