Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

4

Zee, buka matamu..heiii..buka matamu sayang," ujar Refan lembut, seketika ia kaget, ia kelepasan menyebut sayang pada Zee untunglah Zee antara sadar dan tidak, Zee mulai membuka matanya dan mengerjabkan matanya perlahan, didongakkannya wajahnya melihat Refan, saat sadar ia semakin mengeratkan pelukannya.

"Kaaa aku mimpi papa, aku mimpi papa, mama jahat aku ditarik dari papa," ujar Zee sambil terisak, Refan mengusap kepala Zee dengan lembut.

"Hanya mimpi Zee, hanya mimpi, buka matamu, lihat kakak," ujar Refan pelan. Zee menurut, didongakkannya kepalanya menatap wajah Refan, Refan menahan gemuruh di dadanya saat wajah mungil Zee menatap sendu dengan bibir terbuka, didekapnya kepala Zee ke dadanya ia takut, takut sekali dengan perasaan anehnya.

"Tidurlah Zee, ini masih jam 03.00, besok kamu harus bersekolah, tidurlah, akan kakak temani, aku akan tidur di kursi panjang itu," ujar Refan sambil merebahkan badan Zee ke kasur. Di selimutinya Zee sampai leher. Tiba-tiba tangan Zee memengang tangannya.

"Kaaaa tidur di samping Zee, Zee takut," ujar Zee memelas. Refan menggeleng perlahan.

"Tidak Zee, jangan, tidak boleh, akuuu aku bukan sodara kandungmu, tidak baik dilihat siapapun," ujar Refan memberi pengertian. Refan akhirnya duduk di samping Zee, menunggu sampai Zee tertidur, lalu ia merebahkan badannya di kursi panjang yang ada di kamar Zee. Refan jadi berpikir sendiri, kuatkan hamba ya Tuhan, jangan sampai hamba menyakiti dan merusak Zee, Refan mulai memejanmkan matanya.

Jam 05.00 Refan bangun, tanpa sengaja tangannya menyentuh tangan Zee ah panas sekali pikir Refan, ia pegang dahi Zee ternyata benar, badan Zee panas segera Refan turun dan meminta bi Munah untuk menyiapkan baskom berisi air dan handuk kecil untuk mengompres Zee. Refan juga menelpon tante Puspa, mama Zee dan menceritakan semua kejadian semalam.

Jam 06.30 mama Zee sampai, ia menarik tangan Refan ke beranda dan dengan berat bercerita.

"Tante merasa bersalah sebenarnya pada Zee, tante kurang perhatian padanya, karena tiap kali tante melihat wajah Zee, tante jadi ingat lagi pada orang yang menyakiti tante, papa Zee, Zee mewarisi seluruh wajah papanya, itu yang membuat ada perasaan tidak ingin melihat wajah Zee, laki-laki yang telah menghancurkan masa depan tante, dengan dalih mencintai tante tapi justru mengubah hidup tante selamanya, jadi tante juga memutuskan untuk menyiksa hidupnya juga, dengan tidak mempertemukan dia dengan Zee, sejak Zee lahir sampai saat ini, biar dia merasakan siksa hidup yang sama dengan tante," mama Zee menangis sambil menahan marah.

"Maaf tante, tapi ini salah, Zee berhak tahu tentang papanya," sahut Refan pelan.

"Tante tahu, tante salah dalam hal ini, tapi derita dalam hidup tante biar juga ia rasakan, tante dihujat orang banyak saat tante hamil di luar nikah gara-gara dia yang mengatas namakan cina namun mengumbar nafsu bejatnya pada tante, meski ia akan bertanggung jawab tante tolak, tante lebih memilih menghilang dan membesarkan Zee sendiri, jauh dari orang itu dan keluarga besar tante," ujar mama Zee dengan wajah mengeras. Refan diam tak tau harus berkata apa.

Terdengar mama Zee menelpon temannya yang berprofesi dokter dan juga menelpon pihak sekolah bahwa hari ini Zee tidak masuk. Dokter datang dan memeriksa Zee, memberi resep obat dan pulang setelah memeluk dan mencium mama Zee di depan Refan, Refan tercengang, tapi ia akhirnya sadar bahwa mama Zee memang banyak kenalannya, daaaan Refan juga mendengar dari papanya bahwa mama Zee terkadang menjalin hubungan dengan laki-laki lain selama papa Refan berlayar. Refan tidak bisa berkata apa-apa lagi, dia hanya menghela napas berat.

Mama Zee kembali memanggil Refan

"Menginaplah di sini selama Zee sakit ya Refan, tante mohon," pinta mama Zee. Refan hanya mengangguk. Lalu mama Zee pamit pergi. Benar-benar mama yang aneh. Anak sakit kok malah ditinggal begitu pikir Refan. Ia melangkahkan kaki ke kamar Zee, bi Munah sedang menyuapi Zee, bubur hangat, namun baru dua sendok Zee sudah menolak.

"Biar saya yang menyuapi bi," pinta Refan. Akhirnya Refan menyuapi Zee yang awalnya enggan jadi mau melanjutkan makan bubur setelah Refan membujuknya.

"Ayo habiskan, kalo habis kakak akan nginap di sini seminggu," ujar Refan sambil tersenyum. Mata Zee membulat.

"Bener ya ka bener yaaa jangan bohong," ujar Zee, dan Refan mengangguk. Dengan cepat Zee memeluk Refan, untung piring bubur Refan pegang dengan erat.

"Ayo lepaskan dulu pelukannya Zee, kakak suapi lagi hmmm," ujar Refan membujuk. Wajah Zee terlihat memerah.

"Bagus, sudah habis buburnya, bentar lagi minum obat ya," Refan hendak ke dapur saat bi Munah muncul.

"Biar saya bawa piring kotornya den, den Refan sarapan dulu sana, sudah bibi siapkan ato mandi saja dulu, pakai kamar tamu saja den, sudah saya bersihkan," kata bi Munah menjelaskan.

"Iya, saya mau mandi dulu, sarapan trus ke apatemen mau ambil baju beberapa hari bi, aduh kok lupa ya, saya belum ke toko sama sekali sejak tiga hari ini," ujar Refan sambil menepuk dahinya.

"Kaaa bener yaaa balik ke sini," wajah Zee memelas. Refan jadi iba melihat wajah Zee.

"Pasti, kakak nggak akan ingkar, kakak hanya akan ambil baju, trus

ke toko dan percetakan, baru kakak akan balik lagi ke sini," ujar Refan.

Refan memiliki beberapa usaha yang ia rintis sejak awal kuliah dengan seorang temannya, 2 toko alat tulis dan 1 percetakan.

***

Malam sekitar jam 21.00 mobil Refan baru masuk ke tempat parkir mobil rumah orang tua Zee. Ia melangkahkan kaki menuju lantai 2, saat bi Munah menyapanya.

"Non Zee baruuu saja tidur, dari tadi dia nanya den Refan, makasih ya den, sudah mau nemenin non Zee, kasian betul anak itu, saya yang tahu betul gimana cerita non Puspa sejak awal, dia sebenarnya sayang sama non Zee tapi kebencian pada den Hartono lebih besar, sehingga pelampiasannya sama non Zee, lah wajahnya plek papanya katanya den, non Zee itu," panjang lebar bi Munah cerita. Refan hanya mengagguk, ia memberikan tasnya pada bi Munah agar meletakkan baju-bajunya di kamar tamu. Lalu ia melangkahkan kakinya menuju kamar Zee.

Dibukanya pintu kamar Zee yang kebetulan agak terbuka, Refan duduk di sisi ranjang, di pegangnya dahi Zee lumayan, sudah mendingan. Dipandanginya Zee yang tidur dengan napas teratur. Dibelainya pipi Zee dengan lembut lalu, diciumnya kening Zee.

Refan turun ke bawah ke kamar tamu, mengganti bajunya dengan t-shirt dan celana pendek. Nonton tv sejenak dan kembali naik ke kamar Zee membawa selimut dan bantal.

Ia rebahkan badannya di kursi panjang dan mulai memejamkan mata.

Ia terbangun saat ada tangan dingin Zee menyentuh pipinya.

"Hei kok bangun, ayo tidur ntar sakit lagi, kok dingin tangannya?" tanya Refan. Zee tersenyum duduk di samping Refan yang masih tiduran.

"Pipis tadi, kebangun ka," ujar Zee.

"Emmmm ka, boleh Zee cium pipi kaka, sebagai tanda terima kasih sudah nemenin Zee?" tanya Zee takut-takut. Wajah Refan menegang sesaat, namun ia tetap mengangguk, takut mengecewakan adik kecilnya. Zee menunduk dan mencium pipi Refan, kanan dan kiri. Zee tersenyum senang, sementara Refan menahan debaran dan gejolak dalam dadanya, sekuat tenaga ia menahan untuk tidak memeluk gadis kecil yang ada di dekatnya. Aroma bayi tercium dihidung Refan.

"Tidurlah Zee, ini masih jam 01.00, kakak nggak mau kamu sakit lagi, ayo tidurlah," Refan segera mengalihkan debar didadanya dengan cara menuntun Zee ke kasurnya, menidurkannya dan menyelimutinya. Zee tersenyum bahagia.

"Ka, Zee bahagia punya kaka kayak ka Refan, pengeen selalu meluk kakak, damai deh rasanya hati Zee," ujar Zee dengan mata berkaca-kaca.

"Tidurlah, tidurlah Zee," kata Refan pelan. Zee menurut, ia pejamkan matanya.

Kuatkan ya Tuhan, kuatkan, jangan sampai rasa persaudaraan kami jadi berantakan gara-gara perasaan aneh ini, enyahkan, singkirkan, Refan memejamkan matanya sambil membatin.

***

"Ka Refan antarkan Zee ke sekolah ya," pinta Zee dan Refan mengangguk.

" Iya, akan kakak antar kebetulan mau ke kampus, sekalian konsultasi proposal penelitian," ujar Refan. Mereka segera menghabiskan sarapan mereka dan segera berangkat. Dalam perjalanan Refan menelpon mama Zee bahwa dia yang akan mengantar Zee ke sekolah biar pulangnya saja dijemput pak Tomo karena Refan akan ke toko.

Refan menurunkan Zee di depan pagar sekolahnya, saat Zee akan masuk Refan melihat ada cowok yang mendekati Zee, mengekor di belakangnya, namun Zee mengacuhkannya, siapa cowok itu pikir Refan, dan saat Refan akan membelokkan mobilnya dari seberang jalan ia melihat laki-laki yang menyapa Zee di toko buku, ia duduk sambil mengamati pintu pagar sekolah Zee, pasti ada yang tidak beres pikir Refan ia akan menyelidikinya, ia memutuskan akan menjemput Zee saat pulang, besok saja ia akan ke toko dan pak Tomo biar istirahat, tidak perlu menjemput Zee.

***

Refan merasa bersyukur, proposal penelitiannya di acc dan minggu depan maju untuk seminar proposal. Ia langsung menuju sekolah Zee, ia memang berencana akan mengamati segala kejadian di sekitar sekolah Zee sebelum hal-hal aneh dan mengerikan menimpa Zee.

Refan melihat jam tangannya, masih jam 14.00 berarti masih satu jam setangah lagi Zee pulang, biarlah dia akan menunggu dengan sabar dan akan mengamati dari jauh, Refan memang sengaja memarkir mobilnya agak jauh dari pagar sekolah Zee.

Refan ke luar dari mobil dan berjalan kaki. Mencari tempat duduk startegis yang dapat memandang sekitar sekolah Zee. Benar dugaan Refan laki-laki paruh baya, tampan tinggi tegap itu datang dan duduk di tempat tersembunyi dekat penjual seblak dan silky puding. Refan melangkahkan kakinya dengan santai ke seberang jalan dan mendekati penjual silky puding dan dari sudut matanya Refan dapat melihat laki-laki itu sedang menatap pagar sekolah Zee, Refan berniat akan menyapa laki-laki itu.

"Maaf sepertinya kita pernah bertemu ya pak?" tanya Refan dengan sopan. Laki-laki itu kaget dan gelagapan.

"Eh oh iya, di toko buku, jangan panggil saya pak, panggillah om, om Hartono agar lebih akrab," ujarnya dengan suara berat namun lembut. Sejenak Refan tenang tidak terlihat jahat orang ini, pikirnya.

"Menunggu siapa om?" tanya Refan. Tampak wajah bingung pada laki-laki itu.

"Anu eh anak saya, perempuan bersekolah di sekolah itu," katanya dengan wajah tegang.

"Maaf, mas ini kakaknya Azalea ya, kalo tidak salah begitu Azalea mengenalkan mas pada saya," tanya laki-laki itu lagi. Refan mengangguk.

"Yah saya kakaknya meski bukan kakak kandung, saya akan melindungi Zee, karena Zee sudah seperti adik kandung bagi saya," ujar Refan dengan suara mantap. Sesaat Refan melihat mata laki-laki itu berbinar menatap pagar sekolah, Refan menoleh ke arah pintu sekolah Zee, ternyata Zee ke luar bersama anak cowok yang tadi pagi, Refan melihat cowok itu memegang tangan Zee dan Zee menariknya dengan kasar, darah Refan mendidih, secepat kilat di tariknya tangan Zee dan ditatapnya cowok itu.

"Menjauhlan dari adikku," ujar Refan dingin dan menggandeng tangan Zee menuju mobilnya.

"Siapa cowok itu, sejak pagi aku perhatikan dia mengikutimu, ada hubungan apa?" tanya Refan dengan pertanyaan beruntun dan wajah keruh.

"Ngga ada hubungan apa-apa, dia memang menyukaiku sejak pertama aku sekolah di sini ka, bolak balik bilang suka, tapi aku tidak akan pernah pacaran, tidak akan jatuh cinta, tidak akan menikah, aku merasakan pedihnya hidup sendiri akibat mama yang egois, aku tidak mau karena pernikahan maka anakku kelak menderita, aku ngga mau ka, bener Zee ngga mau jatuh cinta," Zee berkata panjang lebar dan akhirnya menangis. Refan tercekat mendengar Zee berbicara dengan suara menyayat hati. Refan menghentikan mobilnya di tempat aman, ia biarkan Zee menangis, digenggamnya tangan Zee untuk menenangkan.

"Sepahit itu kamu menilai cinta Zee, cinta itu datang dari Tuhan, kita tak akan pernah tahu cinta kita akan berlabuh pada siapa, kamu belum pernah merasakannya Zee, semoga kelak jika kamu jatuh cinta, cintamu jatuh pada oramg yang benar-benar mencintaimu dan menyayangimu," Refan berkata lembut dan Zee mengangguk, Refan memberikan tisu agar Zee mengusap air matanya.

"Semoga kalo Zee jatuh cinta, nemu pacar yang kayak ka Refan, sayang sama Zee dan ngelindungi Zee," ujar Zee dengan mata basah sambil memandang Refan. Refan mengagguk dengan berat, dadanya terasa sesak, ingin rasanya ia memeluk Zee saat itu. Segera Refan melanjutkan perjalanan pulang.

Sampai rumah Zee masih terbawa suasana sedih, tanpa bicara ia naik ke lantai 2, Refan memandang Zee yang berjalan sambil menunduk, ia hanya mampu menghembuskan napasnya.

Refan segera mencari bi Munah dan menemukannya di taman belakang, cepat-cepat Refan ajak ke tempat yang agak jauh dari kemungkinan Zee mendengar, mereka duduk di kursi pinggir kolam.

"Bi, kayaknya dunia ini sempit banget deh, sejak awal aku ketemi orang itu sudah curiga, dia lihat aku kayak gimana waktu Zee bilang aku kakaknya, trus tadi di sekolah bi, pagi-pagi dia nguntit Zee, liatin Zee dari jauh, eh pulangnya gitu lagi makanya aku putuskan untuk menjemput Zee pulang," ujar Refan bersemangat. Bi Munah terlihat bingung.

"Den Refan cerita siapa sih sebenarnya?" tanya bi Munah. Refan menepuk dahinya.

"Papanya Zee biii, papanya Zee, om Hartono, aku sudah ketemu dua kaliiii," ujar Refan, dan bi Munah terbelalak.

"Ya Allah deeeen, kok bisa yaaa, kok bisa tahu kalo non Puspa sana Non Zee ada di kota ini, bi Munah nggak tahu kayak apa papa Zee, bibi cuma tahu ceritanya sejak awal, ah bibi jadi takut den, nanti papanya ngapa-ngapain non Zee," ujar bi Munah kawatir.

"Kalo lihat wajahnya sih sabar bi, bener ganteng, tinggi, putih orangnya bi," ujar Refan cepat.

"Kalo lihat non Zee nya sih ia, pasti papanya ganteng, kan kata non Puspa, wajah non Zee samaaa persis kayak papanya," bi Munah menjawab sambil geleng-geleng kepala.

"Gimana enaknya ya bi, apa saya cerita ke tante Puspa saja?" tanya Refan.

"Gini saja den lebih baik, untuk memastikan itu orang memang papa non Zee bawa saja non Puspa untuk meyakinkan bener ato tidaknya," saran bi Munah.

"Wah ngeri bi, ntar kalo memang bener, bisa terjadi pertengkaran ato apalah, aduuuh tapi memang gak ada cara lain selain itu untuk memastikan, foto kita gak punya hmmmm, ya dah bi, saya masuk dulu ya laper kayaknya bi," ujar Refan masuk ke dalam rumah. Dan bi Munah juga mengikuti dari belakang akan menyiapkan makan untuk Refan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel