Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Sabrina

"Sabrina, aku punya kado spesial buat kamu nanti. Tak lama lagi kamu kan ultah.

Kalimat itu selalu aku ucapkan, seminggu sebelum hari ulang tahun Sabrina. Eh. Pas tiba hari H. Aku suka lupa kasih kadonya ke dia. Parah nggak sih?!!!

Dia marah sama aku berhari-hari. Katanya, cintaku, sayangku palsu. Tak serius. Dia bilang, mau ngasih kado pun diPHP (pemberi harapan palsu).

Pokoknya, pas hari H Ultah Sabrina, kami suka bertengkar hebat. Saling tak tegur sapa. Tapi, ujung-ujungnya, baikan lagi. Sayang-sayangan lagi. Entahlah! Seru kan?! Kelahi sama Sabrina, bikin aku jadi tambah sayang sama dia.

Kejadian itu sangat aku rindu. Sekarang, entah sudah berapa purnama, aku tak pernah lagi bersua dengannya. Rasanya rindu bertengkar dengannya! Hahahahahah!

Sumpah aku rindu banget masa-masa itu. Dulu, waktu SMA, sehari nggak ketemuan sama Sabrina, rasanya ada yang kurang lengkap hidupku.

Sekarang, sudahlah. Mengingat dia, hanya akan menumbuhkan luka lama.

Ironisnya, saat aku berulang kali berusaha menghempaskan bayangannya. Aku selalu gagal. Benteng pertahananku selalu jebol. Dia selalu berhasil menerobos masuk ke ingatanku.

***

Kubuka lagi, kado kecil berisi kalung itu. Aku ragu memberikannya ke Hira. Dia mau nggak ya, menerimanya. Nanti kalau ditolak gimana?

Terus, kalau dia tanya tujuan aku ngasih kado ke dia, apa. Gimana dong?

Hahahahaha. Aku jawab apa? Bisa mati kutu nanti aku kalau dapat pertanyaan itu dari Hira.

Ah! Dasar aku, mau ngasih pun banyak mikir. Harusnya aku kasih saja ya, benda ini. Biasa kan....kalau perempuan paling suka dikasih kado.

Tapi, tunggu. Aku belum punya keberanian. Apa aku harus minta antarin sama Subandi kali ya?

Tapi, nanti aku ditertawakan Subandi. Setahu Subandi, aku kan cuek sama Hira. Terus, tiba-tiba aku ngasih kado itu ke Hira di depan Subandi, apa kata dia dan apa kata dunia?

Tunggu, aku latihan bicara dulu. Belajar caranya ngasih kado kalung itu ke Hira.

***

"Makan siang yuk Bro. Mau nggak. Kita makan di tempak Pak Man. Tempat rahasia kita. Hahahahahaha!" kukirim pesan itu lewat whatsapp.

Nggak pakai lama, Subandi langsung mengiyakan ajakan aku makan siang itu.

"Setengah jam lagi, ketemu di Pak Man ya," kataku.

"Nggak mau ak jemput Bos Bang Bro?" tanya Subandi.

"Pakai pesawat ya," celetukku.

"Hahahahahaha. Si Bang Bos ini ngacau," balasnya.

Seperti kesepakatan bersama. Setengah jam kemudian, aku sampai di Warung Makan Pak Man. Rumah makan langganan kami berdua.

"Wah, akang-akang ganteng ini sudah lama tak kemari. Ayo monggo duduk dulu. Order apa ini? Soto, rawon, pecel, lodeh dan lainnya," tanya Pak Man, tanpa jeda saat menyambut kedatangan kami.

Aku dan Subandi datang berbarengan. Padahal, janjian ketemu di warung. Berangkat dari rumah masing-masing.

Setelah ambil posisi masing-masing. Meletakkan ponsel di meja. Pak Man ngasih daftar menu makanan dan minuman.

"Ada menu baru, spesial. Rujak kikil. Dijamin jossssss!" sebut Pak Man, sembari menonjolkan kedua jempolnya penuh semangat.

Aku dan Subandi saling berpandangan. Lalu sepakat order rujak kikil. Karena rujak kikil itu memang makanan favoritku sama Subandi.

Tak terkecuali Sabrina. Dia paling doyan maem rujak kikil. Kalau aku bilang pingin rujak kikil, Sabrina pasti langsung ngajak ke warung Mbak Susi.

Warung rujak kikil murah meriah yang ada di seberang sekolah.

Pernah ada kejadian memalukan. Aku pernah makan rujak kikil, berdua sama Sabrina. Saking laparnya, sampai nambah sepiring lagi. Tapi, buat bagi dua.

Pas sejam kemudian mau bayar. Sabrina panik. Dia nyari dompetnya di tas. Nggak ada. Lalu, dia ingat, ternyata ketinggalan di rumah.

Ya Allah, malu banget aku waktu itu. Laki-laki ngajak makan cewek, terus nggak bawa duit, kan malunya sampai ke ujung dunia!

Tanpa malu, aku minta waktu sama Mbak Susi, mau ambil dompetnya di rumah. Tapi, Mbak Susi kayak nggak ikhlas. Akhirnya demi membuat Mbak Susi percaya, aku dan Sabrima sepakat meletakkan hp masing-masing, sebagai jaminannya.

Baru, Mbak Susi percaya, karena ada jaminannya. Duh.....tiga piring rujak kikil ditukar sama dua HP Android. Kan........sial. Tapi, aku dan Sabrina nggak ada niat menipu Mbak Susi.

Secepat kilat, aku melaju dengan motor satriaku, menuju rumah Sabrina. Uhui.....! Sabrina memeluk pinggangk erat banget. Soalnya, aku ngebut, dengan kecepatan 80 km/ jam. Terus dia juga takut jatuh.

"Beb, jangan laju-laju dong, kita kan belum nikah," teriaknya sambil mencubit pinggangku.

"Aduhhhhhh sakit, tau Beb!!!" kataku, mengaduh pura-pura kesakitan.

***

"Kamu ini sengaja ya, asal makan rujak, pasti nggak bawa dompet," kata Mbak Susi, emosi.

Itu, kejadiannya sudah yang ketiga kali. Lalu, Mbak Susi nyerocos lagi.

"Terus, mau ninggalin apa, Coba?!!. Kalau kalian juga ngaku nggak bawa HP. Tolong ya. Jangan makan di warung saya lagi, kalau nggak bawa uang. Sebenarnya kalian mau nipu aku ya?! semprot Mbak Susi, habis-habisan.

Tapi, sumpah memang waktu itu, sama-sama lupa lagi, nggak bawa dompet. HP juga ketinggalan di rumah, pas waktu mau berangkat sekolah.

Jadinya, Sabrina yang harus aku tinggal. Tapi, meski demikian, kulihat Mbak Susi tetap saja, memberengut.

Di jalan, aku terkekeh, kenapa sampai terulang tiga kali, kejadiannya. Benar-benar tak kusengaja. Sabrina sendiri juga heran, kenapa harus terulang dan terulang lagi.

Sejak kejadian itu, aku dan Sabrina, nggak mau lagi makan rujak kikil. Selera kami, tiba-tiba ganti. Bukan lagi makan rujak kikil. Tapi, maem soto ceker Mbak Yulita.

Kalau sama Mbak Yulita, kami juga suka ketinggalan dompet. Enaknya, boleh bayar esok hari.

Kadang, kami lupa ke sana esok hari. Mbak Yulita nggak pernah cerewet. Dia cuma tepuk jidat aja kalau makan sampai lupa bawa dompet.

"Oalah Le, Le....piye toh. Yo wis sesuk bayar lho yo. Ojo lali!" kata Mbak Yulita santai.

*Oalah Le, Le...! Gimana toh. Ya udah, besok bayar lho ya. Jangan lupa!*

"Siap Mbak. Aku pasti bayar," kataku.

Sabrina selalu ingetin aku, kalau punya hutang sama Mbak Yulita.

Kadang, untuk bikin Mbak Yulita senang, Sabrina suka bawa in oleh-oleh kue, buatan mamanya. Nggak banyak. Paling sepotong dua potong. Alasan Sabrina, Mbak Yulita disuruhnya cicip kue itu. Minta pendapat soal rasanya.

Tapi, kadang-kadang Mbak Yulita nyeletuk. "Kuenya itu buat sogokan ya, biar aku nggak marah. Gitu kan maksudnya ya?" kata Mbak Yulita agak meninggikan suaranya.

Wajah Sabrina langsung memerah. Dia merasa strateginya terbaca orang lain, alias ketahuan bohong.

Kalau sudah seperti itu, Sabrina berhenti nggak mau makan di sana, kalau nggak bawa dompet. Kadang, dia minta traktir aku. Tapi, dompetku disuruh cek dulu, bawa duit apa nggak.

"Traktir aku dong. Bawa duit nggak?" tanyanya manja.

"Bawa dong," jawabku.

Tapi, dia nggak mau percaya begitu saja. Mati-matian dia paksa aku untuk cek dompetku. Bener nggak, dompetnya ada. Hahahahaha. Parah pokoknya.

Hahahahahahah! Tapi, ada lucunya juga, kenangan sama cewek tengil, yang bikin kangen itu. Sekarang, kira-kira, dia masih kayak gitu nggak ya, meski udah bersuami.(***)

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel