Bab 4 : Hamil?
Satu bulan berlalu, tanpa halangan Charisa dapat bekerja dengan baik sebagai CEO di Vallarta cabang Jakarta. Tersisa dua bulan lagi untuk kembali ke Jepang. Dia tinggal menyelesaikan beberapa permasalahan intern di sini. Setelah itu dia akan kembali lagi ke Jepang sesuai arahan Tuan Juko.
Kemampuannya dalam memimpin perusahaan memang tidak diragukan. Pantas saja jika karirnya cemerlang di usianya yang menginjak dua puluh tujuh tahun. Padahal dia bekerja di Vallarta baru tiga tahun, tetapi pemilik Vallarta sangat mempercayainya. Selain cerdas, Charisa memang mampu bekerja keras dalam memecahkan masalah di perusahaan dibandingkan dengan pegawai lain.
Vallarta adalah perusahaan furniture yang mencoba membuka cabang di Jakarta. Kota Jakarta sebagai kota metropolitan sangat menjanjikan menjadi target pemasaran desain-desain furniture yang dimiliki Vallarta. Hanya saja untuk saat ini Vallarta Jakarta belum dapat berjalan dengan lancar karena banyak masalah di produksi, pengiriman dan juga bermasalah di perizinan dengan sub kontraktor lain. Maka Charisa lah yang diutus untuk menyelesaikan semuanya di sini.
Dua belas tahun lalu Charisa tinggal di Jakarta bersama kedua orangtuanya sampai kelas satu SMA. Ayahnya dipindahkan ke Jepang dan otomatis semua anggota keluarganya pun ikut ke sana. Karena kinerjanya yang bagus ditambah Charisa berasal dari Indonesia, maka berakhirlah Charisa di sini.
Namun ternyata di hari pertamanya pulang, banyak yang terjadi. Alasan dia menerima dikirim ke Jakarta tanpa menolak adalah karena dia ingin bertemu lagi dengan cinta pertamanya. Sudah dua belas tahun mereka hilang kontak. Charisa berharap dia bisa bertemu lagi dan memulai hubungan yang baru lagi setelah berpisah. Tapi Charisa lupa, kalau waktu sudah lama berlalu dan banyak hal yang sudah berubah.
Hingga akhirnya dia bertemu dengan pria yang tidak ia duga sampai ia rela tidur dengan pria yang baru ia temui. Dan sampai saat ini, Charisa pun tidak bertemu lagi dengan pria itu. Meskipun begitu, tidak jarang Charisa selalu bermimpi bertemu lagi dengan pria itu. Setelah terbangun, jantungnya tidak bisa berdetak dengan normal. Kadang situasi seperti itu membuat Charisa menjadi orang yang linglung dan sering terlihat bengong.
Pagi ini seperti biasa Charisa menyiapkan sarapannya sendiri. Dia memanggang roti dan menggoreng telur. Tapi ketika dia membuka kulkas, perutnya terasa mual mencium aroma kulkas yang penuh dengan berbagai macam bahan masakan. Charisa segera lari ke wastafel dan mengeluarkan sumber mualnya. Beberapa hari ini memang dia merasa mual dan gampang lemas. Apalagi kalau dia mencium aroma yang tidak sedap. Tiba-tiba ia teringat sesuatu yang sangat ia takutkan.
“Tidak mungkin. Mana bisa melakukannya sekali bisa hamil?” sungut Charisa mengibaskan pikiran anehnya. Dia berusaha untuk berpikiran positif.
Charisa kemudian mencoba mengingat periode datang bulannya. Seketika wajahnya berubah pucat. Seharusnya dia sudah datang bulan dua minggu lalu. Dengan panik Charisa kemudian bergegas keluar apartemennya. Dia harus memastikan segera. Apakah kejadian malam itu menghasilkan benih yang ia tidak harapkan. Kalau itu benar artinya Charisa bisa merasakan dunianya akan kiamat.
Charisa memutuskan untuk langsung pergi ke rumah sakit. Meskipun dia coba dengan alat testpack dia akan lebih tenang dan percaya jika dia langsung ke rumah sakit dan diperiksa dokter.
Setelah hasil urine nya diuji lab, Charisa pun meminta untuk USG untuk memastikan kalau tidak ada janin di dalam rahimnya.
“Selamat janin Anda sudah masuk 4 minggu Nyonya!” ucap dokter kandungan membuat Charisa langsung lemas seketika.
