Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2. Kilasan Masa Lalu

Langkah kaki ringan milik Zha memasuki sebuah kos kosan kecil. Ruang yang sebenarnya lebih pantas di sebut gudang kumuh itu terletak di pinggir Rumah Susun.

Langkahnya terhenti di depan pintu kamar yang terbuat dari asbes itu ketika matanya menangkap bercak darah bercecer di lantai. Ia menyandarkan punggungnya di dinding kayu yang sudah mulai rapuh itu. Berkali kali mengusap wajahnya dengan kasar, lalu membuka pintu kamar mandi.

"Nisa, kau sudah pulang Nak.?" suara lirih di iringi batuk berat itu milik Aisyah. Wanita paruh baya itu segera menoleh sesaat setelah membersihkan sisa darah di ujung bibirnya.

"Bu, kemarilah jika kau sudah selesai." panggilan Zha pada Aisyah menandakan jika wanita itu adalah Ibunya.

Aisyah segera menghampiri Zha yang langsung memapahnya dan mendudukkannya di ranjang reyot milik mereka.

"Bu, lihatlah. Aku membawa uang banyak. Simpanlah! Aku akan segera mencari tambahannya." Zha mengulurkan beberapa uang pada Aisyah yang langsung menggenggam erat uang tersebut dan menyimpannya di dalam dompet buruk mikiknya.

"Kau mencopet lagi..?" Aisyah menatap wajah Zha.

"Kali ini tidak Bu, aku hanya...!"

"Nisa! Bisakah kau beralih profesi Nak? Menjadi buruh cuci walau pun sedikit penghasilannya, ibu lebih nyaman menggunakan uangnya."

"Tidak bisa Bu, itu terlalu lama. Waktu kita hanya sebentar."

" Nisa.!"

"Berhenti memanggilku itu Bu, aku tidak suka." Zha memalingkan wajahnya.

"Hari ini, kepala ibu sungguh sakit luar biasa, ibu ingin cepat tidur." raut wajah sang ibu berubah masam.

"Bu,..." Nisa menarik wajah nya untuk menatap kembali Ibunya , tangannya menyentuh pipi yang sudah mulai menua itu.

"Bisakah Ibu bertahan sebentar lagi. Setidak nya sampai aku bisa membawamu ke luar negri untuk membuang penyakitmu ini.?" ucapan Zha seperti jarum yang menyengat hati Aisyah, setiap kali Zha mengatakan itu , wanita ini hanya bisa menghela nafas beratnya.

"Ibu sudah lama bertahan , bahkan sejak Ibu memilih penyakit ini dari pada harus tidak melahirkanmu."

"Jika saat itu aku bisa memilih, aku memilih tidak kau lahirkan , dari pada harus melihat mu menderita seumur hidup mu." deru nafas kesal Zha terdengar memburu.

"Tidak baik bicara begitu Nak. Setiap kehidupan manusia akan ada jalannya masing masing. Kau harus bisa menerimanya dengan lapang." ucap Aisyah membelai rambut acak acakan milik putrinya.

"Tidak untuk sekarang Bu, Zha tidak bisa menerima kenyataan pahit hidupmu." Zha mencengkeram bahu ibunya.

"Dengarkan aku Bu, aku akan membalik kan keadaan kita. Aku akan membuat mu bahagia dan bangga sudah melahirkan aku." Zha menatap lekat wajah Ibunya.

"Cukup Nisa, Ibu tidak menyetujui jalanmu. Cukup dengan menjadi wanita baik dan sederhana, kau sudah bisa membahagiakan Ibumu ini."

"Dengan memakai kerudung seperti mu, lalu berdiam diri ketika semua orang menghinamu. Aku tidak akan pernah melakukannya..!"

"Nisa, luruskan jalanmu. Buang jauh jauh rasa dendammu. Maka hatimu akan bersih. Dan kehidupan bahagia akan datang padamu. Percayalah nak..?"

kata kata itu terus terngiang ditelinga Zha.

Saat ini, Air mata Zha jatuh menetes membasahi Batu nisan yang ia sentuh.

"Maafkan Zha Bu,. Aku harus membalas semua orang yang pernah melakukanmu tidak adil. Seluruh orang yang telah menghancurkan keluarga kecil kita." Zha mengusap air matanya.

"Aku akan berhenti, tapi bukan sekarang. Jika saatnya sudah tiba nanti , Kau boleh memanggilku Al'Fathunisa seperti yang kau inginkan selama ini." Zha melangkah keluar dari Area pemakaman.

Kilasan masa lalunya, ketika Sang Malaikat tak bersayapnya masih ada di sisinya yang setiap saat memberinya semangat untuk tetap tegar menghadapi hidup.

Namun beberapa tahun yang lalu, saat ia terpaksa harus menyerah , kalah oleh keadaan dan hanya bisa pasrah ketika sang malaikat tak bersayap nya harus meregang nyawa meninggalkan dirinya sendirian di muka bumi ini untuk selamanya. Itu hanya sebagian kecil dari masa masa sulit hidupnya.

Semenjak itu, Zha tak mempunyai arah, hidupnya terasa hancur berkeping keping, terasa tak terbentuk. Yang ada hanya kedinginan. Kesepian dan dendam.!!

Sebuah keunikannya dari kecil pun di asah nya dengan cara nya sendiri, menjadikan ia wanita setengah iblis tanpa tanding. Dengan bantuan Elang sahabat kecil nya dulu ia bisa mendapatkan pekerjaan nya yang sekarang. Mengenalkan pada seorang Ketua Mafia yang bernama Tuan Poso dan mengangkatnya sebaik anak didiknya. Dan saat ini dunia seperti ada di genggamannya.

Sambil bersenang-senang dulu dengan memainkan nyawa manusia manusia yang di anggap nya rakus dan jahat, ia terus mencari tau keberadaan orang orang yang telah membuat orang tuanya menderita.

Nama Zha akhirnya terkenal di kalangan para Mafia kelas atas , saat ia berhasil membunuh seorang ketua mafia hanya dengan sekali hentakan tangannya memakai senjata unik ciptaannya sendiri. Senjata yang tak membuat mangsanya harus mengeluarkan darah, namun akan mati dalam sekejap.

Sudah puluhan nyawa melayang di tangannya, namun aneh nya tidak ada satu pun yang bisa mengungkapnya.

Detektif handal pun pernah di turunkan untuk menyelidiki kasus demi kasus dari perbuatan Zha. Tapi lagi lagi, semua hanya bertemu dengan jalan yang buntu.

Bahkan Senjata uniknya tak mampu ditemukan dalam jasad korbannya.

Kepulan asap putih milik Zha terlihat melintasi wajah Elang yang sesekali mengibaskan tangan nya, seolah ingin mengusir asap itu.

"Berhentilah Nona, aku sungguh sesak.!" ucap Elang.

"Kau ingin aku menghisap lehermu? Berikan sekarang , maka aku akan mematikan rokokku.!" sahut Zha melempar puntung rokoknya sembarang.

Elang segera meraih puntung itu.

"Aku senang jika kau sedang memainkan asapnya. Lanjutkan Nona." Elang segera mengulurkan kembali puntung tersebut.

"Cih....! Dasar munafik, kau tadi bilang tidak suka!" Zha memalingkan muka nya.

"Aku tidak bilang seperti itu!"

"Tadi kau bilang, kau sesak karena asap rokok kan?"

"Lebih baik aku menahan sesak, dari pada harus kehabisan darah." kembali Elang berucap seraya kembali duduk tenang di hadapan Zha.

Zha hanya menyeringai tipis. Lalu melirik jam. Kemudian menoleh pada Elang.

"Kenapa kau masih di situ? Lihat! Sudah jam berapa?" tatapan Zha kali ini berekspresi.

"Kau benar benar disiplin Nona." sahut Elang ketika sudah melirik jam, mengingatkan nya pada kegiatan yang harus segera di siapkannya.

Elang melangkah keluar Mansion, di ikuti Zha lebih jauh dari belakang.

"Hitam , merah ,abu abu..Emmm. .. Putih." Elang menunjuk nunjuk deretan Mobil. Lalu segera membuka Mobil Sport berwarna putih itu dan segera mengeluarkannya dari garasi.

Hentakan pantat Zha di susul bunyi pintu mobil yang tertutup, menandakan kesiapan Zha untuk segera meninggalkan Mansion itu. Elang segera menginjak gas , meluncur di atas aspal hitam legam ke arah Barat kota.

Di jalanan yang terlihat sepi, pintu belakang mobil itu terbuka , Zha segera melompat turun setelah Elang menginjak rem, lalu Elang pergi begitu saja tanpa keduanya saling berbicara sedikitpun. Melangkah di kesunyian malam yang nampak sepi itu, Zha terus melanjutkan derap kakinya yang terlihat begitu tenang untuk semakin mendekati sebuah gedung Perhotelan.

Tanpa menoleh ke arah mana pun, dengan memasang wajah datarnya ia bersandar di bawah pohon Pinus yang ada di tepi pagar.

Sambil terus menghisap rokok berfilter kuning kecoklatan milik nya Zha memanggut-manggutkan kepalanya menikmati alunan musik dari handset yang ia selipkan di salah satu telinganya.

Zha menjatuhkan sisa rokoknya dan menginjaknya begitu saja, tangan nya merogoh sesuatu, mata nya lurus menatap ke depan. Saat beberapa pria berbadan tegap sedang mengiring seseorang yang berwajah asing itu menuju mobil.

Dalam lima detik ke depan, ia telah memutar pandangan nya dan melangkah pergi dengan tenangnya.

"Tuan, Tuan Frankyn ..!"

Pria yang di panggil namanya itu sudah terkulai lemas di antara tubuh para pengawalnya.

"Cepat bawa ke Rumah sakit. Mungkin Tuan Frankyn terkena serangan jantung..!" ucap panik dari salah satu dari mereka.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel