7. PERDEBATAN SENGIT
"Arlando, jawab yang jujur! Apa kamu serius ingin menikah dengan Qeiza?!" tanya Papi menatap tajam putranya.
"Iya!" Arlando langsung menjawab dengan tegas. "Aku akan menikahi Qeiza Noura!"
"Menikah bukan karena ancaman Papi?!" tanya Tuan Theo menatap tajam putranya.
Arlando langsung menelan ludah sebelum menjawab. "Ancaman apa?! Aku tidak mengerti!" ucapnya pura-pura.
"Lalu, bagaimana dengan kedua orangtua Qei sendiri?!" tanya Papi. "Apa kamu sudah bicara dengan mereka?!"
Arlando sejenak tertegun sebelum menjawab. "Itu masalah gampang, setelah minta restu di sini, aku dan Qei akan minta restu di sana."
Qeiza langsung melihat Arlando. "Luar biasa si Arlando aktingnya. Andai ada penghargaan berbohong, pasti dia sudah jadi juara! Hi-hi-hi," hati Qeiza terkikik sendiri.
"Arlando, putra kesayangan kita berdua," ucap Mami. "Bagaimana mungkin, kami bisa percaya kalian ingin menikah? Bukankah selama ini, kalian tidak pernah bertemu! Bagi kami, itu hal yang lucu!"
DEG!
Arlando dan Qeiza tertegun. Apa yang dikatakan Mami memang masuk akal, tapi bukan Arlando namanya jika tidak punya jawaban. "Jodoh itu tidak tahu kapan datangnya Mam. Mungkin selama ini aku dan Qei tidak pernah bertemu, tapi lihat, Tuhan mempertemukan kita berdua lagi dan aku tidak mau kehilangan Qeiza untuk yang kedua kalinya. Maka dari itu, aku ingin menikahi Qeiza Noura."
Kembali Qeiza dibuat takjub dengan jawaban Arlando. "Luar biasa nih bocah! Ck, ck, ck, hebat Arlando!" hati kecil Qeiza bicara sendiri.
Papi melihat sinis putranya. "Apa bukan karena ancaman Papi yang akan mencabut semua fasilitas mewah kamu dan juga mengambil perusahaan yang kamu pimpin itu?!"
"Bukan karena itu!" jawab Arlando. "Aku ingin menikahi Qeiza karena aku mencintainya," ucap Arlando menatap wajah Qeiza yang duduk di sampingnya.
SEER!
Hati Qeiza langsung berdesir begitu mendengar apa yang dikatakan Arlando. "Ya Tuhan, ada apa dengan hatiku ini? Sadar Qeiza, sadar! Semua ini hanya sandiwara, Arlando tidak bersungguh-subgguh!"
"Cinta?!" tanya Papi. "Tahu apa kamu tentang cinta? Pacaran saja tidak pernah!" Papi semakin memojokkan putranya.
Arlando menatap manis Qeiza. "Setelah bertemu dengannya, aku tahu apa itu cinta. Di matanya, aku bisa melihat apa arti cinta."
Qeiza lagi-lagi menelan ludah, ucapan Arlando sungguh gombalan playboy kelas kakap. "Sudah gila si Arlando, bicara bagai pujangga!"
Papi tiba-tiba tertawa terbahak. "Ha-ha-ha. Kamu pikir Papi akan percaya begitu saja?! Jika kamu laki-laki sejati, buktikan ucapanmu!"
Arlando menatap bingung Papinya. "Maksudnya apa?!"
Tawa Papi kembali berderai. "Ha-ha-ha. Dasar bodoh!" ledeknya. "Lama-lama, Papi ambil semua perusahaan dari tanganmu, punya otak cuma jadi isi kepala saja!" Papi kemudian berdiri. "Ayo Mam, kita ke kamar. Pinggangku sakit terlalu lama duduk, Papi ingin rebahan."
Tanpa diminta dua kali, Mami berdiri. "Qeiza, Tante masuk dulu. Anggap saja di rumah sendiri. Kalau perlu apa-apa, minta ke Arlando."
Qeiza langsung berdiri. "Iya, Tante. Terima kasih."
"Mam, maksud Papi apa?!" Arlando masih tidak mengerti dengan kalimat Papi yang tadi.
"Pikir sendiri! Pakai otaknya!" jawab Mami langsung pergi menyusul suaminya yang telah pergi lebih dulu.
Hati Qeiza begitu lega setelah kedua orangtua Arlando pergi, tubuhnya langsung dihempaskan ke sofa. "Ya Tuhan, leganya."
Berbeda dengan Arlando yang masih diliputi kebingungan. "Qeiza, apa kamu mengerti dengan apa yang dikatakan Papi tadi?!"
Qeiza mendorong kepala Arlando pelan. "Dasar bodoh! Masa begitu saja tidak mengerti!" ucapnya kesal. "Dasar otak udang!"
Tak lama kemudian, Bibi datang dengan tangan membawa nampan berisi dua gelas juice jeruk dan toples kecil.
"Bibi," sapa Qeiza. "Masih ingat denganku Bi?!" tanyanya.
"Tentu saja ingat Neng!" jawab Bibi sambil menaruh gelas ke atas meja. "Neng Qeiza yang waktu kecilnya sering ingusan itukan?!"
Qeiza langsung merengut. "Ih, Bibi! Kok yang diingatnya ingus sih?!"
Arlando tertawa. "Ha-ha-ha. Memang ingus kamu yang paling berkesan!"
Wajah Qeiza semakin merengut. "Menyebalkan! Di rumah ini yang diingat tentangku hanya ingus!" Qeiza kemudian mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. "OMG! Saking tegangnya, aku tidak menyadari ruangan ini tidak berubah sama sekali."
"Bi," panggil Arlando. "Apa ada tamu yang datang mencariku?!"
"Tidak ada Tuan muda," jawab Bibi. "Tapi tadi sepertinya ada telepon dari kantor menanyakan Tuan muda."
Arlando langsung melihat ponselnya. "Pantas telepon ke rumah, ponselku mati." Arlando lalu berdiri. "Qei, aku mau ke kamar. Kamu mau ikut atau tunggu di sini?!"
"Ikut!" Qeiza langsung berdiri. "Aku ingin melihat kamarmu?!"
Arlando kemudian pergi menuju kamar pribadinya di lantai dua diikuti Qeiza dari belakang.
"Kamarmu luas banget," ucap Qeiza begitu kakinya menginjak lantai kamar Arlando. Nampak sebuah tempat tidur berukuran king size berada ditengah-tengah ruangan serta beberapa aksesoris menghias kamar. "Kamu tidur sendiri di sini?!"
"Pertanyaan bodoh apa itu?! Tentu saja aku tidur sendiri!" jawab Arlando ketus.
Qeiza mendelik. "Aku hanya bertanya. Bisa enggak sih, jawabnya biasa saja!"
Arlando kemudian membuka jaket yang dipakainya, melemparnya begitu saja ke atas tempat tidur lalu pergi ke arah pintu yang berada di sudut ruangan. Tak lama kemudian, terdengar suara air dari dalam.
Qeiza membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. "Empuk banget!"
Satu menit, dua menit, Arlando tak kunjung ke luar dari kamar mandi. Qeiza yang telentang di atas tempat tidur merasakan matanya mengantuk, suhu ruangan yang dingin serta kasur yang empuk membuat Qeiza perlahan menutup mata pergi ke alam mimpi.
Tak lama kemudian Arlando ke luar dari kamar mandi dalam keadaan tubuh memakai bathrobe serta rambut basah. Datang mendekati Qeiza yang tidur telentang. Diperhatikannya baik-baik wajah Qeiza lalu tatapan Arlando menyusuri tubuh dan berhenti pada paha mulus yang tertutup rok mini hitam berempel.
Seketika, dia merasakan tubuhnya menegang!
"Shit..."lirih Arlando tanpa sadar.