“Jadi aku benar-benar hamil?” lirih Charisa. Dia bingung entah harus bahagia apa sedih. Selama ini dia memang sering memimpikan memiliki anak dan suami. Akan tetapi, dia hamil tanpa suami. Apa yang harus ia lakukan.
“Iya Nyonya. Selama trimester pertama tolong pola makannya yang teratur ya! Banyak minum vitamin dan jangan dulu banyak bekerja dengan aktivitas berat!” Charisa sudah tidak konsentrasi dengan apa yang diucapkan dokter. Dia masih shock karena kehamilan yang tanpa ia duga. Hamil di luar nikah dan dia juga tidak tahu siapa dan di mana keberadaan ayah janinnya.
Bagaimana ia menjelaskan ini pada keluarga dan keluarganya. Dia bahkan tidak tahu nama ayah anak ini.
“Dokter! Aku tidak tahu keberadaan ayah dari anak ini. Aku harus menggugurkannya!” ucap Charisa mengambil keputusan. Dia tidak ingin berlama-lama dengan ketidakpastian ini.
“Nyonya sadarlah dengan ucapan Anda ini! Banyak di luar sana yang ingin memiliki bayi. Seharusnya jika tidak ingin punya bayi sebelum melakukan hubungan itu Anda memakai pengaman!” Dokter itu dengan lemah lembut memberitahunya.
“Ini tidak direncanakan dokter. Aku bahkan tidak tahu siapa pria itu. Ini sebuah kecelakaan yang tidak bisa aku cegah!” ucap Charisa dengan wajah yang lesu.
Beberapa saat dokter itu terdiam mendengar pengakuan Charisa. Dia menggelengkan kepalanya karena mungkin dia baru pertama kali mendengar kasus seperti ini.
“Nyonya. Di negara kita ini tindakan aborsi tidak diperkenankan. Baik ibu dan dokter yang membantu aborsi akan mendapatkan hukuman penjara. Sebaiknya Anda merenungkan ini dengan hati dan pikiran yang tenang. Aborsi bukan tindakan tepat. Mungkin mencari tahu keberadaan ayah anak ini akan menjadi solusi. Siapa tahu dia juga menginginkan anak ini!”
Charisa terdiam mendengar nasihat dokter. Dia sungguh tidak bisa menerima kenyataan ini. Bagaimana bisa dia hamil tanpa pasangan. Ini semua gara-gara emosi sesaatnya waktu itu. Jika dia tidak melihat Genta, dia tidak akan melakukan perbuatan ceroboh itu.
Dengan langkah gontai Charisa meninggalkan lorong bagian poli kandungan menuju pintu keluar gedung rumah sakit.
“Nona Anda meninggalkan ini tadi di ruang dokter!” Seorang perawat berlari ke arahnya mengantarkan scarfnya yang tertinggal.
“Ah maaf sudah repot mengantarkannya. Terima kasih!” ucap Charisa berterimakasih pada perawat cantik itu. Dia pun segera melanjutkan langkah untuk pergi.
“Charisa!” Tiba-tiba ada seorang memanggil namanya.
Charisa terkejut ketika melihat siapa yang berdiri di depannya. Pria jangkung berkacamata dengan memakai snelli atau jas dokternya. Dia menatap Charisa dengan wajah terkejut.
Belum sempat rasa kagetnya hilang, pria itu berjalan mendekat ke arahnya. Charisa mundur beberapa langkah. Dia tidak ingin bertemu dengan pria itu di situasi dan tempat seperti ini.
“Kamu Charisa kan? Charisa?” tanya pria itu sambil melepas kacamatanya. Dia menatap wajah Charisa lekat-lekat. Beberapa detik Charisa seperti kehilangan pita suaranya.
“Benar. Aku Cha–risa,” jawabnya sambil menelan ludah. Dia melirik ke sekitarnya. Apakah pria itu sadar kalau dia baru saja keluar dari ruangan poli kandungan.
“Aku Genta. Kau masih ingat tidak?” teriak pria itu senang. Wajahnya terlihat sumringah bertemu dengannya.
“Cha! Ini beneran Charisa tetanggaku yang dulu!” seru Genta masih tidak percaya.
“Kok kau bisa berubah banyak gini?” tanya Genta heran. Dia menatap Charisa dari ujung kepala sampai ujung kaki.
“Ya sekarang aku sudah kurus. Aku bukan Charisa yang gemuk lagi,” jawab Charisa satir.
Entah harus senang atau sedih bertemu dengannya lagi. Hatinya masih kecewa dengan kenyataan kalau pria itu sudah menikah dan memiliki anak.
