Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

#Chapter 3

Di jalan setapak, yang di lapisi krikil Rayhan melangkah gontai menuju rumah sahabatnya. Sesekali matanya berkeliaran memandangi beberapa santri wati yang tengah bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Sungguh Rayhan merasa begitu beruntung, karena rumah Kakaknya berada di kompleks putri, sehingga ia bisa setiap hari mencuci mata.

Ketika lagi asyik-asyiknya memandangi santri wati, tiba-tiba seseorang menegur Rayhan membuatnya terpaksa menghentikan langkah kakinya.

“Kamu bisa bantu Ustadza Ray?” Tanya seorang wanita yang tengah berdiri sembari meluruskan pinggangnya. Tampak di hadapannya ada sebuah baskom yang berukuran besar, dan di dalamnya terdapat pakaian yang baru saja selesai di cuci.

Rayhan menghampiri wanita berhijab ungu tersebut. “Apa yang bisa ana bantu Ustadza?” Tanya Rayhan.

“Bantu Ustadza membawa baskom ini ke sana.” Dewi menunjuk tiang jemuran yang berada tidak jauh dari Rayhan.

Tanpa banyak bicara, Rayhan segera mengambil baskom tersebut, dan harus di akui baskom tersebut cukup berat. Rayhan yakin, kalau Ustadza Dewi sudah cukup lama tidak mencuci pakaiannya hingga bisa sebanyak ini.

Rayhan membawa baskom tersebut dan meletakkannya di dekat tiang jemuran.

“Syukraan Ray!”

“Syukraan lak maratan uhkraa.” Jawab Rayhan sembari tersenyum manis kearah Dewi.

“Boleh minta tolong lagi?”

Rayhan mengangguk cepat. “Tentu saja boleh Ustadza! Apa yang bisa ana bantu?” Tanya Rayhan, yang diam-diam tengah mengamati gamis Ustadza Dewi yang sedikit ngejiplak karena terkena percikan air.

“Tolong temani Ustadza menjemur pakaian! Kamu bisa lihat sendiri kan? Banyak sekali yang harus di jemur.” Keluh Dewi, ia menyeka keringat yang membasahi dahinya. Ya… Sudah satu Minggu ini pesantren Tauhid di guyur hujan deras, sehingga ia tidak ada satupun pakaian yang bisa ia jemur.

Beruntung pagi ini cuaca cukup bersahabat. Dan Dewi berharap hari ini hujan tidak turun agar pakaiannya bisa cepat kering.

Rayhan mengerti, ia segera mengambil yang berat-berat terlebih dahulu seperti gamis milik Ustadza Dewi dan anaknya. Setelah memeras pakaian tersebut Rayhan menggantungkannya di tali jemuran yang terbuat dari kawat yang cukup tebal.

“Kamu yang jemur, Ustadza yang memerasnya.” Saran Ustadza Dewi.

Rayhan menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu Ustadza! Biar ana saja yang melakukannya.” Ujar Rayhan, tapi Dewi tentu saja tidak tega kalau semuanya di lakukan Rayhan seorang diri.

“Tidak apa-apa Ray! Biar cepat selesai.”

Ustadza Dewi menyampirkan jilbab lebarnya kebelakang, agar tidak menganggu. Lalu ia membungkuk untuk memeras pakaian miliknya. Dan pada saat bersamaan, Rayhan tengah melihat kearahnya. Mata Rayhan terbelalak, ketika ia tidak sengaja melihat belahan payudara Ustadza Dewi dari kancing gamis yang terbuka.

Pemandangan indah tersebut tentu saja membuat Rayhan menjadi gugup. Tapi ia dengan cepat berhasil menenangkan dirinya. Tapi diam-diam Rayhan tetap mencuri pandang kearah belahan payudara Ustadza Dewi yang cukup menggoda kelakiannya.

“Terimakasih ya Ray! Kamu baik sekali.” Puji Dewi, ia kembali memamerkan senyuman indahnya.

Pundak Rayhan sedikit naik mendapat pujian dari salah satu Ustadza idolanya itu. “Bukankah Ustadza yang pernah mengajarkan ana kalau kita sesama muslim harus saling membantu satu sama lainnya.” Jelas Rayhan, membuat Dewi merasa bangga akan perbuatan terpuji muridnya.

“Antum benar Ray! Orang yang suka membantu sesamanya akan mendapatkan pahala yang besar dari Tuhan.” Tambah Dewi. Tapi Rayhan tidak begitu mendengarnya, ia terlalu fokus kearah payudara Ustadza Dewi.

Wajar saja kalau Rayhan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada di depan matanya. Mengingat wanita yang ada di hadapannya saat ini adalah seorang Ustadza yang selama ini selalu menjaga penampilannya dengan berpakaian yang sangat tertutup. Tetapi siapa yang menyangkah, ia malah mendapatkan kesempatan bisa melihat sepasang gunung kembar milik Ustadza Dewi.

Seperti pepatah yang mengatakan, sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Dan itu terjadi kepada Rayhan. Aksinya yang suka mencuri pandang kearah belahan payudara Ustadza Dewi, akhirnya ketahuan juga.

Dewi menangkap basah mata Rayhan yang tengah melirik kearah belahan payudaranya. Tetapi bukannya menegur apa lagi marah, Dewi malah berfikir ingin memberi sedikit hadiah untuk Rayhan, karena pemuda tersebut sudah membantunya dengan tulus. Bagi Dewi tidak ada salahnya kalau dirinya sedikit berbagi.

“Capek Ray!” Keluh Dewi, ia kembali merenggangkan pinggang.

Kemudian ia duduk beralaskan tanah, kedua lututnya ia lipat keatas sehingga bagian bawah gamisnya terbuka. Mata Rayhan terbelalak lebar ketika melihat isi yang ada di dalam gamis Ustadza Dewi.

Terlihat sepasang paha mulus Dewi yang tanpa cacat, dan kain segitiga berwarna hitam yang membalut selangkangannya. Keindahan yang terpampang di hadapannya, membuat tubuh pemuda itu menegang. Raut wajah Rayhan mendadak berubah, sementara nafasnya mulai terasa berat. “Gleeek…” Dengan bersusa paya Rayhan menelan air liurnya yang terasa hambar.

Gila… Benar-benar gila apa yang dilakukan Dewi. Sebagai seorang Ustadza seharusnya ia tidak menggoda muridnya, apa lagi dengan cara memamerkan auratnya di depan pria yang bukan muhrimnya. Tapi Dewi malah melakukannya, seakan ia tidak takut akan azab yang menimpa dirinya atas perbuatannya.

Janganlah sesekali kalian mengumbar aurat, karena sesungguhnya, itu bagian dari syetan.

“Kok bengong?” Tegur Dewi.

Rayhan tersentak sadar atas kekhilafannya. “Eh… Iya Ustadza, biar ana saja yang menyelesaikannya. Ustadza istirahat saja dulu.” Saran Rayhan, Ustadza Dewi tersenyum sembari menyebarkan kedua kakinya hingga semakin terbuka.

Rayhan berjongkok di depan Dewi sembari memeras pakaian Dewi yang masih basah. Tetapi matanya sesekali mengintip kearah selangkangan Ustadza Dewi yang terlihat gemuk.

Satu persatu Rayhan menjemur pakaian Dewi, dan selama itu juga Rayhan merasa sangat tersiksa. Belum lagi ketika ia harus memegang dalaman Ustadza Dewi dan putrinya Nikita, dengan berbagai warna dan bentuknya yang terkadang aneh. Ada yang berenda, ada yang berbentuk seperti tali, kupu-kupu, dan ada juga yang di bagian bawahnya terbuka.

“Akhirnya selesai juga.” Rayhan mendesah puas.

Dewi tersenyum lalu ia berdiri. Sekali lagi Rayhan melihat celana dalam Dewi untuk terakhir kalinya. “Terimakasih banyak Ray! Ustadza gak tau deh kalau gak ada kamu.” Ujar Dewi, ia merasa puas atas pekerjaan Rayhan yang cukup rapi dalam menjemur pakaiannya di tiang jemuran.

“Sama-sama Ustadza, saya senang bisa membantu Ustadza! Kalau nanti ada lagi yang bisa ana bantu, Ustadza bilang aja. Insyaallah ana akan bantu.” Ujar Rayhan.

“Tentu, Ustadza akan memanggil kamu.”

“Kalau begitu ana pergi dulu Ustadza!” Pamit Rayhan.

Dewi mengangguk. “Ya, hati-hati di jalan. Sekolah yang rajin biar bisa jadi orang besar.” Nasehat Dewi.

“Insyaallah Ustadza.”

Setelah kepergian Rayhan, Dewi memasukan tangannya kedalam gamisnya. Ia mendapatkan selangkangannya yang sudah terlalu basah. “Anak itu membuatku terangsang.” Gumam Dewi. Ia tersenyum nakal.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel