Pustaka
Bahasa Indonesia

Kisah Glory : Panglima Perang

79.0K · Tamat
mic.assekop
78
Bab
330
View
9.0
Rating

Ringkasan

Brockley Leofric baru saja terlahir ke dunia, tetapi di hari yang sama, desa tempat tinggalnya yang kaya bakal diserang oleh Kekaisaran Omra untuk menjarah emas dan perak yang baru saja ditemukan. Terpaksa dia harus diasingkan. Selama dua puluh tahun Brockley dibesarkan dan dijaga oleh pamannya serta adik angkat ibunya bernama Riley Royse, belajar berbagai jenis ilmu, teknik bela diri, dan taktik perang. Ketika Brockley beranjak dewasa, timbul rasa kagum dan cinta terhadap Riley, di mana usia mereka terpaut lima belas tahun. Sebuah cinta yang sulit dan berat sebab Riley sudah menganggap Brockley layaknya anak sendiri. Saat kembali ke negerinya, adiknya bernama Grock Leofwine telah menjadi Raja Glora 2 menggantikan posisi ayahnya yang telah wafat. Brockley merelakan jabatan raja yang seharusnya menjadi miliknya. Namun, pada masa itu, Sang Pangeran Terbuang menjadi Panglima Perang yang tak pernah terkalahkan.

militerRevengependekarpetarungDewasaZaman Kuno

Bab 1

“Howeeek ... Howeeek ....”

Tangisan bayi itu terdengar besar dan jelas oleh Avraam yang sedang berada di luar rumah. Sedari tadi dia berjalan mondar-mandir tak tenang, khawatir kalau terjadi apa-apa dengan anak pertamanya, dan sangat berharap agar anaknya terlahir sehat dan sempurna.

“Bayinya laki-laki!” jerit perempuan di dalam.

Ketika mendengar itu, Avraam langsung tersenyum haru, bahagia sekali. Betapa tidak, istrinya telat dua tahun hamil dan segala upaya telah mereka lakukan agar bisa punya anak, terutama anak laki-laki yang bakal menjadi penerus.

Setelah proses persalinan selesai, Avraam langsung masuk dan segera menggendong putra sulungnya yang begitu tampan dan menciuminya, kemudian memberinya nama. “Brockley Leofric! Aku harap, dia bakal menjadi pemimpin yang tangguh nantinya.”

Avraam mendekatkan bayi itu ke istrinya yang masih terbaring lemah di atas ranjang. Dia mengajak bercanda istrinya bahwa wajah putra mereka hanya mirip ayahnya, tidak ada wajah dari ibunya.

Mendengar itu, Megan tersenyum-senyum sendiri. “Semoga menjadi lelaki pemberani juga sama sepertimu, suamiku.”

Sebagai tangan kanan dari Kepala Desa, Avraam memang memiliki jiwa patriot dan sosial yang tinggi. Namanya harum di seantero Desa Arbilis. Dia menjadi panutan dan teladan bagi para masyarakat. Jika di luar rumah saja dia dikenal baik, di dalam rumah mesti lebih dari itu. Avraam merupakan sosok pemimpin rumah tangga tegas, loyal, setia, tulus, dan rela berkorban demi kebaikan.

Namun, ketika momen bahagia di pagi hari itu berlangsung dengan khidmat, tiba-tiba salah seorang utusan dari Kepala Desa mengetuk-ngetuk pintu kayu rumah Avraam. Dia tergopoh-gopoh dengan raut wajah yang penuh akan kecemasan.

Avraam membukakan pintu. “Ada apa?” tanyanya dengan wajah yang serius.

“Tuan Avraam, Kekaisaran Omra akan menyerang desa kita. Mereka telah melakukan perjalanan sejak puluhan hari yang lalu, kemungkinan siang hari ini mereka akan sampai di desa kita.”

Mendengar kabar mengejutkan itu, Avraam langsung menemui Kepala Desa saat itu juga. Di rumah Kepala Desa, terjadi diskusi berat di antara para petinggi karena telah terjadi silang pendapat. Kepala Desa dan beberapa bawahannya ingin agar menyerahkan diri saja. Namun, Avraam dan beberapa orang dekatnya berkeinginan agar memberikan perlawanan.

Alasan kenapa Kekaisaran Omra mau melakukan penyerangan adalah karena baru-baru ini telah ditemukan logam berharga di Desa Arbilis, seperti perak, emas serta logam lainnya. Mereka berkeinginan untuk menjarah harta bumi yang berharga di Desa Arbilis demi kepentingan mereka.

Kekaisaran Omra merupakan salah satu kekaisaran atau kerajaan yang paling ditakuti pada masa sekitar abad ke-3 Masehi. Wilayah mereka luas dan militer mereka sangat kuat. Jika mereka melakukan ekspansi dengan cara peperangan, mereka tidak pernah terkalahkan. Kaisar Aurelix dikenal arogan, kejam, tanpa ampun, dan tamak. Kebanyakan musuh akan menyerah padanya.

Kepala Desa Arbilis berkata pasrah, “Kalau emas dan perak itu mereka yang mengelola, kita juga pasti akan dapat bagian. Jadi, lebih baik kita menyerah saja pada mereka, dari pada akan banyak korban di jiwa di antara kita.”

Orang terdekatnya menyetujui saran tersebut.

Namun, Avraam menolak tegas. “Arbilis adalah tanah kita! Emas, perak, serta hasil bumi yang lain semua adalah milik kita! Kita tidak boleh menyerah. Kita harus melakukan perlawanan!”

Orang terdekatnya pun menyetujui saran tersebut.

Desa Arbilis merupakan tempat yang sangat subur. Selama ini, jika mereka melemparkan benih apa pun, pasti akan tumbuh. Selain itu, mereka tidak akan kekurangan air karena desa ini terdapat beberapa aliran sungai yang bersih. Hijau, tenang, teduh, temaram, dan diselimuti akan kedamaian.

Kendati demikian, Kepala Desa tetap tidak mau melakukan perlawanan kepada para tentara Kekaisaran Omra. Meskipun mengerahkan tenaga semaksimal mungkin, mereka tidak akan pernah menang perang karena selain pihak musuh memang tangguh dengan semua kehebatannya, mereka juga tidak punya perlengkapan perang memadai dan tidak pula punya pengalaman berperang sama sekali.

“Kita hanya akan mati konyol! Intinya, kita akan menyerah kepada mereka!” pungkas Kepala Desa dengan suara yang ditegas-tegaskan.

Avraam dan lima orang lainnya meninggalkan rapat darurat ini. Selama di dalam perjalanan, dia berdiskusi kembali bersama yang lainnya. Telah didapat sebuah kesimpulan dan jalan terang bahwa perang adalah langkah yang paling tepat. Maka dari itu, pagi hari ini juga Avraam langsung mengumpulkan para relawan yang mau berjuang bersama mereka.

Enam orang itu mendatangi rumah-rumah warga, memberikan peringatan bahwa desa mereka bakal diserang oleh Kekaisaran Omra, lalu desa nantinya akan dieksplotasi dan dicuri semua harta yang terpendam di bawahnya. Lalu, mereka juga memberikan motivasi kepada setiap laki-laki dan wanita untuk membela tanah air mereka.

“Berjuanglah untuk membela hak kita walaupun kita harus mati!” seru Avraam dengan penuh semangat.

Setelah cukup lama berkeliling desa, akhirnya Avraam mendapatkan tiga ratus lima puluh relawan yang terdiri dari tiga ratus laki-laki dan lima puluh perempuan. Sepuluh persen dari mereka adalah anak-anak dan remaja. Dengan kecintaan dan semangat juang tinggi, akhirnya mereka akan melakukan perlawanan besar meskipun dengan tenaga dan peralatan seadanya.

Ketika telah berada di rumah lagi, Avraam mendekat ke istrinya dan menggendong putranya. “Brockley harus kita larikan dari desa! Aku tidak mau terjadi apa-apa dengannya. Jika nanti aku gugur, aku harap dia akan menjadi seorang penerus bagi keluarga dan desa!”

Megan menangis tersedu sedan. Di hari bahagianya ini seorang ibu yang telah mengandung selama sembilan bulan itu harus merelakan berpisah dengan putra pertamanya. Megan tak bisa untuk tidak bersedih. Namun, dia juga terpaksa menerima takdir berat ini, merelakan anaknya pergi.

Mengetahui bahwa Kekaisaran Omra bakal menyerang desa, adik angkat dari Megan yang telah lima tahun tinggal bersama mereka pun menawarkan diri. “Aku akan pergi bersama Brockley keluar dari desa.” Perempuan lima belas tahun itu berjanji akan menjaga, merawat, dan membesarkan Brockley, lalu memulangkannya ke desa. “Selama ini kalian berdua telah baik terhadapku. Sebagai balas budi dan bentuk rasa terima kasih terhadap kalian berdua.”

Riley Royse menjadi perempuan matang di usianya yang masih remaja. Selain cantik dengan fisik sempurna, dia juga memiliki kecerdasan. Avraam dan Megan pada akhirnya menerima kemauan Riley. Kemudian, mereka berdua meminta pertolongan Herbert, adik kandungnya Avraam, dan istrinya yang bernama Yara. Herbert dan Yara juga membawa bayi mereka yang masih berumur satu tahun.

“Herbert, tolong kau didik putraku. Yara, tolong kau susui dia. Dan Riley, tolong kau kasihi dia,” ucap Avraam seraya melepaskan gendongannya dan memberikan bayi mungil itu ke pelukan Riley.

Setelah mendapat perbekalan yang sangat banyak, kereta kuda itu pun akhirnya meninggalkan Desa Arbilis, menuju tempat pengasingan.

Avraam menahan tangis. Dia bergumam sendiri sambil melambaikan tangannya, “Brockley, aku harap kau segera pulang, Nak!”