Pustaka
Bahasa Indonesia

Just 1 Love for 2 Hearts

41.0K · Ongoing
Mikas4
42
Bab
417
View
9.0
Rating

Ringkasan

Ketika si kembar jatuh cinta pada pria yang sama, lantas apakah pria itu akan memilih siapa yang akan menjadi kekasihnya?

Cinta Pada Pandangan PertamaTuan MudaTeenfictionKeluarga

1. Orang Gila

"Awaaasss!" teriak Oca dari belakang saat Ica ingin menabrak seseorang yang sedang berjalan yang menggunakan pakaian compang-camping dengan motor maticnya.

Brak.

"Aduh," keluh Oca saat pantatnya membentur aspal dan melihat Ica yang ikutan meringis karena kakinya sedikit lecet. "Udah gue bilang juga jangan suka ngelamun kalo lagi bawa motor, issh, jatuh kan!"

"Mau gimana lagi," balas Ica sambil melirik kakinya yang kini berdarah. "Salahin tuh orang gila dong. Lagian main di tengah jalan aja. Emang jalan ini punya Bapaknya apa!"

"Orang gila lu salahin," sungut Oca dan mencoba membantu Ica berdiri lalu mendirikan motor matic mereka. "Ngomong-ngomong, tuh orang gila kemana?"

Ica melirik ke kiri dan ke kanan lalu ke depan sambil membelalakkan matanya kaget. "Ca, itu dia," tunjuknya kepada orang yang terbaring di tengah jalan.

"Astaga! Gimana nih? Pakek acara pingsan segala lagi." Oca segera menghampiri orang gila yang kini pingsan di depan mereka. "Bantu angkat dong. Lo kudu tanggung jawab."

"Sial banget sih!" sungut Ica lalu mencoba menepuk kedua pipi perempuan yang berkisar 25 tahunan. "Mbak, bangun mbak. Mbak bangun dong." Kini Ica menatap Oca dengan ketakutan. "Gimana Ca, kaga bangun dianya?"

"Angkat deh angkat!" Oca segera mengangkat perempuan itu membuat Ica berdecak pelan dan bergumam. "Mau lo bawa kemana emang? Main angkat-angkat aja."

Oca menatap Ica malas. "Ke kuburan. Ya, ke rumah sakit lah. Lo nanya kaga elit banget dah."

Ica menurut dan membantu Oca untuk mengangkat perempuan tersebut dan mendudukkan perempuan itu di atas motor mereka.

"Lo gimana?" tanya Ica pada Oca setelah mendudukkan perempuan pingsan tersebut ke atas motor.

"Gue ikutlah." Tanpa menunggu jawaban Ica, Oca langsung naik membuat Ica membelalak kaget.

"Lah kalau ada polisi gimana?"

"Biarin deh. Bilang aja, kita melakukan hal yang manusiawi saling tolong menolong dan intinya kita nolong nih orang buat dibawa ke rumah sakit." Oca mengoceh panjang lebar.

"Masalahnya kita yang nabrak nih orang, bego! Ya wajar aja kita tanggung jawab."

"Ya kan polisi kaga tau kita yang nabrak atau nggak. Ah, udah deh, lo bawa motornya cepet. Nggak tahan gue sama bau nih cewek. Berapa lama sih gak mandi?"

Ica hanya menggelengkan kepalanya dan menjawab. "Lo juga sering nggak mandi selama tiga hari."

"Jalan Ca." Oca menyela cepat, menyuruh Ica mengendarai motor mereka karena tidak sanggup dengan ocehan panjang yang akan Ica keluarkan. "Oya, lo lewat belakang aja yaa. Gue males berurusan sama polisi, ribet!"

"Hmm," gumam Ica dan mulai mengendarainya pelan-pelan untuk mencari rumah sakit terdekat.

Oca yang duduk paling belakang kini menatap perempuan yang sedang pingsan didepannya. Kepala perempuan itu disandarkan di punggung Ica yang sedang mengendarai motor maticnya. Perempuan itu terlihat cantik walau sebenarnya rada kumel dan dekil di wajahnya. Tak lama mata Oca membelalak lebar sebelum Ica menyerukan sesuatu yang tidak Oca tangkap karena melamun.

"Apa?" teriaknya mengalahkan angin yang kencang.

"Kok baju di lengan gue basah ya Ca?!" ulang Ica sambil terus membawa motor maticnya dengan pelan-pelan melalui jalan belakang.

Oca bingung hendak menjelaskan bagaimana hingga akhirnya ia memilih untuk jujur dan menjawab. "Kakak ini ileran, Caa."

"Ohh," balas Ica santai membuat Oca mengerutkan kening karena Ica bisa dibilang paling jijik dengan hal kotor. Bahkan Ica pergi ke sekolah selalu menggunakan mobil beda halnya ma Oca yang lebih suka naik motor. Tapi, karena mobil Ica bannya sedang bocor, dia memilih untuk naik motor dengan Oca dan sial ketika mereka hendak pulang ke rumah tadi karena Ica membawa motor sambil melamun memikirkan seseorang yang ia sukai.

"WHATT!!!" teriak Ica sambil rem mendadak membuat Oca mengumpat pelan. "Aaargghhh.... Iiii jorok banget sih. Bauuu, huaaaaaaaa mommyyyy!" Ica bahkan sudah turun dari motornya.

