Pustaka
Bahasa Indonesia

Legenda Pendekar Pedang Ganda

60.0K · Tamat
Serpihan Salju
56
Bab
2.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

"Kalau aku sedang tidak memegang pedangku sendiri, mungkin aku akan mengira kalau kamu sudah lancang berani menyentuh pedang milik shifu." Qing Yuan berkata tajam sambil menghunus salah satu pedang ganda milik Yu Zhen. "Meskipun pedang ini tampak palsu, tetapi ini juga terlihat sangat asli." Perkataan Qing Yuan sukses membakar kemarahan Yu Zhen. "Lancang! Siapa kamu yang berani-beraninya mengatakan kalau pedangku adalah pedang palsu? Pedang itu ditempa dan diukir oleh ayahku sendiri!" Qing Yuan tertawa sembari melemparkan sepasang pedang milik Yu Zhen ke arah tuan pemiliknya dan bertanya dengan nada sinis. "Jadi, kamu merasa marah sekarang? Apa bagusnya jika pedang itu ditempa sendiri oleh Yu Shan, ayahmu?" Yu Zhen dengan tangkas menangkap pedang gandanya. Murid dari Xu Guan itu merasa sangat marah, hingga ia segera menghunus kedua senjatanya dan bersiaga untuk melawan orang yang telah menghina sang ayah. "Shifu, Tuan Muda Yu! Kumohon kalian tenanglah, dan jangan bertengkar!" Shen Ji, murid dari Qing Yuan berusaha melerai dan memohon kepada dua orang pria muda yang dicintainya, dan mereka sekarang berhadapan sebagai musuh serta siap saling membunuh. Pertarungan antara para pemilik pedang ganda akan segera dimulai. Dari pertempuran inilah, semua rahasia akan terungkap dan membuat keadaan semakin membingungkan. Ada rahasia dan misteri apakah di antara para pemilik pedang ganda tersebut?

FantasiKawin KontrakTuan MudaRomansaPernikahanwuxiaRevengependekarBaperZaman Kuno

01. Malam Pengantin

"Fuma, apakah Anda benar-benar tidak ingin melepaskan topengmu? Kita sudah menjadi suami istri sekarang, jadi kita tidak harus saling menutupi wajah masing-masing." Seorang gadis berpakaian pengantin merah terang berusaha membujuk lelaki bertopeng iblis yang duduk terdiam di tepi ranjang bersampul kain sutra merah nan mewah.

Mereka baru saja meresmikan pernikahannya siang tadi, dan ini adalah malam pengantin yang seharusnya sangat indah. Namun, keduanya seperti orang asing bagi satu sama lain.

"Maaf, Gongzhu. Wajah ini tidak seperti orang kebanyakan, dan hamba takut, jika nanti Gongzhu akan menjadi tidak nyaman dengan penampilan wajah hamba." Pria berjubah merah terang berkata dengan sikap hormat.

"Tapi aku ingin sekali melihat wajah suamiku. Kalau Fuma tidak mau membukanya, maka biar saja aku yang membuka topengmu!" Gadis bercadar merah segera berbalik badan, melayangkan tangan dengan cepat untuk meraih paksa topeng suaminya.

Pria berjubah merah begitu gesit menghindari sambaran tangan istrinya dengan sangat ketakutan. Namun, sang istri menerkamnya bak singa kelaparan, hingga tubuh mereka jatuh saling bertindihan di atas ranjang pengantin.

Seharusnya ini adalah posisi yang menguntungkan satu sama lain. Tubuh saling merapat hingga rasa hangat tercipta di antara desah napas yang berkejaran. Tangan gadis bercadar mulai nakal menyentuh apa saja yang dia sukai.

Pria muda berjubah merah kian merasa tak berdaya. Tubuh sangat sulit untuk digerakkan. Seluruh titik akupuntur di sekujur badan seakan terkunci dan tak dapat dibuka paksa.

Dia hanya semakin ketakutan, saat jemari berkuku runcing dengan cat merah itu mulai bergerak lembut menyusuri dadanya, leher dan terus naik hingga sampai ke topeng buruk yang menyembunyikan seraut wajah.

Sentuhan itu teramat lembut, menimbulkan sengatan-sengatan halus dan berhasil membuat wajah di balik topeng menjadi tegang tak berdaya. Ini adalah kali pertama dia merasakan keanehan dari kulit putih yang berkontak secara langsung dengan tubuhnya.

Semestinya dia merasa senang dan ketagihan, bukan?

Namun yang terjadi, pria berjubah justru sangat ketakutan. "Tidaak! Tolong jangan buka topeng hamba!"

"Aku tidak peduli. Kamu suamiku sekarang dan aku juga berhak untuk melihat wajahmu!" Bola mata gadis bercadar merah terlihat semerah jubahnya, menyala-nyala dengan aura membunuh yang sangat kental. "Suamiku, biar kulihat wajahmu."

Udara di sekitar kamar pengantin tiba-tiba dipenuhi hawa jahat disertai aroma kematian yang seakan hendak mencekik pengantin pria hingga mati. Napasnya terasa sesak bagai dihimpit batu gunung sebesar gajah.

"Jangan paksa hamba! Tidaaak!" Pria muda berjubah merah itu berteriak histeris sambil berupaya melindungi diri dengan menyilangkan kedua tangannya di antara wajah bertopeng dan bercadar mereka.

"Suamiku, aku juga akan melepaskan cadarku, karena kamu tidak juga mau melepasnya." Wanita itu menarik cadarnya dan wajah luar biasa pun terlihat nyata. "Bagaimana, apakah aku cukup cantik, Suamiku?"

Pria muda bertopeng dan berjubah merah semakin ketakutan saat melihat wajah mengerikan di hadapannya. Kulit wanita itu hitam, kasar penuh dengan bintil-bintil merah bernanah yang hampir kesemuanya telah matang.

Beberapa di antaranya bahkan sudah pecah dan meneteskan cairan lendir kental kuning kehijauan dengan bau daging busuk yang dikubur dalam tanah.

Jika tidak ada topeng pelindung, mungkin cairan nanah-nanah busuk itu sudah berjatuhan menetesi kulit wajah si pengantin pria secara langsung.

Pria bertopeng memandang jijik, mual hingga muntah angin akibat tak tahan dengan rupa monster di depannya. "Menyingkir dariku, Iblis Betina! Kamu sangat menjijikkan!"

"Suami yang kucintai ternyata sangat tega mengusirku di malam pengantin. Aku sangat sedih, Fuma." Wanita berwajah menjijikan memasang tampang sedih, lalu berganti dengan mimik muka lain yang lebih menyeramkan.

Wanita itu tertawa kecil, memperlihatkan deretan gigi-gigi runcing hitam dilumuri cairan yang berjatuhan. Dia lalu menjulurkan lidahnya, mengusap berputar seperti tidak merelakan air liurnya luruh sia-sia.

Pengantin pria semakin merasa jijik dan rasanya ingin pingsan saja saat ini.

"Suamiku, bagaimana kalau kita mulai saja acaranya?" Pengantin wanita yang berkuasa sudah tidak bisa bersabar lagi.

"Acara apa? Aku bukan suami siapa pun!" Pengantin pria berteriak keras dan lantang hingga terdengar oleh telinganya sendiri. "Pergi dariku sekarang jugaaaa!"

"Pergi?" Wanita berwajah menjijikkan semakin mendekatkan mukanya hingga hidung mereka nyaris bersentuhan. "Ini adalah malam pengantin kita dan aku menginginkan suamiku seutuhnya. Fuma, apakah kamu benar-benar tidak menginginkan aku?"

Pengantin pria melengos dengan tatapan jijik. Dia merasa lebih baik mati saja daripada harus bercinta dengan wanita berwajah monster, meskipun statusnya seorang putri kaisar.

Wanita buruk rupa terlihat semakin tak sabar untuk membuka topeng lelaki di bawahnya. Sikap menolak dan tatap menentang penuh pemberontakan dari pria ini sungguh membuatnya semakin merasa tertantang.

Dia ingin menarik paksa topeng yang menutupi wajah suaminya, tetapi yang terjadi ternyata tidak seperti yang dia harapkan.

"Jangan sentuh topengku!" Pengantin pria tetap memberontak liar hingga datanglah tenaga yang tidak disangka-sangka.

Dia mendorong keras tubuh wanita di atasnya hingga terlepas, lalu dirinya berlari sekonyong-konyong menuju ke arah pintu.

Gelak tawa keras dan panjang terdengar dari arah ranjang. Tawa itu tak ubahnya seperti suara hantu wanita di tengah malam buta yang sedang menakuti korbannya.

"Larilah! Larilah secepat kamu bisa! Tapi jangan harap kamu dapat lepas begitu saja dariku, Fuma!" Pengantin wanita berteriak sambil melesat terbang, menyambar kaki pengantin pria.

Demi mendapat sambaran tangan berkuku runcing yang begitu kuat mencengkeram pergelangan kakinya, pria itu limbung dan ....

Bugg!

"Aaaa!"

Terdengar suara benda jatuh dari tempat yang cukup tinggi dan seorang pria muda berpakaian serba hitam terlihat bergulingan di antara hamparan rumpun bunga semerah darah yang bercahaya keemasan akibat tertimpa sinar matahari sore.

Pria muda membuka matanya secara mendadak dengan napas tak beraturan. Bibirnya berseru, "Ternyata hanya mimpi!"

Menyadari ini, dia terlihat sangat lega dan berusaha untuk bangkit. "Aku ketiduran rupanya."

Pria muda itu berdiri sambil berkacak pinggang, mendongak ke atas dan melihat bukit batu yang telah menjatuhkannya hingga ke dalam semak bunga. Bunga semerah darah itu sekarang sangat berantakan akibat baru saja tertimpa tubuhnya.

"Bunga-bungaku!" Betapa sedih pria muda berpakaian serba hitam yang langsung berjongkok dan berusaha untuk membangunkan batang-batang bunganya yang telah patah.

Namun sia-sia, mereka tidak bisa tegak lagi. "Maafkan aku."

Dia sangat sedih, tetapi juga bahagia karena adegan mengerikan itu ternyata hanyalah mimpi buruk di sore hari. Harapannya adalah, bahwa mimpi itu tidak akan pernah menjadi nyata.

Dia bergumam lirih. "Aku tidak ingin menjadi fuma."

Pria muda itu menengadahkan wajah, memandang angkasa dan melihat hari mulai merambat menuju senja. Dia berdiri tegak dengan sebelah tangan bersembunyi di belakang pinggang rampingnya.

Rambut panjang bagai helaian-helaian benang sutera hitam berkilau dan jubah tanpa lengan sekelam malam yang dikenakannya, sesekali berkelebatan diterpa oleh semilir angin hutan. Sebentuk topeng hitam terbuat dari logam ringan dengan berhiaskan pola ukiran sebagai tanda khusus bagi sebuah kelompok, tergantung di pinggang kanannya.

Pria muda nan rupawan tersebut berdiri dengan anggun dan gagah, di tengah hamparan padang rumput bunga lili laba-laba merah atau yang disebut juga dengan nama bunga equinox.

Ribuan bunga dengan kelopak semerah darah yang memikat itu mekar secara bersamaan. Mereka kian mempercantik pemandangan di hamparan padang bunga yang luas membentang dari kaki tebing satu ke tebing lainnya.

Sepertinya, sang pria muda sedang menunggu orang lain datang padanya, sehingga membuat dia rela berada di hamparan gurun bunga lambang kematian itu, sembari menahan serangan dingin angin di Hutan Seribu Malam.

Tak seberapa lama kemudian, terlihatlah sekelebat bayangan hitam yang melompat turun dari sebatang pohon yang tinggi dengan gerakan seringan kertas. Bayangan ramping itu mendarat di dekat pria muda yang masih berdiri dengan anggun di antara bunga-bunga equinox merah.

Seorang wanita cantik berpakaian serba hitam dengan rambut panjang yang diikat seperti ekor kuda, sekarang berlutut di belakang si pria muda sembari mengepalkan tangan kanan dan menyatukannya dengan tangan kiri yang tetap tegak terbuka.

Tanpa menoleh si pria muda bertanya, "Ah Wei, bagaimana dengan semua persiapannya?"

"Lapor, Ketua. Semua hanya tinggal menunggu perintah dari Anda." Qing Wei menjawab sang tuan dengan masih tetap menundukkan kepalanya.

Pria berhanfu hitam dengan sepasang pedang yang terpasang di punggungnya terlihat senang. Kilatan cahaya matanya menampilkan binar terang dan seulas senyum tipis lalu terkembang di sudut bibirnya. "Baguslah. Malam ini juga kita bergerak ke kediaman Keluarga Guo Jin dan saat acara perjamuan itu dimulai, kita sudah harus berada di sana!"

"Siap, Ketua!" Qing Wei masih dalam posisi berlutut.

"Bangunlah, Ah Wei!" Qing Yuan memberi perintah sembari melangkahkan kakinya secara perlahan menyusuri pematang gurun bunga equinox merah dengan langkah sedikit bersemangat.

"Terima kasih, Ketua!" Qing Wei berseru seraya bangkit dan ikut berjalan di belakang tuan mudanya.

"Sasaran kita kali ini adalah Keluarga Shen dan Keluarga Yu. Dua keluarga yang cukup tangguh dengan para praktisi bela dirinya. Jadi, kita harus sangat berhati-hati saat menghadapi mereka." Pria muda itu melanjutkan ucapannya. Dia adalah Qing Yuan, Sang Ketua Kelompok Topeng Iblis dari Hutan Seribu Malam atau juga yang memiliki nama lain Yang Yuan.

"Baik, Ketua!" sahut Qing Wei dengan suara tegas.

"Dan ingatlah suatu hal, jangan sebut aku dengan marga Qing, saat kita berada di luar hutan ini. Panggil aku dengan nama Yang Yuan!" Qing Yuan berhenti lalu memutar tubuhnya dan menatap gadis cantik yang juga ikut berhenti secara mendadak.

"Siap, Ketua!" Lagi-lagi, hanya kata kepatuhan yang keluar dari mulut gadis sang pengawal bayangan.

Bahkan, andaikata sang tuan memerintahkan untuk membunuh dirinya saat ini juga pun, dia pasti akan melakukan tindak kebodohan itu dengan tanpa keraguan sama sekali.

"Ah Wei, ya Ah Wei! Mengapa aku merasa sangat bosan sekali mendengar suara dari mulutmu itu? Kamu selalu mengiyakan saja apa pun perkataanku! Tidak ada kata lainkah?" Qing Yuan sedikit kesal hingga wajah tampannya terlihat sedikit masam.

"Ampun, Ketua. Ah Wei tidak paham dengan apa maksud Ketua," ujar Qing Wei dengan wajah polosnya.

Qing Wei adalah seorang gadis yang dilatih secara khusus oleh Qing Fuyu untuk menjadi salah satu pengawal bayangan dari keluarga Qing.

Dalam diri para pengawal bayangan hanya dididik untuk melindungi tuannya, sekaligus menjadi pembunuh yang hanya tahu untuk menghilangkan nyawa siapa saja yang menjadi ancaman bagi sang tuan.

Mereka harus mengabaikan segala kepentingan pribadi demi menjalankan tugas sebagai pengawal bayangan.

"Tentu saja kamu tak akan pernah mengerti. Qing Yuan menyentil_ hidung bawahannya dengan menggunakan ujung jari telunjuknya dengan perasaan gemas. "Memangnya, kapan kamu pernah mengerti? Kamu ini hanya tahu hal-hal yang membosankan!"

"Ah Wei mungkin tidak akan mengerti hal lain. Ah Wei hanya tahu untuk membantu dan melindungi Tuan Muda sebagai ketua kami." Qing Wei secara naluri segera menghindar saat sentilan lembut hampir mengenai ujung hidungnya.

"Dasar bodoh!" Qing Yuan menggerutu sambil melesat pergi untuk menemui pasukannya diikuti oleh Qing Wei yang tak memikirkan sama sekali perkataan Qing Yuan.

Mereka menuju ke suatu tempat untuk menjalankan rencana besar yang sudah disusun dengan sangat baik. Rencana besar yang akan menggemparkan rimba Jianghu dan membawa perubahan luar biasa bagi seseorang.

(Fuma adalah sebutan untuk laki-laki biasa yang menikahi seorang putri raja atau kaisar)