Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Maling Teriak Maling

"Mas, bangun. Sudah siang." Novi membangunkan Ahmad. Ahmad hanya menggeliat saja.

"Mas, bangun. Sudah jam delapan," panggil Novi.

Ahmad langsung beranjak dari tempat tidur. Mungkin karena masih berada di alam mimpi atau mungkin kesadarannya belum seratus persen. Akhirnya ia menabrak pintu.

Brakk!

Novi kaget dan Ahmad lebih kaget lagi.

"Pintu sialan!" teriak Ahmad. Kemudian melanjutkan ke kamar mandi. Novi ingin tertawa melihat kejadian ini, tapi masih ditahan, takutnya Ahmad akan semakin marah.

"Kenapa jam segini baru bangunin aku? Apa saja kerjamu?" teriak Ahmad yang baru selesai mandi. Kemudian berganti pakaian.

Novi yang menyiapkan sarapan pun hanya terdiam.

"Kamu dengar nggak yang aku katakan? Kenapa kamu telat bangunin aku?" teriak Ahmad.

"Maaf Mas, aku kesiangan."

"Kok bisa kesiangan!" bentak Ahmad.

"Nggak bisa tidur, sakit," kata Novi dengan pelan. Ahmad langsung terdiam. Ia teringat akan kejadian tadi malam, Novi meneteskan air mata.

"Masih sakit?" tanya Ahmad. Tentu saja sakit yang dimaksud Novi berbeda dengan yang ada di pikiran Ahmad.

"Mana yang sakit?" tanya Ahmad lagi. Novi pun menunjukkan dadanya. Ahmad mengernyitkan dahinya.

"Bukan fisik yang sakit, Mas. Tapi hati dan perasaanku. Siapa Lia?" tanya Novi dengan pelan, tapi serasa petir ditelinga Ahmad. Ahmad tampak gugup, tapi ia berusaha untuk menguasai keadaan. Novi mengamati perubahan ekspresi Ahmad.

"Apa maksudmu?" Ahmad pura-pura bertanya pada Novi.

"Aku tanya Lia itu siapa?" Novi menatap tajam pada Ahmad. Ahmad yang terintimidasi bukannya merasa bersalah tapi malah marah.

"Kamu menuduhku selingkuh dengan yang namanya Lia?" kata Ahmad dengan nada suara yang keras.

"Bukan menuduh, aku hanya bertanya, Lia itu siapa? Kalau enggak selingkuh kenapa mesti marah?" ejek Novi.

"Kamu memutarbalikkan fakta ya? Kamu yang selingkuh malah menuduhku selingkuh dengan Lia," berang Ahmad sambil menatap tajam Novi. Novi tidak gentar, ia menatap Ahmad dengan sinis.

"Aku tahu sekarang. Kamu yang selingkuh, terus aku yang dicurigai dengan memata-mataiku. Maling teriak maling namanya!" Novi berkata dengan pelan tapi cukup tegas nada bicaranya.

"Mas, selama ini aku masih bertahan dengan kelakuan Mas yang suka berjudi. Tapi sekarang malah ditambahi dengan main perempuan. Apa karena aku sedang hamil, tidak bisa terlalu sering melayanimu? Jadi kamu mencari pelampiasan pada perempuan lain? Apalagi kalau nanti aku sedang nifas, tidak bisa melayanimu. Pasti kamu akan mencari perempuan lain."

Plak!

Novi kaget ditampar oleh Ahmad. Selama mereka kenal dan menikah, baru kali ini Novi ditampar oleh Ahmad. Sepertinya Ahmad menunjukkan wajah penuh penyesalan karena sudah menampar Novi.

"Mas berani tampar aku? Jadi kamu sekarang sudah berjudi, main perempuan dan main tangan. Luar biasa predikatmu, Mas." Akhirnya Novi menangis.

"Begitu hebatnya perempuan yang bernama Lia itu. Pasti seluruh hati dan pikiranmu dipenuhi oleh Lia. Sampai-sampai saat bercumbu denganku pun kamu masih sempat menyebut namanya. Berarti kamu membayangkan Lia disaat melakukannya bersamaku. Kejam sekali kamu Mas!"

Ahmad terdiam terpaku mendengar kata-kata Novi. Novi segera ke kamar mandi. Ia membasuh mukanya supaya tidak terlihat sembab. Beruntung sekali saat ia bertengkar dengan Ahmad, tidak ada pembeli yang datang.

"Bodoh sekali kamu, Ahmad! Kok bisa-bisanya kamu menyebut nama Lia saat berhubungan badan dengan Novi? Berarti Novi menangis tadi malam karena ini. Kok bisa ceroboh sih!" Ahmad merutuk dalam hati. Sekarang ia bingung, apa yang harus dilakukannya.

Novi berjalan menuju warung, dilihatnya Ahmad duduk termenung. Mungkin menyadari kesalahannya atau malah mau mencari cara untuk meyakinkan Novi kalau semua itu tidak benar

Di warung, Novi juga duduk termenung. Ia merasa sangat lelah dengan keadaan ini.

Semalaman Novi tidak bisa tidur nyenyak. Hatinya sangat gelisah, memikirkan nama yang disebut oleh Ahmad. Ia benar-benar kecewa. Novi tadi malam tidur di kamar Dina, ia berusaha untuk meredakan amarahnya. Ternyata Novi malah kesiangan, jam tujuh baru bangun. Untung saja Dina juga bangun. Ia tidak membangunkan Ahmad, karena memang ia ingin membicarakan semua ini. Biar segera tuntas dan jelas.

Semua malah di luar dugaannya, Ahmad malah marah sampai menamparnya. Ia tadi sempat mengabadikan wajahnya saat di kamar mandi. Siapa tahu suatu saat nanti bisa berguna.

Terdengar bunyi dering ponsel, Ahmad menerima panggilan itu. Kemudian ia berangkat tanpa berpamitan pada Novi. Novi segera ke kamar, kemudian mencari-cari berkas penting miliknya dan menyimpannya di tempat lain.

Di tempat lain, Ahmad buru-buru turun dari motornya dan bergegas masuk ke dalam toko. Sudah ada bapaknya, Pak Suharno. Tadi Ahmad di telpon oleh Pak Harno, karena itu ia langsung berangkat kerja. Pak Harno termasuk orang yang sangat disiplin. Ia tidak mau Ahmad bertindak seenaknya saja.

"Kenapa kamu terlambat?" tanya Pak Harno.

"Kesiangan, Pak!"

"Apa Novi tidak membangunkanmu?"

"Dia membangunkanku jam delapan, dasar perempuan tidak berguna," kata Ahmad, kemudian ia menutup mulutnya, karena keceplosan. Bapaknya paling tidak suka kalau ia menjelek-jelekkan Novi.

"Yang tidak berguna itu kamu. Kamu tidak pandai bersyukur," kata Pak Harno dengan tegas.

Ahmad sudah tidak berani membantah ucapan bapaknya. Ahmad memulai pekerjaannya.

Dari kejauhan Pak Harno memperhatikan Ahmad. Wajahnya tampak lesu dan tidak bersemangat. Mungkin bertengkar dengan Novi, pikir Pak Harno.

***

Menjelang magrib, Ahmad baru pulang dari kerja. Bukan karena ia lembur, karena toko Pak Harno tutup jam lima sore. Tapi Ahmad mampir ke rumah temannya. Setelah cukup lama ngobrol-ngobrol, akhirnya ia pulang. Kemudian langsung mandi.

Selesai mandi, dilihatnya makanan sudah tersaji di meja makan. Seperti inilah Novi, walaupun sedang marah dengan suaminya, ia selalu menyiapkan makan untuk Ahmad. Ahmad segera makan. Novi di warung sambil menunggui Dina mengerjakan PR.

"Bu, ini benar nggak?" tanya Dina.

Novi pun memeriksa pekerjaan Dina.

"Sudah benar semua. Sekarang semua dibereskan ya?"

"Habis ini boleh nonton televisi, Bu?" tanya Dina.

"Boleh."

"Terima kasih, Bu."

Novi sibuk lagi dengan catatan nota dari sales. Sudah banyak hutang sales yang ia bayar. Hanya tinggal sedikit lagi. Perkembangan warung cukup meningkat, karena Novi memberi harga tidak terlalu tinggi. Yang penting sudah mendapatkan untung, dan modal bisa diputar lagi.

"Assalamualaikum, Mbak." Terdengar seseorang mengucapkan salam mengagetkan Novi.

"Waalaikumsalam, eh Pak Edi," jawab Novi.

"Ada Mas Ahmad?" tanya laki-laki yang bernama Edi itu.

"Oh, ada. Silahkan masuk, Pak?" kata Novi sambil berjalan ke dalam menemui Ahmad.

"Mas ada yang nyariin," kata Novi pada Ahmad yang asyik merokok. Kemudian Novi kembali lagi ke warung.

"Halo, Bro. Lagi ngapain?" tanya Pak Edi.

"Eh, Bos. Lagi nyantai saja. Tumben kesini, ada keperluan penting?"

"Mampir saja, tadi dari markas."

Ahmad hanya diam, dia takut mau berbicara karena di warung ada Novi. Sedangkan warung bersebelahan dengan ruang tamu.

"Ayo kita ngumpul," ajak Pak Edi.

"Istriku masih marah. Aku nggak berani keluar."

"Aku yang minta izin, gimana?"

"Coba aja," kata Ahmad.

Pak Edi berjalan menemui Novi.

"Mbak Novi, saya mau ngajak Mas Ahmad jagongan bayi di rumah Iwan. Boleh nggak, Mbak?" kata Pak Edi pada Novi.

"Oh boleh."

"Makasih ya Mbak Novi. Kami berangkat dulu," kata Pak Edi.

Novi hanya tersenyum saja. Dilarang juga percuma, nanti malah berantem. Kegiatan jagong bayi ini dilakukan selama sepasar atau lima hari sejak jabang bayi dilahirkan. Masyarakat berkumpul di rumah orang tua jabang bayi sampai semalam suntuk bahkan menjelang pagi. Mereka hanya bercakap-cakap dan ada yang bermain kartu atau gaple sebagai hiburan. Tapi ada juga yang memanfaatkannya untuk berjudi.

Novi sudah lelah ribut berkepanjangan gara-gara judi. Kemudian ia menutup warungnya, ingin istirahat dengan tenang.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel