MBV 3
Semua karyawan tengah sibuk menyantap makan siang mereka, ketika tiga pria yang manjadi petinggi di perusahaan, tampak berjalan di kantin itu.
"Tunggu, apa CEO kita dan para petingginya akan makan di kantin?"
"Sepertinya benar, wah pemandangan langka."
Annabele dan Julie yang sedang makan, langsung terlihat bingung ketika mendengar karyawan lain saling bisik, hingga mereka ikut menatap ke arah para karyawan melihat, termasuk Sam juga.
Annabele seolah semakin tak percaya ketika melihat Cristian, pria yang dianggap ada dalam mimpinya, kini benar-benar ada di depan mata.
Cristian, Simon, dan Alfred, duduk di meja yang berada di sudut ruangan, berjarak 3 meja dengan tempat Annabele dan yang lain duduk. Namun, posisi duduk Cristian saling hadap dengan Annabele, membuat keduanya bisa saling tatap.
"Oh ya, kamu semalam nggak lihat CEO kita, 'kan! Nah tuh orangnya," ucap Julie setengah berbisik.
'Tunggu! Apa?" Annabele cukup terkejut dengan yang diucapkan Julie.
Pria yang berada dalam mimpinya, atau itulah yang diyakini Annabele, ternyata adalah atasannya.
"Semalam setelah kamu pergi pak Cristian datang tapi setelahnya pergi lagi. Akhirnya hanya ada pak Simon, dia manager umum di perusahaan. Sedangkan sebelahnya yang memiliki rambut sedikit ikal adalah pak Alfred, dia direktur utama perusahaan." Julie menerangkan siapa saja pria-pria yang sekarang sedang dipandang oleh kaum hawa di kantin.
Annabele tidak berkata apa-apa, hanya melirik sekilas karena merasa aneh, sebelum akhirnya memilih menyantap makan siangnya lagi.
Sementara itu, Cristian tampak memperhatikan meja Annabele, melihat bagaimana gadis itu sedang makan, bahkan melihatnya sesekali tertawa.
"Kenapa tidak satu meja dengannya?" tanya Simon.
"Apa kamu pikir gadis itu tidak akan terkejut kalau kita langsung duduk di sana?" Alfred menjawab pertanyaan Simon mewakili Cristian.
"Kalau dia hanya diam, pastinya pria yang ada di sebelah gadis itu, akan merebut darinya," ucap Simon memberi komentar.
Cristian tidak berkomentar dengan perdebatan Simon dan Alfred. Ia masih terus menatap Annabele dan masih memperhatikan gerak-gerik gadis itu.
Annabele sendiri masih bercanda sambil makan, sesekali tertawa kecil ketika menanggapi Julie ataupun Sam bicara. Hingga nalurinya menuntun untuk melihat ke arah pria yang duduk berjarak beberapa meja dengannya, Annabele sadar kalau Cristian sedang melihat ke arahnya.
***
Annabele terlihat membawa setumpuk berkas, baru aja mengambilnya dari ruang arsip. Ia berusaha memencet tombol di dinding lift, tapi tidak sampai karena terlalu repot dengan berkas yang dibawanya.
Hingga tangan terulur dan menekan tombol itu untuknya, Annabele merasakan kalau ada seseorang yang berdiri tepat di belakang, dan aroma parfum itu tak asing untuk Annabele.
Annabele secara impulsif menoleh, ketika pintu lift terbuka. Ia melihat Cristian berdiri tepat di hadapannya, bahkan seperti tidak ada jarak di antara mereka. Annabele melihat wajah itu, sejenak termangu ketika sekali lagi melihat wajah sama yang mengganggu pikirannya.
"Pintunya sudah terbuka," ucap Cristian yang kemudian memilih masuk duluan.
Annabele tak mengerti kenapa jantungnya tiba-tiba berdegup dengan cepat, terutama ketika mendengar suara Cristian.
"Ini bukan khayalan, 'kan." Annabele bergumam dalam hati.
Annabele masuk ke lift, tapi berdiri tepat di depan pintu lift sedangkan Cristian ada di belakangnya. Cristian menekan angka 8 agar Annabele tak perlu menekan sendiri karena kerepotan.
"Terima kasih," ucap Annabele.
"Sama-sama, Bele."
Annabele terkejut ketika mendengar Cristian memanggil namanya, apalagi yang disebutkan nama belakang.
"Anda tahu nama saya?" tanya Annabele seraya menoleh, tapi sayangnya gerakan cepatnya itu membuat berkas di tangan jatuh berserakah.
"Aduh!" Annabele langsung berjongkok untuk memunguti berkas itu.
Cristian menatap Annabele yang bereaksi berlebih ketika dirinya memanggil dengan sebutan 'Bele', hingga kemudian ikut berjongkok untuk membantu gadis itu memungut kertas di lantai.
"Bagaimana Anda tahu nama saya?' tanya Annabele dengan tangan masih mengumpulkan kertas yang jatuh, tapi tatapannya tak teralihkan dari wajah Cristian.
Cristian mengulurkan berkas ke arah Annabele, matanya menyorot dengan sedikit pantulan cahaya yang terpancar. Annabele mengambil kertas yang diulurkan Cristian, manik matanya menatap pada mata pria itu, seakan terhipnotis dengan warna mata yang tak biasa dijumpai.
"Id card," jawab Cristian singkat.
Annabele langsung menengok pada Id card yang tergantung di leher. "Ah, benar juga," batin gadis itu.
Annabele langsung berdiri ketika sudah selesai, dan diikuti oleh Cristian. Annabele berdeham, kemudian memilih berdiri menghadap pintu lift dan menunggu terbuka saat di lantai 8.
Begitu pintu terbuka, Annabele langsung keluar dari lift, tapi sebelum pergi dirinya sempat menoleh ke arah Cristian, gadis itu mengulas senyum dengan sedikit menganggukkan kepala sebagai tanda terima kasih karena sudah dibantu. Sesaat sebelum pintu lift kembali tertutup, baik Cristian maupun Annabele masih saling tatap, seakan enggan berpaling melihat ke arah lain.
"Kenapa aku merasa sangat dekat dengannya? Kenapa dia seperti sebuah medan magnet yang terus menarikku?"
-
-
"Apa kamu tidak melakukan apa yang aku perintahkan, hah!"
"Sudah, aku tidak tahu kenapa dia masih baik-baik saja."
"Kamu pasti bohong! Kalau dia jatuh dari atap, tentunya nyawanya sudah melayang! Bagaimana bisa dia masih hidup dan tidak terluka sedikit pun?!"
"Aku benar-benar mendorongnya! Aku melihatnya jatuh, setelah itu aku pergi karena takut ada yang melihat."
"Pembohong! Pokoknya, kamu sudah menerima uang dariku, aku mau kamu menyingkirkannya, bagaimanapun caranya aku tidak peduli!"
-
-
"Mama yakin nggak lihat?" tanya Annabele, berharap Samantha menemukan sebelah antingnya.
"Nggak ada, An. Memangnya terakhir sadar masih ada kapan?" tanya Samantha yang bicara sambil membereskan meja makan.
"Semalam masih ada, tapi tadi pas di kantor udah nggak ada," jawab Annabele yang putus asa.
"Mungkin jatuh di kantor." Samantha menatap Annabele yang kebingungan. "Memangnya kamu ini kenapa masih memakai anting model kuno itu, padahal Mama sudah belikan yang baru, 'kan!"
Annabele memang sangat menyukai anting itu, bahkan tak mau mengganti dengan yang lain.
"Ah, ya sudah kalau tidak ada," ucap Annabele yang frustasi.
Gadis itu memilih pergi ke kamar dan meninggalkan Samantha yang heran karena Annabele bingung masalah anting.
Annabele mendengus kasar, sudah mencari keseluruh kamar bahkan kamar mandi, tapi antingnya tidak ketemu.
"Kenapa bisa hilang?" Annabele duduk di tepian ranjang, mengguyar kasar rambut karena frustasi.
Annabele merebahkan tubuh, menatap langit-langit kamar dengan keputusasaan. Ia melepas anting yang masih terpakai di telinga kanan, menatap benda kecil itu dengan seksama.
"Aku tidak tahu siapa yang memberinya, tapi kenapa selalu ingin memakai, bahkan merasa kehilangan saat tak ada."
Annabele terlalu lelah memikirkan tentang anting yang hilang, belum lagi pekerjaan yang dirasanya begitu banyak, hingga gadis itu terlelap dan tertidur dengan kaki yang menjuntai ke lantai.
