Pustaka
Bahasa Indonesia

PENYAMARAN MASTER PEDANG TERKUAT

33.0K · Ongoing
feni setia
39
Bab
138
View
9.0
Rating

Ringkasan

Liang Chen seorang master pedang kematian yang berasal dari sekte Hongliang Hui memilih untuk berhenti menjadi pimpinan di kerajaan Hongliang dan memilih mengorbankan nyawanya. Pada saat Liang Chen sekarat, ia bertemu dengan Wen Gu raja hantu yang melarikan diri dari kerajaannya lembah kematian. Mereka berdua terlibat dalam konspirasi di dunia bela diri dimana mereka menjadi sahabat dan memulai perjalanan balas dendam Liang Chen atas kematian kedua orang tuanya dan petualangan untuk menemukan harta karun legendaris yang akan memberikan kekuatan hebat kepada pemiliknya. "Tujuh paku terakhir akan membawaku pada kematian dan di dunia yang kejam penuh dengan keegoisan ini membuat sekte Hongliang Hui berada di ambang kehancuran!" Liang Chen. "Harta karun legendaris itu harus terungkap pemilik semestinya, karena jika tidak maka keserakahan akan menghancurkan dunia bela diri!" Wen Gu.

wuxiakultivasiFantasipendekarPengkhianatanZaman KunoDewasa

Penyerahan kepemimpinan

Di kediaman kota Thaiche lebih tepatnya kerajaan Thaichung, terjadi pertarungan hebat bersama dengan pimpinan militer kota. Mereka ingin menghancurkan sekte Hongliang Hui dan menjadikan sekte Fangjin sebagai satu-satunya sekte di kota tersebut.

Tujuh puluh lima pasukan kiriman dari Hongliang Hui telah lenyap di tangan pasukan militer itu. Sementara seorang pemuda misterius masih berjuang keras untuk mempertahankan pasukannya, namun sayangnya usaha itu sia-sia, enam anggotanya ikut habis di tangan mereka.

Kini tersisa Liang Chen berdiri di depan kerajaan Thaichung di tengah hujan salju sembari menatap kosong tanpa makna. Tidak ada satu orang pun di kerajaan ini, hingga pada akhirnya ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam bertemu dengan seorang pemuda yang di yakini sebagai adik paman gurunya yaitu paman Bi.

"Seperti paman Guangzhou katakan pada saat mendirikan kerajaan ini, bisa dengan mudah masuk tetapi sangat sulit jika ingin keluar!"

Sontak paman Bi menolehkan kepalanya sembari mengenyirkan dahinya. "Apa maksut perkataanmu itu?"

Liang Chen merepaskan kunci kuno yang berlapis permata, kemudian di letakkan di atas meja tepat di depan sang paman.

"Dari delapan puluh satu anggota yang aku kerahkan hanya tersisa diriku. Mereka telah musnah, kerajaan Thaichung sudah tidak berpenghuni. Lantas untuk apa aku masih bertahan disini?" Tanyanya dengan nada penuh keprasahan.

Sementara paman Bi yang mendengar itu pun mengepalkan kedua tangannya secara kuat sembari menatap tajam. Beliau nampaknya tidak terima dengan keputusan Liang Chen yang mengundurkan diri sebagai pemimpin kerajaan Thaichung.

"Selamanya kau akan menjadi pemimpin Thaichung!"

"Ayahku telah tiada, guruku tiada, sekarang anggota sekte Hongliang Hui juga musnah semua. Lantas apa harapanku untuk tetap mempertahankan kepemimpinan ini paman?"

"Aku akan berjalan sesuai dengan keinginanku! Berkelana menjadi mimpi yang belum pernah terwujud sampai detik ini!" Tegasnya.

Brakk...

Bugh..

"Bodoh! Aku tidak mengizinkanmu! Kau tetap menjadi pimpinan sekte sekaligus kerajaan Thaichung!" Murka sang paman menggebu.

Pukulan keras itu tidak membuat Liang Chen merasa takut sama sekali. Keputusannya kali ini sudah bulat, sejak dulu ia tidak menginginkan kepemimpinan ini. Jika bukan karena keinginan gurunya maka ia sudah pergi dari kerajaan ini semenjak ayahnya meninggal.

Liang Chen bersimpuh di bawah kaki paman Bi memberikan hormat kepada tertua untuk meminta izin keluar dari kerajaan ini dan melepas kepemimpinan secara baik-baik.

"Paman Bi, izinkan aku melanjutkan balas dendam ayahku!"

Brakk..

Bugh..

Sring...

"Aarrgghtt...!!"

Pedang putih menancap pada dada bidang Liang Chen sebelah kiri, mengeluarkan darah segar mengalir begitu deras membasahi jubah yang ia kenakan. Liang Chen menundukkan kepalanya pasrah terhadap kelakukan paman Bi, mengorbankan nyawanya demi terbebas dari kerajaan Thaichung.

"Keparat! Dasar pecundang! Aku menyesal mengangkatmu sebagai pimpinan di kerajaan ini. Tidak bisa di andalkan! Dasar pengkhianatan!" Teriak paman Bi menghancurkan segala properti yang ada di ruangan itu.

Liang Chen mencabut pedang putih yang menancap pada dada bidangnya kemudian berlari keluar dari kerajaan menyisakan darah menetes sepanjang perjalanannya. Tugasnya telah selesai, ia resmi bukan pimpinan kerajaan Thaichung lagi.

"Maafkan aku guru Xhuan!" Gumamnya secara pelan.

Begitu sampai di desa empat musim hujan badai mengguyur kota Liangsheng. Hanya ada Liang Chen dan suara hujan memberikan suasana semakin mencekam, seluruh pasukannya telah musnah karena pertarungan itu.

Liang Chen duduk dengan tatapan kosong menatap cermin kamarnya. Desa yang banyak menyisakan kenangan di dalamnya, tempatnya tumbuh hingga perjalanannya sampai menjadi pendekar hebat bersama ayah dan paman gurunya. Harapan dan impian yang telah ia susun bersama musnah begitu saja karena keegoisan dan keserakahan orang lain. Sekte Hongliang Hui yang susah payah ia bangun kini hancur karena ulah mereka.

Paku kematian pertama menancap pada dada bidang bagian kiri membuat darah segar itu berhenti mengalir. Sementara paku kedua menancap pada dada bidang bagian kiri menyembuhkan luka dalam yang selama ini ia derita. Sebagai bentuk penyembuhan serta kebugaran dirinya, paku ketiga dan keempat menancap pada kedua lengan tangan yang mampu memberikan kekuatan dari dalam diri.

"Master payah! Aku telah gagal menjadi pelindung, seharusnya aku tidak pernah menjadi pimpinan!" Ucapnya penuh dengan penyesalan.

Liang Chen menatap kosong penuh kesedihan dari arah jendela yang menjadi penghubung antara kamarnya dan makam ayah serta paman guru Xhuan. Ia merasa gagal menjadi pimpinan karena tidak bisa melindungi kerajaan yang ia pimpin dari serangan bersenjata.

"Sebagai balasan atas kegagalanku, maka aku akan menghukum diri sendiri dengan menancapkan tujuh paku ini!" Ucapnya begitu yakin sembari menggenggam tiga paku tersisa.

Paku kematian merupakan paku legendaris yang memiliki manfaat sebagai penyembuh, kekuatan dan juga kematian. Dimana ketika 2 paku menancap pada bagian tubuh maka akan sembuh segala luka maupun penyakit, jika empat paku menancap maka akan memberikan kekuatan hebat, kuat terhadap pembunuhan. Akan tetapi jika seluruh paku menancap, sementara paku ketujuh yang menjadi kunci sebuah nyawa akan di layangkan.

Dua paku keelima dan keenam sudah menancap pada bagian kedua kaki Liang Chen itu artinya tersisa satu paku yang ketujuh.

"Guru Xhuan tidak pernah mengajarkan muridnya untuk menjadi pecundang, aku akan mempertanggung jawabkan segala perbuatanku. Seluruh muridku kesakitan merasakan kematian, maka aku juga harus merasakan siksaan dari paku ini!" Ujarnya sembari menatap paku runcing berwarna emas.

Pada saat jati-jemari itu hendak menancapkan benda tajam dan runcing pada tubuhnya tiba-tiba sebuah suara menggema memenuhi ruangan.

"Paman guru aku mohon jangan lakukan itu!"

"Bagaimana nasib kami jika paman tiada?!"

Dua pemuda itu memohon kepada Liang Chen. Mendengar ucapan mereka Liang Chen seketika terdiam sesaat, hingga beberapa detik kemudian suara tegas dan dingin itu terdengar menyeramkan.

"Mulai detik ini dan seterusnya aku bukan lagi pimpinan kerajaan Thaichung, aku juga bukan kepala sekte Hongliang Hui. Sebaiknya kalian memanggilku dengan sebutan nama saja!" Perintahnya denga tegas dan dingin.

"Apa maksut paman guru? Jangan berkata seperti itu paman! Aku tidak suka jika paman berbicara asal, nanti raja marah jika mendengarnya,"

"Aku tidak berbohong!"

Hening sesaat, dua pemuda itu terdiam mendengar penjelasan dari Liang Chen. Mereka merupakan pendekar dari sekte Hongliang Hui yang tidak ikut dalam pertarungan di kerajaan Thaichung sehingga anggota sekte hanya tersisa dua pendekar yang masih hidup dan selamat yaitu penjaga desa empat musim.

"Tidak ada pimpinan, tidak ada sekte! Semuanya telah hancur. Untuk apa aku hidup jika seluruh pasukanku telah tiada?"

"Paman guru hentikan omong kosong ini! Aku akan datang membawa kunci itu untuk paman guru!" Ujar salah satu pemuda bernama Wueyang.

"Pergilah! Atau kalian akan bernasib sama seperti pendekar yang lainnya! Sejauh ini pedangku sudah menghabiskan seribu nyawa, jangan sampai kalian berdua menjadi korban amarahku setelah mereka!" Tegasnya.

Bersambung...