
Ringkasan
Amelia, pewaris kaya yang hancur mentalnya akibat hinaan keluarga palsu, mendapati dirinya hidup dalam kebohongan besar. Sementara itu, Bima hidup dalam kehancuran setelah dikhianati oleh istrinya sendiri. "Kalian Siapa?" adalah pertanyaan yang menghantui Amelia dalam pencarian jati diri, sekaligus harapan akan cinta yang tulus. Akankah takdir menyatukan dua jiwa terluka ini dalam ikatan sakral, menemukan kebenaran di balik kebohongan, dan menyembuhkan luka masa lalu?
AREA PARKIR.
Jam 12 siang sudah menunjukkan waktu istirahat. Seorang gadis berwajah lembut membersihkan mejanya terlebih dahulu. Setelah itu, ia keluar dari ruangannya.
Amelia nama gadis itu. Ia berjalan pelan sambil menikmati suasana damai di dalam kantor. Ia memasuki lift yang kosong. Tak lupa juga ia mengecek seluruh jadwal untuk bos besarnya.
"Bukankah hari ini Bu Martha pulang dari Paris ya?" Amelia membaca jadwal sang bos untuk menjemput istrinya.
Amelia keluar dari kantor untuk menuju ke area parkir. Ia menyapa teman-temannya dengan sangat ramah. Sesampainya di area kantor, ia tidak sengaja melihat Santi. Hatinya sudah deg-degan. Ia tahu apa yang akan terjadi.
Amelia sengaja membalikkan badannya. Ia mengirim jadwal penjemputan ke sang bosnya. Lalu Santi? Santi tidak sengaja melihat Amelia. Entah kenapa, ia memiliki pikiran licik ke Amelia. Ia tersenyum sinis dan mendekatinya.
"Woy, Amel! Lu kerja di sini?" Santi berteriak kencang sambil melihat nama perusahaan.
Santi sangat terpukau dengan papan nama tersebut. BS Star Company nama perusahaan itu. BS Star Company adalah perusahaan yang bergerak di bidang ekspor impor. Nama perusahaan itu sangat diperhitungkan di dunia bisnis.
Perusahaan BS Star Company tidak hanya berdiri di Indonesia. Mereka memiliki banyak cabang di beberapa benua. Seperti Asia, Eropa, Amerika, dan Australia. Tidak hanya itu, mereka juga berkontribusi untuk negara. Bahkan perusahaan itu sering didaulat mengirimkan makanan ke daerah konflik.
Amelia bingung harus menjawab apa? Hingga akhirnya ia memulai suatu kebohongan. Ia tidak mau Santi tahu. Jika sampai tahu, maka bisa dipastikan akan terjadi sesuatu.
"Enggak. Aku enggak kerja di sini." Amelia menjawab dengan santai.
"Halah, jangan bohong! Kalau lu enggak kerja di situ, ngapain harus takut?" Santi menatapnya dengan tajam.
Amelia menarik napasnya dengan pelan. Ia ingin memaki Santi dan mengusirnya. Tapi ia sadar betul, jika ia mengusirnya, akan ada badai besar.
"Aku hanya singgah di tempat ini," jawab Amelia asal.
Amelia mulai tidak menyukai Santi yang menatapnya tajam. Ia tahu Santi suka sekali mengintimidasinya. Amelia mencium ada yang tidak beres.
"Hanya singgah?" Santi tertawa sinis. "Bagaimana lu bisa singgah?"
"Suka-suka aku mau singgah di mana? Kenapa kamu mengurusku?" Amelia tetap tenang meski suasana yang tidak mengenakkan.
Santi menertawakan Amelia. Santi mengejek kalau Amelia adalah gadis bodoh. Dengan sinisnya Santi mengatakan, kalau mau nongkrong harus di kafe mewah.
"Ah, lu... bodoh atau gimana sih?" Santi mengejek Amelia.
Kata bodoh membuat Amelia terluka. Hampir setiap hari ia selalu mendengarnya. Kalau tidak bodoh ya oon. Dua kata itu sering membuat Amelia terluka secara mental.
Mau marah percuma. Di belakang Santi ada sang. Ibunya selalu membela Santi jika sudah menindas seperti ini. Ditambah sang ibu malah tertawa.
"Terserah apa katamu!" Amelia sudah muak dengan perkataannya.
"Gue mau kuliah! Gue butuh uang jajan lima ratus ribu!" Santi langsung ke inti pembicaraannya.
Mendengar permintaan Santi, Amelia semakin muak. Bukankah Santi sudah bisa menghasilkan uang sendiri? Mengapa ia meminta kepada dirinya?
"Bukankah kamu sudah memiliki penghasilan sendiri?" Amelia berbicara blak-blakan.
Ketika Santi meminta uang, ada sebuah mobil mewah SUV memasuki area parkir. Amelia menyuruh Santi pergi. Ia tidak mau terjadi perdebatan di tempat umum.
"Pulang sana. Minta sama ibu!" Amelia menyuruh Santi pergi.
"Oh, sekarang lu ngusir gue ya?" Santi mulai memainkan drama.
"Aku tidak mengusirmu. Aku malu jika hanya uang diperdebatkan di tempat umum." Amelia menahan emosinya agar tidak ikut drama.
"Gue minta ke lu! Bukan ke ibu!" Santi membentak Amelia.
Seketika para karyawan yang sedang lewat terkejut. Mereka bingung dan menoleh ke arah Amelia. Orang yang berada di dalam mobil itu tersentak. Ia sebenarnya melihat interaksi kedua gadis itu.
"Ada apa dengan Amelia? Lalu siapa gadis itu meminta uang dengan nada kasar?" Bima berkata dalam hati.
Bima Santoso nama pemilik mobil SUV mewah itu, sekaligus pemilik perusahaan BS Star Company. Ia membuka pintu mobil dan keluar. Ia mengambil tasnya dan masih melihat interaksi mereka.
"Gue minta uang ke lu! Bukan ke ibu!" Santi berteriak seakan-akan dirinya memiliki beban.
"Aku tidak memiliki uang." Amelia berkata jujur.
Bima mendekati Amelia sambil memberikan tasnya. Ia menyuruh Amelia untuk segera ke kantornya. Santi yang melihat Bima seakan-akan mendapat angin segar.
Mata Santi langsung terbuka ketika melihat ketampanan Bima. Badan kekarnya membuat Santi bernafsu untuk mendapatkannya. Bahkan dirinya ingin menyentuh tubuh kekar itu.
"Tolong bawakan tas aku. Sekalian kamu ke ruangan aku!" Bima memberikan sebuah perintah.
Amelia meraih tas itu dan membalikkan badannya. Bima segera pergi meninggalkan tempat itu. Amelia pun mengikuti Bima.
"Woy, mana uangnya!" Santi berteriak hingga terdengar ke telinga Bima.
Wajah Amelia memerah. Ia tidak tahu harus berbuat apalagi. Tidak seharusnya Santi berteriak meminta uang di lingkungan pekerjaannya. Ditambah lagi tatapan Santi ke Bima yang sangat menggelikan.
Ketika masuk ke lift, Santi sudah masuk ke dalam ruangan resepsionis. Namun sang resepsionis menahannya agar tidak terjadi keributan. Security yang berjaga langsung menyuruhnya pergi.
"Awas saja lu pulang ke rumah! Gue bilangin ke ibu kalau lu pelit!" Santi mengancam Amelia dengan nada tinggi.
Amelia menekan tombol lift. Pintu lift tertutup. Ia merasakan keadaan yang tidak enak. Ditambah lagi dengan kondisi Bima yang tidak baik-baik saja.
Amelia tidak akan membahas masalah ini. Karena masalah tersebut adalah masalah pribadi. Namun di sisi lain, Bima sangat penasaran sekali. Apa yang terjadi selama ini dengan sang sekretarisnya itu?
Pintu lift terbuka. Bima keluar dari lift. Ia segera menuju ke ruangannya. Amelia mengikutinya dari belakang. Dari lift menuju ke ruangan Bima tidaklah jauh. Tempat ini memang dikhususkan buat para petinggi perusahaan.
"Amel, apa yang terjadi padamu?" Bima masuk ke dalam dan duduk di kursi kebesarannya.
Amelia menaruh tas itu di atas meja. Ia menarik napasnya. Bima menunggu jawaban Amelia.
"Sebenarnya masalah keluarga, Pak," jawab Amelia.
"Lalu, kenapa dia memaksa meminta uang kamu?" Bima bertanya serius. "Apalagi dengan caranya dia berteriak."
"Maaf, Pak, saya tidak bisa menjawabnya sekarang." Amelia sengaja tidak ingin membahas masalah ini.
Bima menghormati keputusannya. Ia ingin membuat Amelia nyaman bekerja. Bima menatap Amelia secara intens.
"Apa jadwalku siang ini?" Bima bertanya serius.
"Bukannya Bapak siang ini menjemput Ibu Martha?" Amelia mengingatkan jadwal penting.
"Biarkan pulang sendiri!" Bima meminta jadwal itu dihapus. "Hapus jadwal yang berhubungan dengan Martha!"
Mata Amelia membulat. Ada apa dengan sang bos? Sesibuk-sibuknya bos besar, Bima mengutamakan sang istri. Namun keadaannya berubah drastis.
"Baik, Pak. Jika begitu Bapak tidak memiliki jadwal tetap untuk hari ini," ucap Amelia.
"Tolong kamu carikan aku apartemen kecil yang dekat dengan kantor!" Bima memberikan perintah.
"Ada lagi?" Amelia mencatat keperluan Bima.
