Pustaka
Bahasa Indonesia

LAMENTER

21.0K · Ongoing
chocogirlzz
25
Bab
570
View
9.0
Rating

Ringkasan

Bila boleh memilih, Karin lebih memilih duduk sendiri dipojokan dari pada harus duduk bersama cowok dingin nan kejam itu. Iyalah, siapa lagi kalau bukan Rey.Tetapi bagaimana bila ternyata Rey tidak sejahat yang Karin bayangkan? Ketika perasaan aneh mulai hadir, seseorang dari masa lalunya datang mengobrak-abrik hati Karin. Lalu, siapa yang akan dipilih Karin?

RomansaTeenfictionAnak KecilRevengePengkhianatanKampusSweetMenyedihkanBaperSalah Paham

Bab 1

"KARIIIN!"

Karin berdecak pelan mendengar suara teriakan Mamanya yang menggelegar di seluruh penjuru ruangan. Ia keluar dari kamar dengan penampilan acak-acakan. Libur panjang membuatnya malas dan jarang mandi.

"Apa sih, Ma?" tanyanya.

"Minggu depan udah mau sekolah. Bukannya pergi cari keperluan sekolah, malah rebahan!" omel Fenita—Mama Karin.

"Mager," jawab Karin lirih. Ia meletakkan kepalanya ke atas kedua tangannya yang sudah ia lipat di atas meja.

Fenita berdecak. "Sana ke toko buku, cari buku pelajaran kamu sendiri. Enak aja tiap kali Mama terus yang urusin. Kamu udah besar, harus mandiri. Kalau urus begini aja masih gak bisa, gimana urus anak entar?"

Karin memutar bola matanya malas. Mulai deh ... perempuan berstatus mamanya sejak lahir itu mulai berbicara ngawur dan melenceng ke mana-mana. Ia berdiri lalu menjulurkan tangannya pada Fenita. Perempuan paruh baya itu mengangkat sebelah alisnya bingung.

"Apa?" tanya Fenita.

"Money-lah. Katanya disuruh beli perlengkapan sekolah?" jawab Karin.

"Dih ngegas," cibir Fenita. Ia memberikan kartu atm-nya pada Karin. "Jangan dipake sembarangan! Ingat beli keperluan sekolah, bukan belanja shopping gak jelas!" peringatnya.

"Hm," jawab Karin tak acuh.

Ia mengambil kartu atm dari tangan Fenita lalu berlari ke kamar untuk bersiap-siap. Karin sangat bersemangat sekarang. Setelah selesai bersiap-siap, ia memesan ojek online. Ia memakai kaos oversize dipadukan celana jeans berwarna biru muda. Satu hal yang perlu kalian ketahui, ia sangat suka kaos oversize.

Tak butuh waktu lama untuk dirinya dan Mas Ojol sampai di tujuan. Ia menatap mall di depannya dengan senyuman lebar. Karin berjalan masuk dan langsung menuju kafe yang katanya baru dibuka.

Karin duduk di salah satu sudut dengan spot foto bagus. Ia memesan beberapa camilan dan minuman kesukaannya. Setelah pelayan pergi, ia langsung mengeluarkan ponselnya dan berfoto-foto.

Photo time-nya mendadak harus terganggu kala seorang cowok yang tampak seumuran dengannya bersama gadis kecil berdiri di hadapannya. Karin mengangkat sebelah alisnya, seolah-olah bertanya sebab mereka datang ke sini.

"Numpang. Gak ada meja kosong, adik gue lapar."

Suara berat, dingin, dan datar keluar dari bibir cowok itu. Karin tampak berpikir sejenak lalu mengangguk. Toh meja yang ia tempati memang memiliki empat bangku dan tidak ada ruginya memberikan tumpangan pada adik-kakak itu. Malu dengan mereka, Karin memasukkan ponselnya dan menatap ke luar jendela.

"Mau makan apa?"

Karin mengalihkan tatapannya pada cowok itu. Suaranya sangat lembut dan penuh perhatian, berbeda jauh saat berbicara padanya tadi.

Sialan, pilih kasih, batinnya.

Karin langsung mengambil ponselnya kala mendengar dering notifikasi pesan masuk. Ia mulai larut dalam dunianya, mengabaikan kakak-adik di depannya.

"Makan."

Karin tersentak kaget. Ia menatap cowok itu aneh. Cowok itu berbicara padanya? Atau ....

"Makanan lo udah dari tadi datang. Dingin," ujarnya lagi membuat Karin semakin yakin kalau cowok itu berbicara padanya.

Karin mengangkat bahunya tak peduli. Mengambil foto makanan itu beberapa kali lalu mulai melahap makanannya, mengabaikan image seorang cewek feminim.

Tanpa ia sadari, cowok itu tersenyum tipis menatapnya.

***

Karin berjalan melewati gerbang sekolah barunya. Tidak berbeda dari siswa siswi lain, Karin tersenyum lebar seraya berjalan dengan tegap. Sombong akan seragam putih abu-abunya. Senyumannya makin melebar kala melihat sahabat tercintanya berdiri di depan pintu, tampak menunggu seseorang.

"Annyeong, Aretha!" sapa Karin ceria.

"Annyeong annyeong palak lo botak! Ini udah jam berapa?"

"Jam tujuh kurang sepuluh. Kenapa? Jam lo rusak?" tanya Karin polos.

"Punya sahabat, begonya kebangetan. Siapa yang kemarin semangat banget janjian datang jam 6 pagi?"

Karin menyengir tanpa dosa, menampilkan deretan giginya yang rapi. Ia mengalungkan tangannya ke lengan Aretha, lalu menyandarkan kepalanya ke bahu cewek itu.

"Cuma telat lima puluh menit, kok. Jangan marah dong!" bujuk Karin.

Aretha menjauhkan tubuhnya dari Karin membuat Karin terpaksa mengangkat kembali kepalanya dari bahu Aretha. Cewek itu melototkan matanya garang pada Karin.

"Cuma lima puluh menit? Cuma?"

Karin menggembungkan pipinya. "Iya iya, maaf! Ish.. Sejak kapan sih lo jadi alay baperan gini?"

Aretha mendengus kesal. Ia membuka mulutnya hendak mengomel lagi sebelum Karin memotong ucapannya.

"Udah, jangan berdiri kayak orang susah, ayo masuk ke dalam. Ada AC!"

Karin menarik tangan Aretha masuk ke dalam aula. Di sana sudah banyak siswa siswi baru yang siap mengikuti acara MPLS atau MOS hari ini. Karin melebarkan matanya kala melihat dua sahabatnya duduk di salah satu bangku tak jauh darinya.

"WOY DAVE, ADAM!" teriaknya mengundang perhatian murid-murid di sekitarnya.

Aretha meringis pelan lalu menatap Karin kesal. Ia menutup wajahnya dan berlari meninggalkan Karin yang cengar-cengir seperti orang gila.

"Urus tuh sahabat kalian. Angkat tangan gue," gerutu Aretha.

"Etss ... eitss ... sahabat lo tuh!" balas Adam tak terima.

"Gak! Enak aja, mana pernah gue punya sahabat begitu," tolak Dave juga.

Karin menggeram kesal. Ia menggembungkan pipinya lalu memalingkan wajahnya, tidak mau menatap tiga orang itu. Tak lama kemudian, seorang cewek dengan kacamata bulat, tetapi tidak mengurangi ketegasan yang terlihat jelas di wajahnya muncul dan berdiri di atas podium.

"Pagi, semua! Saya Catherine, Ketua Osis SMA Blue. Hari ini tepatnya saat ini, kita akan memulai acara MPLS kita. Saya harap kita dapat saling bekerja sama dan saling menghargai. Setiap peserta akan dibagikan name-tag yang harus dipakai selama MPLS dilangsungkan. Jika kehilangan name-tag, maka akan diberikan sebuah sanksi. Paham?"

"Paham!"

"Baiklah. Kalian akan dibagi menjadi beberapa kelompok. Kalian bisa melihat kelompok kalian pada mading sebelah sana. Dan mulai sekarang, Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah dimulai. Sekian dari saya, terima kasih."

Karin menepuk tangan heboh, kagum melihat ketegasan sang ketos. Ia tersenyum tipis. Kini masa SMA nya akan segera dimulai. Ia tak sabar menikmati masa SMA yang 'katanya' merupakan masa terindah.

~~

Karin membuka botol air mineralnya lalu meneguknya hingga sisa setengah. Ia mengelap keringatnya. Capek. Itulah yang ia pikirkan sekarang. Dalam hati mengumpati kakak pembimbingnya yang terus menyuruh mereka berlari lapangan. Entah apa tujuannya. Ia melambaikan tangannya ketika melihat Adam, Aretha, dan Dave berjalan masuk ke dalam kantin.

"Rin, beliin minum dong. Dehidrasi erosi gue," suruh Adam seraya mengipas-ipasi wajahnya.

"Gue juga. Yang dingin ya, beb," timpal Aretha.

"Sekalian deh gue juga. Tolong ya zeyengg!" Dave mengedipkan sebelah matanya pada Karin.

Karin mengernyit kesal. "Dikira gue babu kali ya? BELI SENDIRI!"

Setelah mengatakan itu, Karin langsung berdiri dan meninggalkan kantin. Ia terlalu asyik berjalan hingga tanpa sadar ia sampai di taman belakang sekolah. Karin mengernyitkan matanya ketika melihat sepasang kaki terlihat di balik kursi yang tersedia di taman itu. Ia berjalan mengendap-endap, berusaha melihat siapa di balik kursi itu. Hingga bunyi botol plastik merusak segalanya.  Alarm berbahaya berbunyi, Karin langsung berbalik hendak meninggalkan taman belakang. Tetapi dirinya kurang cepat karena sebuah tangan telah menahan pergelangan tangannya. Karin menoleh dan langsung mendapati sepasang mata menatapnya tajam.

"H-hello!" sapa Karin. Ia menelan ludahnya susah payah. Jantungnya berdebar kencang saat ini. Ketakutan melanda dirinya. Apalagi saat mata cowok itu kian menajam.

"Siapa?"

"Ehm anu ... tadi niatnya mau tangkap capung, eh gak sengaja injek botol. Gue gak tahu kalau di sini ada orang," bohongnya.

Maafkan lah dosa hamba-Mu ini, Tuhan.

Cowok itu melepaskan genggamannya. "Pergi!" usirnya membuat Karin tanpa basa-basi, langsung berlari kencang meninggalkan cowok itu.

Karin berlari sekuat tenaga hingga sampai di kantin. Ia melihat ketiga sahabatnya yang masih dalam posisi yang sama.

"Kenapa lo? Kayak habis dikejar setan aja," celetuk Adam.

"Emang. Tapi setannya ganteng, tapi serem juga," jawab Karin ngawur. Ia mengelap keringatnya. Hari ini adalah hari penuh keringat baginya.

"Maksud lo?" Adam menatapnya bingung.

"Gak! Kalian belum mau pulang?" tanya Karin mengganti topik.

"Ini udah mau pulang," jawab Aretha.

"Kita duluan ya!" pamit Adam.

Karin mengangguk. "Hati-hati, kembar!"

Bagi kalian yang belum tahu, Adam dan Aretha adalah saudara kembar. Adam lebih tua beberapa detik dari Aretha. Walau begitu, sikap Aretha sangat tegas dan tidak banyak omong berbeda dengan Adam yang suka melontarkan candaan dan guyonan.

"Apa lo?" sentak Karin merasakan Dave menatapnya.

"Cih, jutek amat! Lagi pms lo?"

Karin melototkan matanya garang. "Au ah! Gue mau pulang juga. Lihat muka lo suka bikin sumpek, muka-muka minta dihujat." Karin berjalan meninggalkan Dave.

"Sialan lo!" umpat Dave yang masih dapat didengar Karin.

"Iya, gue emang cantik. Makasih!" teriak Karin tetap berjalan, mengabaikan Dave yang mencak-mencak di tempat.