Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 - Masih Mencinta

Morgan melangkah menuju ke arah kamarnya. Di sana, ia mendapati Fla yang sudah lebih dulu tertidur dengan membelakangi dirinya. Ia menghela napasnya dengan panjang, kemudian masuk ke dalam ruangan kamarnya.

Setelah menutup pintu kembali, Morgan perlahan duduk di pinggir ranjang, berusaha untuk mempersiapkan dirinya. Ia menghela napasnya dengan panjang, lalu segera membaringkan tubuhnya di sebelah Fla.

Karena perasaannya yang sangat kacau, ia tak sadar memiringkan tubuhnya untuk memeluk Fla dari belakang. Fla sangat menyadarinya, karena ia yang belum sepenuhnya tertidur dengan pulas.

Perasaan Fla ketika Morgan memeluknya saat ini, adalah rasa yang sudah bercampur aduk. Ia bahkan tidak bisa merasakan hangat tubuh Morgan, padahal Morgan sudah memeluknya dengan sangat erat.

Pelukannya terasa sangat hambar.

“Kamu sudah tidur?” tanya Morgan, Fla sama sekali tidak menjawab pertanyaan Morgan.

Mereka hanya bisa saling diam, karena permasalahan ini benar-benar sudah membuat mood Fla menjadi kacau.

Beberapa bulan terakhir, Fla memang seperti orang yang sangat berbeda dari biasanya. Ia kembali menjaga jarak dari Morgan, ketika pertama kalinya ia mendengar Morgan yang meminta izin darinya, untuk menikah kembali.

Fla benar-benar sangat tidak bisa menerimanya.

“Aku tahu kalau kamu belum tidur,” ucap Morgan, Fla mendelik mendengar ucapan Morgan yang seperti itu.

Pandangannya ia tundukkan, meskipun kepalanya tidak bergerak sama sekali dari tempatnya. Fla benar-benar merasakan sesak di dadanya, ditambah lagi Morgan yang memeluknya erat seperti ini, semakin menambah rasa sakit yang ia alami.

Melepaskan sesuatu yang sama sekali tidak ingin ia lakukan pun, menjadi beban tersendiri bagi Morgan. Ia benar-benar tidak bisa melepaskan Fla, karena baginya Fla adalah sosok wanita dan istri yang sangat sempurna.

Namun, kembali lagi pada kenyataan bahwa Fla tidak bisa memberikan keturunan kepada Morgan.

“Fla, aku sangat mencintaimu,” ucap Morgan dengan nada yang sangat rendah. Ia ingin menunjukkan, bahwa ia benar-benar mencintai Fla, bahkan sampai detik ini.

Mendengar pernyataan cinta Morgan padanya, Fla kembali tersenyum pahit. Ia benar-benar tidak habis pikir, dengan Morgan yang mengaku mencintainya, tetapi hendak meminta izin untuk menikah kembali, terlebih lagi dengan adik kandungnya sendiri.

"Kau sudah membawaku ke atas langit, lantas kau juga yang hempaskan aku begitu saja. Sakit sekali hati ini, Gan," batin Fla yang tidak bisa ia katakan pada Morgan.

Mereka sejenak terdiam, dengan Morgan yang masih dalam keadaan memeluk Fla dari belakang tubuhnya. Morgan merasa sangat lelah, sehingga merasa matanya menjadi sangat berat dan tak kuasa menahan rasa kantuk.

Morgan menguap, saking tidak bisa menahan rasa kantuk yang menyerang. Ia kembali memeluk Fla dengan lebih erat, sampai akhirnya ia kehilangan kesadarannya secara perlahan.

Dalam mimpinya, ia melihat sesuatu yang sangat indah di hadapannya. Entah apa yang bersinar di hadapannya, karena pandangan di dalam mimpi yang sangat terbatas.

Morgan mengusap kedua matanya, agar ia bisa melihat dengan jelas sesuatu yang bersinar terang di hadapannya itu.

Ketika ia sudah bisa melihat dengan jelas, ia kembali memandang ke arah hadapannya.

“Fla ....” Morgan melihat sesuatu yang bersinar terang tersebut, adalah Fla.

Fla memandangnya dengan senyuman sendu, kemudian segera melangkah pergi menuju ke arah cahaya terang yang berada di hadapannya.

Melihat kepergian Fla, Morgan pun sangat tidak rela. “Fla!!” pekiknya dengan sangat keras.

Morgan mendelik, dengan kening yang sudah basah karena keringatnya yang bercucuran. Ia bangkit dan duduk di atas ranjangnya. Ia mengedarkan pandangannya ke arah ruangan kamarnya, dan tidak menemukan siapa pun di sana.

Tidak ada Fla sama sekali di sana, sehingga membuat Morgan merasa sangat gagal dalam mempertahankan perasaannya pada Fla.

Morgan melirik ke arah jam dinding, dan mendapati waktu yang sudah menunjukkan pukul 6 pagi. Ia mengusap kasar wajahnya, karena ia sudah terlambat untuk bangun dari tidurnya, dan mengantarkan Fla menuju ke rumah sakit tempat ia bekerja.

“Aku ketiduran ...,” gumamnya yang merasa kesal dengan dirinya sendiri. “Kenapa Fla tidak ingin membangunkanku? Kenapa ia segitunya, sampai tidak mau aku antar ke tempat kerja?” gumamnya lagi sembari bertanya-tanya dengan dirinya sendiri.

Tak ada habisnya jika memikirkan permasalahan ini. Jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi, sehingga membuat Morgan segera melangkah ke kamar mandi, untuk membilas tubuhnya.

SRAK!

Morgan membuka keran shower, dan sengaja membasahi tubuh kekarnya dengan air yang mengalir dari keran shower tersebut. Ia mengusap wajahnya, untuk membuat perasaan dan hatinya tenang.

“Aku cinta padamu Fla, tapi kau sama sekali tidak bisa memberikan keturunan untukku. Harus bagaimana aku sekarang?” gumamnya, sembari meratapi jalan yang harus ia ambil.

Hari-hari Morgan jalani sama seperti saat ia belum menikahi Fla. Bedanya, kini ia memang sedang dekat dengan Ara, yang tak lain adalah adik dari Fla. Walaupun ia tidak mencintai Ara, tetapi ia merasa Ara bisa memberikannya keturunan jika ia menikahinya.

Tidak ada lagi wanita yang Morgan inginkan, selain Fla. Namun, ia merasa harus melakukan ini, demi mendapatkan keturunannya sendiri.

Segala cara sudah ia coba. Pengobatan alternatif dan juga tradisional pun sudah ia jalani, tetapi hasilnya tetap saja nihil. Fla masih juga belum kunjung mengandung benih darinya.

Perasaan sukanya terhadap Ara, tidak sebesar perasaan sukanya terhadap Fla. Morgan memang menyukai adik dari Fla itu, karena ia melihat body dan juga penampilan Ara yang sangat menggairahkan.

Siapa lelaki di dunia ini, yang tidak tergoda melihat wanita seperti Ara?

Namun, Morgan benar-benar hanya melihat Ara dari segi nafsu semata. Ia sama sekali tidak melihatnya dari segi rasa cintanya terhadap Ara, karena rasa cintanya sudah terlanjur ia tanamkan pada Fla.

Saat ini, Morgan sudah berada di kampus. Ia meletakkan tas yang selalu ia bawa setiap kali ke kampus, pada meja yang berada di kantin tempat biasa ia memesan sarapan.

Morgan mengangkat tangannya, dan penjual di kantin kampusnya datang menghampirinya. Ia memesan menu sarapan seperti yang biasa ia pesan, karena selama sebulan ini Fla selalu masuk pukul 3 pagi, dan tidak bisa menyiapkan sarapan untuk Morgan.

Bukan hanya hal itu saja, Fla juga memang tidak ingin melakukan tugasnya lagi sebagai istri, karena rasa sakit hatinya pada Morgan. Ia jadi tidak mengurus Morgan lagi, dengan beralaskan jam kerjanya yang selalu masuk sangat pagi itu.

Semangkuk mi goreng dengan tambahan telur ceplok rebus di atasnya, sangat membuat Morgan berselera makan. Aromanya sudah tercium dari radius beberapa meter, sampai akhirnya mi tersebut sampai di hadapannya.

“Apa kau ingin pakai nasi, Tuan?” tanya Ibu kantin, Morgan menggelengkan kecil kepalanya.

“Tidak perlu, Bu. Sudah cukup seperti ini,” tolak Morgan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel