Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 8

HAPPY READING

***

Clara melihat Ben turun dari tangga dia tidak sendiri melainkan bersama pria muda, struktur wajah pria muda itu mirip dengan Ben, ia yakin itu adalah Robert. Ia akui, kalau ayah dan anak itu sangat tampan. Ia reflek berdiri, ketika Ben melangkah mendekatinya.

“Kita makan dulu ya sama Robert,” ucap Ben.

“Hemmm, apa nggak apa-apa?” Tanya Clara, ia merasa ragu takutnya menganggu hubungan Ben dan anaknya.

“Enggak apa-apa kok. Kalau kamu nggak makan juga nggak apa-apa, nanti kita makan di luar saja. Yang penting temani Robert makan.”

“Yaudah kalau gitu.”

Clara mengikuti langkah Ben menuju meja makan, ia menatap pria muda itu mengambil nasi menaruh lauk pauk di piringnya. Pria itu tersenyum dan lalu melanjutkan makannya. Clara memilih duduk di samping Ben,

“Papi nggak makan?” Tanya Robert menatap sang ayah.

“Papi sudah makan di kantor tadi,” ucap Ben sekenanya, ia meletakan gelas berisi air mineral yang baru ia teguk.

“Robert, ini tante Clara, dia manager marketing di perusahaan papi.”

Robert melihat wanita di hadapannya, sekilas wanita itu mirip tante Resti teman wanita papi dulu. Namun wanita ini terlihat jauh lebih muda, ia tersenyum kepada wanita itu.

“Makan dulu ya, tante.”

“Iya, silahkan Robert,” ucap Clara, ia melihat hidangan tersaji di meja, ada tumiis brokoli, ayam goreng lengkuas, sapi lada hitam dan sambal cumi.

Clara kembali diam, sebenarnya ia tidak tahu akan berbicara di meja makan ini. Ia hanya menemani Robert makan.

“Tante nggak makan juga?” Tanya Robert hanya berbasa-basi.

“Hemmm.”

Ben menghela nafas, ia mengambil piring dan menyerahkan kepada Clara, “Kamu makan juga, ya.”

Clara melirik Robert, ia mengobservasi apa yang dikenakan Robert, dia mengenakan kaos hitam dengan logo Nike, jam tangan digital berwarna hitam, ia yakin itu harganya sangat fantastis. Celana pendek berwarna senda. Di meja makan terdapat ponsel iphone keluaran terbaru. Rambutnya sedikit acak-acakan, karena mungkin tidur sambil main ponsel.

Clara menaruh nasi dan lauk pauk di piring, begitu juga dengan Ben. Tidak ada siapa-siapa lagi di rumah ini, mereka makan bertiga di ruangan ini. Ia melihar Robert, pria itu makan dengan tenang. Tatapannya teralihkan pada softcase one piece, ia yakin kalau Robert pecinta film anime tersebut.

“Tante suka softcase kamu,” ucap Clara membuka topik pembicaraan.

Alis Robert terangkat, ia memandang tante Clara, “Tante tau One Piece?”

“Ya tau dong, tante suka one piece sejak SMP.”

“Really?”

Clara melihat ekspresi bahagia yang diperlihatkan oleh Robert. Ia sudah lama di dunia marketing, ia selalu bisa mengambil hati klien, ia tahu bagaimana cara klien suka kepadanya, salah satunya mencari tahu apa yang disukai oleh klien. Cara ini sangat efektif menarik perhatian custumer agar bisa menjalin mitra bisnis.

Ia selalu bisa memberikan pelayanan yang baik agar klien tertarik dengannya. Ia berada di posisi ini dengan cepat karena cara pendekatannya selalu tahu apa yang disukai oleh pelanggan. Dengan seperti ini ia selalu mendapatkan penjualan dengan cepat, hal-hal kecil ia selalu cari tahu, bagaimana dia berpakaian, cara menata rambut, bahkan ia pernah mencari tahu cincin merek apa yang di gunakan kliennya. Agar obrolan mereka selalu nyambung.

“Menurut tante siapa karakter keren di One Piece?” Tanya Robert, ia memasukan makanan ke dalam mulutnya.

Clara berpikir beberapa detik, “Menurut tante Buggy D. Clown yang merupakan mantan bajak laut Roger. Dia bajak laut pertama yang jadi musuh Luffy dan hampir menjadi yang terakhir. Hanya satu senti saja dia bisa membuat anime One Piece berakhir cepat lewat pedangnya di Logue Town.”

Robert lalu tertawa, ia antusias dengan jawaban tante Clara, “Setuju sama tante. Awalnya Buggy the Clown itu terlahir orang baik hanya saja tanpa sengaja menelan buah setan dan kehilangan peta harta karun.”

“Kalau karakter paling keren menurut kamu siapa?” Clara balik bertanya, ia memasukan makanan ke dalam mulutnya.

“Donquixote Doflamingo, dia karakter paling keren menurut aku tante. Dia pemimpin yang kharismatik, keras terhadap lawan dan setia terhadap keluarga. Mampu menguasai satu kerajaan, diikuti dengan menjatuhkan citra raja Riku. Dia bisa membentuk citranya sendiri dalam satu malam.”

“Menurut tante, konsepnya kayak family gitu ya, karena udah dari kecil, para kru sudah lama-lama juga. Tapi sayangnya dia malah dibunuh sama adik kandungnya sendiri. Bedanya sama crocodile, baroque works konsepnya ya mafia atau organisasi criminal,” ucap Clara.

“Menurut tante akhir dari One Piece bagaimana?”

“Semua orang pasti sudah tahu akhirnya bagaimana. Sudah pasti Luffy menjadi raja bajak laut sudah di set begitu oleh penulisnya. Sama hal nya dengan Naruto yang sudah pasti menjadi hokage. Tapi prosesnya serta misterinya di cerita itu yang buat one piece semakin seru dan menegangkan.”

“Setuju banget sama tante. Kapan-kapan nonton bareng yuk tante.”

Alis Clara terangkat mendengar ajakan Robert, sebenarnya ia tidak terlalu mengikuti One Piece, ia menonton hanya dulu baru-baru keluar di salah satu stasiun TV swasta pernah beberapa kali membaca komiknya. Itu dulu sudah lama, ia juga bahkan lupa-lupa ingat.

“Boleh.”

Robert menepuk meja, “Yes! Baru kali ini loh, ada yang hobinya sama. Kebanyakan kalau di tanya, nggak pernah nyambung tante.”

“Owh ya?”

“Iya. Serius!”

“Satu lagi tante, aku juga tuh sama karakter Bon-chan. Karakter super nyentrik, bener-bener definisi dari teman sehidup semati. Dia bahkan rela melakukan sesuatu yang mengancam nyawa untuk menyelamatkkan temannya. Respect!”

“Tante juga nggak nyangka kalau Bon sebaik itu.”

“Seru nih ada tante! Kok ada ya kayak tante yang sukanya sama kayak aku.”

“Emangnya temen kamu nggak ada yang suka?”

“Susah tante, temen-temen aku aja nggak ada nonton One Piece, kecuali sesama komunitas aja yang ngerti.”

“Temen kamu kurang gaul,” ucap Clara terkekeh.

“Bener banget,” Robert meletakan garpu dan sendok dia menyelesaikan makannya. Ia tersenyum lagi dengan tante Clara.

Ben mendengar seluruh percakapan Robert dan Clara. Sejujurnya ia sama sekali tidak tahu apa itu One Piece. Yang ia tahu bahwa One Piece animasi yang disukai oleh Robert. Namun ajaibnya Clara lah dapat mengimbangi percakapannya selain Resti mantannya. Ia tersenyum penuh arti, Clara benar-benar wanita ajaib menurutnya.

“Tante mau nonton One Piece bareng nggak?” Tanya Robert.

“Jangan sekarang, kamu kan besok sekolah. Mungkin weekend tante bisa.”

“Yahh.”

“Weekend deh, janji. Nanti tante temani kamu nonton seharian.”

“Beneran?”

“Iya beneran, serius.”

“Oke, janji ya.”

Robert beranjak dari duduknya, “Yaudah tante, aku ke atas dulu ya.”

“Iya.”

Clara dan Ben melihat kepergian Robert. Ia sudah menyelesaikan makannya, ia memandang bibi keluar dari arah belakang dan tersenyum ke arah mereka. Bibi bergerak sistematis mengambi piring kotor.

“Sudah selesai makannya non?”

“Iya, bi sudah,” ucap Clara, ia melihat Ben meninggalkan ruang makan, sementara dirinya mengikuti langkah Ben dari belakang.

Clara memandang Ben, kini mereka berada di depan kolam renang, ia melihat angin menerpa wajahnya, ia melihat langit tanpa bintang. Ben melirik Clara berada di sampingnya.

“Saya tidak menyangka kamu akan nyambung ngobrol dengan Robert,” ucap Ben melirik Clara.

Clara tertawa, “Mungkin kamu lupa kalau saya ini manager marketing di perusahaan kamu.”

“Terus apa hubungannya dengan marketing?”

“Saya selalu tahu bagaimana karakter lawan bicara saya. Saya tahu bagaimana memikat klien saya agar bisa menjadi mitra saya dalam berbisnis. Sebelum saya bertemu klien saya, saya selalu mencari tahu siapa dia. Paling tidak saya mengetahui hobinya seperti apa.”

“Saya juga selalu memperhatikan penampilan clien saya seperti apa. Pasti ada salah satu apa yang dia kenakan, membuat saya suka. Mulai dari tas, sepatu, rambut, kaca mata, kunci mobil. Saya selalu jeli soal itu.”

“Saya harus balajar bagaimana memikat klien saya. Misalnya saya menjual bahan bakar minyak, ketika ada mitra yang mau bergabung. Saya berusaha membuat obrolan kita nyambung dan nyaman. Saya selalu meningkatkan pelayanan dan kenyamanan. Dengan membuat pelanggan puas. Semakin besar peluang mereka untuk menjadi pelanggan setia.”

“Contohnya saja Robert tadi. Tatapan saya jatuh kepada softcase ponselnya bergambar One Piece. Kebetulan saya pernah nonton One Piece, sempat suka nontonnya dulu. Karakter pemainnya ada yang beberapa saya hafal, jadi obrolan kita nyambung.”

Ben tahu kalau Clara memang salah satu karyawan teladan, “Nice. Kamu masih nonton On Piece?”

Clara tertawa, “Ya nggak lah, itu udah lama banget waktu SMP.”

“Hebatnya lagi kamu masih ingat. Itu kan udah lama banget.”

“Masih lah. Walau lupa-lupa dikit.”

Ben memilih duduk di kursi malas di dekat kolam renang, ia menyandarkan punggungnya di kursi sambil membujurkan kakinya, menikmati suasana malam.

“Sini duduk samping saya. Kita juga nggak buru-buru kan.”

“Ya nggak sih,” gumam Clara. Ia sempat ragu ketika Ben menawarkan duduk di sebelahnya.

Clara menarik nafas anehnya ia ikut berbaring di kursi malas, sambil menikmati suasana rumah Ben yang dibuat mirip resort ini. Rumah ini memang sangat memanjakan mata menurutnya. Angin malam menerpa wajahnya. Ia memejamkan mata beberapa detik, menikmati angin.

Ben mengubah posisi tidurnya menyamping, ia menatap Clara, “Kamu masih marah dengan saya?” Tanya Ben memastikan sekali lagi bagaimana kondisi hubungan mereka.

“Oh Jelas! Masih marah dong.”

Ben tertawa, “Saya serius Clara.”

“Saya juga serius bapak. Apa bapak mau membelikan saya tas Dior sebagai bentuk perdamaian.”

Ben lalu tertawa keras, ia melihat manik mata Clara, “Oke, besok saya belikan.”

“Saya hanya bercanda pak,” ucap Clara tertawa.

“Tetap saya belikan besok,” gumam Ben, mengedipkan mata kepada Clara.

“Really?”

“Of course.”

“Enak ya, jadi orang kaya. Kalau mau beli apa aja nggak perlu mikir. Itu tas Dior loh, mahal.”

Ben tertawa, “Spesifik mahal itu tergantung siapa yang membelinya.”

“Bagi saya mahal, dan bagi bapak itu biasa aja,” dengus Clara.

Clara lalu tertawa, ia melihat tumbuhan di dekat kolam tertata dengan baik. Rumah ini benar-benar rumah impian menurutnya.

“Rumah bapak bagus,” ucap Clara setelah puas mengobservasi.

“Ini rumah impian saya. Memang dibuat senyaman mungkin, kalau pulang kerja bawaanya memang ingin istirahat, bukan kerja.”

“Bapak sering berenang di sini?” Tunjuk Clara ke arah kolam.

“Kalau pengen saja. Tapi yang sering itu Robert,” ucap Ben.

Ben melirik Clara, tatapannya teralihkan kepada dress mini yang dikenakan Clara. Dress wanita itu tersingkap ke atas. Hingga paha mulusnya terlihat jelas. Tatapan Ben teralihkan kepada bibir penuh Clara, wanita itu menatapnya. Mereka saling berpandangan satu sama lain.

“Clara.”

“Iya,” tanya Clara.

“Boleh saya …”

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel