7
Seminggu lewat setelah Lyona meninggal. Nayaka mendatangi rumah besar itu lagi.
"Saya pamit om, tante, tugas saya sudah selesai, kini saya akan kembali meraih cinta Lyora yang saya yakin akan sulit saya dapatkan lagi," ujar Nayaka dengan wajah datar.
"Maafkan kami Ka, kami akan berusaha mengembalikan kalian, bagaimana pun caranya," ujar mama Lyora.
****
Lyora kaget saat tiba-tiba Chal masuk ke ruangannya.
"Sudah ditelepon Lee?" tanya Chal.
"Kenapa?" tanya Ly.
"Malam ini, atau mungkin sampai besok ada beberapa desain yang harus kita kerjakan, kita nginep di sini Ly, ini filenya coba kamu lihat, ini sebenarnya kerjaan orang lain tapi perusahaan kliennya Lee nggak puas dan meminta Lee memperbaikinya," ujar Chal.
"Kau kan punya kantor, bagaimana bisa kamu lebih betah di sini? Masa kamu nggak ada kerjaan di kantormu?" tanya Lyora.
Chaldera tersenyum.
"Maaf, aku nggak terbuka sama kamu, ituuuu firma punya papa dan sodara-sodaranya jadi ya, aku yang akhirnya minta pindah ke sini, itu punya kakek, kami kelola bersama keluarga besar, hingga merambah membuka usaha lainnya, kalau kamu mau, kapan-kapan kumpul sama sepupu-sepupu aku yuk Ly," ajak Chaldera dan Lyota menggeleng.
"Nggak Chal, kita hanya teman, aku nggak mau terlalu masuk dalam keluarga kamu," sahut Lyora, tak lama terdengar dering ponsel Lyora.
Ya Prof?
Ly bantu aku ya, kali iniii saja, aku harus berangkat ke Surabaya, kong co ku meninggal, selesaikan desainnya dan aku minta tolong setelah selesai kamu ikut Chaldera ke Batam
APA? Nggak mungkin lah Prof
Please Ly bantu aku, Lim Swee Liau sahabatku, dia memintaku segera menyelesaikan desain itu untuk hunian yang akan dia tawarkan ke customernya, aku sudah bilang ke dia, aku mewakilkan pada dua orang pilihanku, mau yaa? Please Ly
Baiklah Prof, tapi
Please, jangan lemes suaramu, aku jadi merasa bersalah
Yah mau gimana lagi
Makasih banyak Ly, aku segera berangkat, aku akan seminggu di Surabaya, semuanya sudah aku serahkan pada Chaldera, aku titip pada kalian kantorku selama aku belum kembali..
Lyora menatap Chaldera yang tersenyum sambil mengedikkan bahu dan terlihat tak tahu harus bicara apa.
****
Jam menunjukkan angka sebelas malam. Beberapa karyawan Lee telah pulang.
"Aku lelah Chal, kamu lanjutkan ya, kan sudah kita diskusikan lagi apa maunya klien Prof Lee, kalo mau pulang bangunkan aku,"
Lyora berselonjor di sofa dan memejamkan mata.
Chal melanjutkan pekerjaannya tanpa menjawab
Satu jam kemudian Chal menggeliat, sambil merentangkan tangannya. Bangkit dari duduknya dan melangkah menuju sofa tempat Lyora tidur dengan nyenyak.
Ia pandangi wajah tenang Lyora. Lalu berjongkok, mencium kening Lyora.
Ly, selama apapun..aku akan menunggu kau membuka hatimu...
Lyora menggerakkan badannya dan tidur menyamping, Chaldera mengusap rambut Lyora.
"Chal, aku mau tidur lagi gak papa ya?"
"Sudah selesai, kita pulang," ajak Chal dan Lyora membuka mata,menemukan wajah Chaldera yang sangat dekat dengan wajahnya.
"Baiklah, aagghhh aku mau bangun dulu," Lyora berusaha bangkit dan Cahldera menarik tangannya.
Berdua duduk di sofa dalam jarak yang dangat dekat membuat Lyora merasa tak nyaman.
"Kita pulang Chal," ajak Lyora tanpa melihat Chaldera dan hendak berdiri namun Chaldera menariknya duduk kembali.
"Ada apa?" tanya Ly.
"Begitu sulitkah kau melupakan dia, hingga tadi dalam tidurmu pun kau sebut namanya, benar kan dia Nayaka? Tadi kau bergumam beberapa kali, dia menyakitimu Ly, ingat itu, aku tahu akan butuh waktu untuk melupakannya, tapi setidaknya jangan habiskan waktumu untuk menyakiti dirimu sendiri," ujar Chaldera, mulai menarik bahu Lyora ke dadanya.
"Akuuu..aku masih mencintainya Chal," lirih suara Lyora, Chaldera mendengar suara bergetar itu. Ia raih dagu Lyora dan Chal menurunkan wajahnya.
Melumat dengan lembut bibir Lyora, ia merasakan bibir itu bergetar, ia usap bibir bawah Lyora hingga terbuka dan melesakkan lidahnya ke dalam mulut Lyora.
Lyora merasakan aliran yang tak biasa dalam tubuhnya, aneh namun memabukkan, semua pengalaman pertama yang ia alami dengan Chal selalu saja membuat tubuhnya serasa terkena aliran listrik.
"Chaaal," erang Lyora saat perlahan Chal menarik rambutnya dengan lembut dan menyesap lehernya.
Namun saat dadanya diremas dengan lembut oleh Chaldera kesadaran Lyora seperti kembali, dipegangnya tangan Chaldera, napas mereka yang menderu mulai terdengar normal.
"Maafkan aku Ly,"
"Jangan ajari aku hal aneh Chal, aku ingin hanya suamiku kelak yang melakukannya padaku," ujar Lyora berusaha menjauhkan duduknya dari Cahldera.
"Maaf, aku..,"
"Kita pulang,"
"Ya dan mempersiapkan keberangkatan kita ke Batam," ujar Lyora, sambil bangkit dan melangkah pelan ke mejanya.
****
Nayaka menunggu dari dalam mobilnya kembali resah setelah beberapa hari tidak melihat Anya di kampusnya. Ia selalu mengawasi pergerakan gadis itu dari jauh.
Tak lama muncul Anya dan beberapa menit kemudian datang ojol yang ia pesan. Nayaka mengernyitkan keningnya. Mengapa Anya tak mengendarai mobilnya?
Nayaka mengikuti pergerakan ojol dari jarak yang tak begitu jauh, lalu berhenti di sebuah tempat praktik dokter kandungan.
Deg...
Dada Nayaka terasa terhimpit.
Tak mungkin..tak mungkin, aku hanya melakukannya sekali...
Segera Nayaka markirkan mobilnya. Dan bergerak cepat masuk ke dalam tempat praktik dokter yang dituju Anya.
Terlihat beberapa orang mengantri dan Nayaka mengamati Anya yang duduk sendiri dengan resah.
Nayaka merasa aman karena ia duduk di tempat yang teralihkan oleh beberapa orang yang terlihat antri, tidak banyak namun karena rata-rata pasangan suami istri, tempat duduk seolah penuh.
Satu jam kemudian
Ibu Anya...
Perawat memanggil nama Anya dan Anya bergegas masuk, secepatnya Nayaka menyusul.
Anya kaget.
"Apaan sih lo," ujar Anya dengan jengkel dan Nayaka tak peduli, ia dorong Anya masuk.
"Mari silakan duduk, ah bu Anya rupanya, ditemani suaminya ya?" dokter Heru terlihat ramah menyilakan keduanya duduk.
"Ada yang bisa saya bantu lagi bu Anya?" tanyanya lagi.
"Saya ingin memeriksakan kandungan istri saya dok?" ujar Nayaka dengan ragu dan Anya menoleh, melihat Nayaka sekilas dengan tatapan benci.
"Baiklah, mari saya periksa lagi, yang kapan hari bu Anya sudah ke sini, dan positif hamil pak,"
Ucapan dokter Heru bagai pukulan yang menghantam kepala Nayaka.
"Nggak mungkin dok, kami hanya melakukannya sekali," ujar Nayaka cemas. Terdengar tawa dokter Heru.
"Untuk sel telur yang siap dibuahi tidak perlu melakukannya berkali-kali Pak, apa Bapak dan Ibu berniat menunda punya anak? Mengapa tidak konsultasi dulu? Ah ya Bu Anya mari saya periksa janinnya melalui USG, yang kapan hari kan belum terlihat, mari saya periksa lagi,"
Anya bergerak ragu dan kepala Nayaka terasa berdenging, bayangan wajah Lyora melintas berkali-kali di kepalanya.
Lima belas menit kemudian
Ia kembali tersentak saat dokter Heru duduk kembali di kursinya, tersenyum dan menatap bahagia
"Ah selamat Pak, kondisi janin sehat, usia janin sekitar dua minggu, tadi Bapak saya panggil berkali-kali agar melihat janin di perut istri Bapak, tapi sepertinya Bapak sedang melamun, jangan disesali Pak, banyak pasangan yang sulit punya anak, dan Bapak dengan mudah diberi amanah oleh Allah,"
Suara dokter Heru seolah suara sayup-sayup yang ditangkap oleh Nayaka, ia tak lagi fokus, dipikirannya, bagaimana Lyora dan Lyora.