"Lebay amat dah lu! Gih naik, rumah sakit udah di depan tuh," tunjuk Oca sambil memegang perempuan yang kini masih tertidur tanpa sadar.

Ica menggeleng keras. "Nggak! Gue gak mau lagi bawa motor lu. Sumpah yaa, ni cewek kelewatan banget dah."

Oca berdecak pelan dan menggeleng. Kalau sudah begini, dia harus turun tangan sendiri. Kemudian membuka ikat pinggang di rok abu-abunya dan turun perlahan sambil memegang perempuan itu.

"Lo mau ngapain?" tanya Ica penasaran dengan tingkah Oca.

Oca tidak menjawab dan langsung membuka aplikasi untuk memanggil taksi hingga taksi sampai dan akhirnya Oca menyuruh Ica untuk masuk.

"Lo naik taksi, pulang ke rumah. Biar gue aja yang anter kakak ini ke rumah sakit," ujarnya membuat Ica semakin bingung.

"Gimana cara lo bawa dia?" tanya Ica lagi.

Oca memutar bola matanya malas dan mendorong Ica agar segera masuk ke dalam taksi karena hari sudah beranjak sore.

"Urusan gue. Bilangin Mommy gue telat pulang dan lo tau sendiri kan alasan gue!" Kini, Oca menoleh menatap Pak supir yang sedang menunggu. "Pak jalan!"

Blam.

Dengan kasar Oca menutup pintu taksi dan mulai menatap prihatin terhadap kakak perempuan tersebut. Oca langsung mengambil tali pinggangnya tadi dan duduk di depan, lalu mengikat kakak tersebut ke badannya dengan tali pinggangnya yang lumayan panjang. Lagipula, badan kakak itu kurus sekali.

Setelah selesai, Oca kembali mengendarai motornya menuju rumah sakit yang memang sudah didepan matanya. Sesampainya disana, Oca meminta tolong kepada Pak Satpam untuk membantu dirinya dan membawa kakak itu masuk ke rumah sakit. Oca mengikutinya dari belakang.

"Oca?" panggil seseorang saat Oca selesai mengantar perempuan tersebut untuk ditangani.

Oca menoleh dan membelalak saat tahu siapa yang memanggilnya. Kak Sena. Kakak kelasnya yang paling banyak dikagumi oleh para siswa karena kepintaran dan juga ketampanannya.

"Kak Sena?" panggil Oca pelan. "Ngapain kakak disini?" Tanyanya tanpa malu-malu jika berjumpa dengan Sena. Beda halnya dengan Ica yang sangat menjaga image didepan Sena karena Ica menyukai Sena.

"Ada perlu. Kamu sendiri?" Sena tanya balik.

Sebelum Oca menjawab, seorang suster lebih dulu menginterupsi keduanya. "Adik kenal sama pasien yang adik bawa tadi?"

Oca menggeleng pelan dan bertanya, "Bagaimana keadaannya, sus?" tanya Oca harap-harap cemas.

"Dia hanya pingsan. Boleh saya tau kenapa dia bisa sampai pingsan?"

Oca bingung hendak jujur atau berbohong, namun dia tidak pernah diajarkan untuk berbohong oleh Papanya dan akhirnya memilih untuk jujur. "Maaf sus, tadi saya gak sengaja nabrak kakak itu." Oca lebih memilih untuk menyalahkan dirinya daripada Ica.

"Ya ampun dik, itu orang gila kenapa ditabrak?" tanya sang suster kaget. Oca menggaruk tengkuknya dan tidak menjawab karena salah tingkah.

"Kamu nabrak orang gila?!" ulang Sena dengan tidak percaya dan kemudian Oca mengangguk hingga Sena tertawa terbaha-bahak membuat Oca semakin salah tingkah.

Sialan Ica!! Makinya dalam hati.

Oca menunduk dan menggigit bibir bawahnya. "Maaf sus, saya nggak sengaja."

Tanpa Oca sadari, suster tersebut tersenyum dan menepuk pundak Oca. "Dia baik-baik saja. Kamu nggak perlu cemas dan terimakasih karena sudah mengantarkannya."

"Mengantarnya? Maksud suster?" tanya Oca bingung.

"Dia pasien disini yang suka kabur."

"Apa?!" Oca memekik kaget lalu menutup mulutnya cepat. Hingga suara tawa Sena semakin keras membuat Oca menatap Sena sambil merengut karena menertawakannya.

"Ya ampun, Ca. kamu lucu banget sih!" Sena mencubit kedua pipi Oca.

"Apaan sih kak. Lepas ah!" Oca menampik tangan Sena yang mencubit pipinya yang sekarang memerah.

"Ya sudah. Kamu sekarang bisa pulang."

Oca mengangguk, "terimakasih, sus." Kini gadis itu menatap Sena dengan marah karena pipinya masih sakit. "Bye kak." Tanpa menunggu jawaban Sena, Oca segera berlalu meninggalkan pria itu yang kini menatap punggungnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya geli.

"Oca, Oca," gumamnya pelan sambil tersenyum kemudian segera menuju parkir dimana mobilnya berada.