Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2. Daddy Si Kembar Adalah Cade Goldwin?

"Mommy, tadi sudah kukatakan kalau daddy yang memberikannya pada kami." Mika merasa ketakutan. Dia tidak pernah melihat Fay semarah itu.

Fay menggeleng. "Tidak. Tidak mungkin. Kalian bohong!"

Bagaimana Fay bisa mempercayainya?

"Mika benar, Mommy. Kami tidak bohong. Tadi kami bertemu daddy." Mike mencoba menjelaskan. Dia lebih tenang dibanding adiknya

"Berhenti bermain-main, kataku!" Fay bangkit dari berjongkoknya dan menarik lengan kedua anak itu.

Mereka tidak memiliki uang untuk membayar coklat-coklat itu. Tidak mungkin mereka bertemu ayah mereka. Bagaimana mereka bisa saling mengenal kalau mereka tidak pernah tahu keberadaan masing-masing? Semua itu hanya imajinasi kosong anak-anak yang begitu merindukan kehadiran sosok seorang ayah.

Mike dan Mika ditarik ke arah supermarket besar. Mika sampai meringis saat tangannya dicengkeram terlalu kencang. Saat masuk supermarket, Fay menanyakan pada seorang kasir, adakah kedua anak ini telah membayar untuk coklat-coklat itu.

Kasir itu sedikit kebingungan. Namun dia baru saja mendengar sebuah gosip menghebohkan beberapa menit yang lalu tentang sepasang anak kembar. Dia memanggil rekan yang tadi melakukan pengejaran.

"Nona, anak-anak ini memang tidak membayarnya, tapi ayah mereka yang memberikan. Jadi tidak ada masalah. Tuan Goldwin bahkan bilang kalau dia boleh mengambil apa saja." Karyawan itu sedikit mengubah ucapan Cade Goldwin tapi artinya tetap sama.

Tuan Goldwin? Cade Goldwin yang terkenal itu?

Fay keheranan. Dan bingung. Jangan katakan kalau sepasang kembar ini memiliki hubungan dengan lelaki itu. Dia tidak bisa membayangkannya. Pasti telah terjadi kesalahan di sini!

"Kalian bilang ayah mereka? Tuan Goldwin?" Fay memiringkan kepalanya, mengira telah salah dengar.

"Yaaah, sepertinya begitu. Kami juga tidak begitu jelas. Tapi mereka berdua memanggil tuan Goldwin dengan panggilan 'daddy'." Si karyawan juga tidak begitu mengerti situasinya. Namun dia tidak ingin mengambil resiko. Dia mendengar sendiri kata-kata yang diucapkan tuan Goldwin.

Fay menunduk melihat pada Mike dan Mika. Kedua anak itu sedang mendongak ke arahnya. Mike mengangguk membenarkan perkataan si karyawan.

Kepala Fay tiba-tiba menjadi pusing. Dia memijit kepalanya dengan sebelah tangan.

"Baiklah. Kurasa sudah cukup hari ini. Aku ingin mendengar penjelasan kalian di rumah."

Fay membalikkan badan. Tanpa menghiraukan dua anak itu dia melangkah meninggalkan supermarket. Mike dan Mika buru-buru mengiringkan di belakang. Keduanya sesekali saling pandang.

Gawat! Begitu isyarat yang dilemparkan Mike pada adiknya.

Aku tahu, mommy pasti sangat marah. Mika membalas isyarat itu dengan perasaan gentar.

Selebihnya tak ada satu kata pun ke luar dari mulut keduanya. Mereka hanya terus mengikuti Fay yang juga menutup mulutnya sepanjang perjalanan pulang.

Begitu sampai di apartemen, Fay menghempaskan diri di sofa. Mike dan Mika ikut duduk. Keduanya saling sikut sebentar sebelum seperti biasanya Mike juga yang akhirnya buka suara.

"Mommy kami memberi sebuah foto daddy."

Apa? Foto lelaki yang sudah membuat Audrey hidup menderita? Audrey bilang dia tidak memiliki bukti apa pun.

"Mommy kami tidak memberitahumu karena tidak ingin kau menemui daddy dan bertindak bodoh." Mike melanjutkan dan bicara seolah dia akan berbuat lebih pintar dibandingkan Fay.

"Jadi, di mana fotonya sekarang? Berikan padaku?" Fay mengulurkan sebelah tangannya pada kedua anak itu.

Mike menggeleng. "Sudah tidak ada pada kami."

"Hilang?" Fay penasaran dengan fotonya. Jangan-jangan dua bocah ini salah mengenali orang! Dia juga penasaran dengan keputusan Audrey yang menitipkan dua perusuh kecil ini tapi menyimpan sebuah bukti penting darinya. Apakah dia benar-benar terlihat bodoh?

"Kami dengar daddy akan mengunjungi Royal Town hari ini. Kami sudah memberikan foto itu padanya." Mike memberitahu kenyataannya dan mengulas sedikit senyum melihat rasa penasaran yang jelas di wajah Fay.

"Aah!" Fay mengepalkan kedua tangannya. Tidak tahu harus mengarahkan rasa kesalnya pada siapa.

"Lalu, apa kata laki-laki sialan itu?" Fay memaki Cade Goldwin di depan dua darah dagingnya yang alisnya segera berkerut begitu mendengar kata-kata kasar itu.

"Mommy, kau tak boleh berkata kasar tentang daddy." Mika kini tidak tahan untuk tidak menegur. Mommy mereka tidak pernah mengajari mereka membenci daddy. Semua hanyalah sebuah kesalahan. Mommy mereka sudah memaafkan daddy.

"Daddy kalian sudah membuat mommy kalian menderita." Fay mengingatkan kedua anak itu, meski tahu mereka masih terlalu kecil untuk mengerti.

"Tapi kalau bukan karena kesalahan itu, kami berdua tidak akan pernah ada."

Kata-kata Mike langsung membuat Fay bungkam. Apa yang mereka mengerti dari 'kesalahan' itu?

Namun tetap saja Fay tidak bisa membantahnya. Si kembar yang menggemaskan ini tidak akan pernah terlahir kalau bukan karena kecelakaan itu.

"Jadi, bagaimana respon daddy kalian?" Fay mengulangi pertanyaannnya dengan lebih sopan.

Mike mengangkat bahu kecilnya. "Tidak ada. Dia seorang yang bisa menyembunyikan perasaannya meski sangat terkejut. Kami memberinya waktu untuk menyelidiki. Saat daddy sudah yakin bahwa kami memang anak-anaknya, dia akan menjemput kami."

Fay berdecak kesal mendapati nada penuh kesombongan dari bocah itu. "Jangan terlalu yakin. Kalian pasti tahu tentang dia dari tulisan di internet. Siapa tahu dia tidak berminat dengan seorang anak. Apalagi yang kembar dan biang rusuh seperti kalian."

"Tidak pernah ada yang menolak kami. Bahkan mommy pun tidak bisa." Mike tersenyum jahil. Anak itu tahu kalau Fay tidak menyukai mereka tapi terpaksa membawa mereka bersamanya.

Fay cemberut. "Itu hal yang berbeda. Tuan Goldwin tidak bisa dipaksa begitu saja menerima kalian."

"Dia tidak bisa menolak jimat keberuntungannya." Mata Mika berkedip-kedip lucu.

"Dia sudah beruntung sejak lahir. Tidak perlu jimat keberuntungan. Lagipula kudengar sekarang dia sedang menjalin hubungan dengan nona muda dari keluarga Haines. Aku tidak yakin ada gadis muda yang mau menjadi ibu tiri kalian." Fay mencoba mengingat nama gadis itu, tapi gagal. Cade Goldwin memang selalu menjadi berita utama. Bahkan jika dia meludah pun, para wartawan akan dengan senang hati menjadikannya headline.

Yaik! Fay jijik sendiri dengan permisalan yang dibuatnya. Oke, dia memang berlebihan. Tapi memang Cade selalu membuat kehebohan jika dia berganti pacar. Sudah berapa banyak? Sepuluh? Sebelas? Fay mengetuk kepalanya sendiri karena telah membiarkan pikirannya keman-mana. Sama sekali bukan urusannya.

Kedua anak di seberangnya mengerutkan alisnya yang bagus. Mereka tidak senang mendengar kata-kata tentang ibu tiri.

"Apa daddy akan segera menikah?" Mike bertanya hati-hati.

"Mana aku tahu." Fay mengedikkan bahunya. Dia senang melihat tampang imut itu menjadi kesal. "Tapi tentu saja suatu hari tuan Goldwin akan menikahi seorang gadis muda kaya yang manja yang tak akan menyukai anak kecil selain anaknya sendiri."

Kemudian Fay memajukan badannya, memasang tampang mengejek. "Saat itu, kalian akan disingkirkan." Setelahnya Fay tersenyum puas melihat raut cemas kedua anak itu.

"Apa Mommy akan menyingkirkan kami kalau Mommy punya anak sendiri?" Mika terlihat hampir menangis saat menanyakannya.

"Itu tergantung sikap kalian. Kalau kalian menjadi anak yang patuh, mungkin aku akan berbaik hati dan memasukkan kalian ke dalam kartu keluarga. Kalau tidak…."

"Kami akan patuh." Mike menyela cepat.

"Baguslah. Kalau begitu mulai saja dari sekarang." Fay sangat haus dan meraih botol minum dari tas yang dibawanya tadi ke mall.

"Apa itu berarti kau setuju menjadi istri daddy?"

Fay langsung tersedak dan menyemburkan air yang tengah diminumnya tepat ke arah dua anak itu.

***

Cade Goldwin sedang berdiri di kantornya yang luas menghadap pada pemandangan kota Axton di bawahnya. Bukan pemandangan yang telah dilihatnya setiap hari itu yang membuatnya berlama-lama berdiri di sana. Selembar foto lama berada di tangannya. Itu adalah foto dirinya yang tengah terlelap di ranjang hotel. Bahkan tanggal pengambilan gambar tertera di sudut atas foto. Sebuah pagi di enam tahun yang lalu.

Dia bahkan lupa wajah gadis itu. Yang dia ingat hanyalah bahwa dia memerlukan seseorang sebagai pelampiasan hasrat yang menggulung di dalam tubuhnya yang dibawa serta oleh obat itu.

Seseorang telah memasukkan perangsang ke dalam minumannya.

Si pelaku berpikir dengan cara itu bisa mengendalikan seorang Cade. Jangan pernah bermimpi. Sayangnya untuk menghindari jebakan itu, seorang gadis asing menjadi korban. Cade juga kehilangan jejaknya.

Dia sudah mencarinya. Dan tulisan tangan ini memberitahu bahwa gadis itu telah tiada. Tapi dia meninggalkan buah cinta semalam itu. Dua sekaligus!

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel