Pustaka
Bahasa Indonesia

Janda Pelakor

83.0K · Tamat
Romansa Universe
80
Bab
12.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Menjadi janda di negara Indonesia adalah tabu. Mereka akan menghina sekalipun tak memberi makan. Mereka akan bergunjing sekalipun kita beri makanan. Itulah derita yang dialami Nara, janda yang ditalak suaminya, Damian. Nara harus berjuang menghidupi dirinya, dia tak menyesal memberikan anaknya, Rafael agar diurus oleh mantan suaminya. Toh anaknya memang lebih memilih ayahnya dari pada ibunya.Sampai akhirnya ada dendam berkarat di hatinya, dendam kepada wanita PHO alias Perusak Hubungan Orang yang telah merusak rumah tangganya.

RomansaPerselingkuhanPengkhianatanPernikahan

Bab 1 Terkuak

Bab 1 Terkuak

“KENAPA KAMU PULANG, HUH?!” teriak wanita yang sedari tadi duduk di meja makan menatap jengah. Napasnya tidak beraturan seperti sebelum ia keluar dari rumah tadi sore. Niatnya yang hanya ingin membelikan makan malam malah berujung menemui kebenaran yang begitu menyakitkan.

“Apa maksudmu?” suaminya, Damian langsung menentang—ia sama sekali tidak paham dengan apa yang barusan istrinya ucapkan. Dipikirannya hanya pulang dan sudah itu saja. Lalu kenapa saat dia baru saja menampakkan batang hidungnya malah langsung disemprot. Damian tidak merasa kalau dirinya punya salah.

“HEH! Apa kurangnya aku selama ini sampai kamu tega menduakan aku dengan wanita lain. Tanpa malunya kamu bercumbu di cafe itu, dasar tidak tahu malu!” jelas Nara terengah, begitu jengah dengan pria di depannya ini.

DEG!

Damian sekarang paham tetapi dia tidak khawatir lagi jikalau harus kehilangan istri yang sudah 11 tahun menemaninya itu. Sudah ada pengganti yang lebih memikat hati, ketimbang Nara yang sudah membosankan.

Meski begitu Damian enggan mengakui kesalahannya, dia tidak mau kalau anaknya tahu bahwa dia bukanlah ayah yang baik.

“Dasar perempuan kurang ajar, sama sekali aku tidak pernah ke cafe. Jangan-jangan penglihatanmu yang sudah tidak bagus. Seenaknya saja kau menuduhku yang tidak-tidak,” sahutnya tak kalah bengis dari pada Nara. Intinya dia tidak mau disalahkan oleh wanita.

“OH! Atau jangan-jangan kau yang berselingkuh!” tuduh Damian dan berhasil membuat Nara tersulut emosi, dalam hati dia menjadi ragu bahwa yang dilihat adalah Damian dan seorang wanita sedang bercumbu mesra.

Nara menarik napas, membuangnya dengan kasar. “Kau memang pandai berbohong!” seru Nara dan langsung berjalan cepat menuju kamarnya. Nyalinya menciut kalau-kalau memang bukan suaminya yang ia lihat tadi.

Damian tersenyum puas, merasa menang sudah berhasil membohongi istrinya yang entah sudah berapa kali.

‘Dia memang sangat bodoh! Tentu saja itu aku dan sengaja bersikap setenang mungkin agar terlihat natural.’

Damian sudah biasa setiap hari seperti ini. Pertengkaran akan terjadi ketika ia pulang dan dia sudah biasa membuat alasan. Hingga Nara lah yang terlihat dungu.

“Apa benar itu bukan suamiku? Jelas-jelas dia adalah Damian,” linglung Nara di atas kasurnya. Kerap kali dia seperti diperolok meski bukti ia lihat sendiri. Dalam hatinya ia sangat yakin kalau ada yang tidak beres dengan Damian. Nara yakin kalau suaminya sudah berselingkuh dengan wanita lain.

Sayangnya, setiap kali Nara mencoba untuk berani melawan suaminya — akhirnya dia juga yang kalah. Alasan yang diberikan Damian selalu berhasil membuatnya dungu, bodohnya dia tidak bisa mengelak lagi kalau sudah begitu.

Malamnya Nara merasa bahwa hidupnya semakin tidak karuan. Suami yang sudah tidak seperti dulu lagi, dia yang kerap mengabaikan anaknya karena fokus dengan laki-laki yang ia cintai. Dalam gelapnya kamar, Nara hanya mampu memakai headset dengan setelan suara full. Hanya itu yang bisa menenangkan pikirannya.

***

Sejak tiga hari lalu pertengkaran itu berlalu, Nara masih enggan untuk berbicara dengan suaminya. Dia sengaja mengabaikan Damian, tapi pria itu malah bersantai saja ikut mengabaikan. Seakan sudah tidak ada lagi rasa takut kehilangan.

Malam ini lebih parah lagi, Damian tidak pulang. Padahal pria itu sudah pergi sejak matahari belum terbit. Walau dia masih marah, tapi Nara khawatir jikalau ada apa-apa dengan suaminya. Saat mengingat itu, pikirannya menuju pada Damian yang mungkin sedang bermesraan dengan wanita lain. Hatinya serasa dibanting dari ketinggian tebing.

Nara tidak bisa terus-terusan makan hati seperti ini. Jiwa dan raganya sakit, remuk secara tidak langsung. Penghancuran perasaan lebih berat ketimbang ia dipukuli secara langsung. Mumpung anak satu-satunya sudah tidur, ia segera mengambil tas dan pergi begitu saja. Air matanya lolos begitu saja, rasanya dia sudah tidak sanggup lagi menahan sakit ini sendirian. Tak sedikit pun disangka nasibnya akan seperti ini.

Club malam adalah tujuan utama. Di sana dia bisa mendengarkan full music beramai-ramai, tidak sendirian lagi dalam kegelapan. Dia juga bisa meminum cairan sedikit tidaknya mampu membuatnya lupa sejenak akan masalah. Tidak mencoba untuk kabur tetapi berhenti sejenak.

Senyumnya merekah melihat orang-orang yang mungkin sama sepertinya begitu menikmati pesta ini. Pesta di mana tidak ada akhir sebelum orangnya sendiri yang akan mengakhiri. Nara melangkahkan kakinya dengan pasti, bukan yang pertama kali tetapi ini kedua kali. Nara hanya datang kalau sudah benar-benar tidak kuat dengan semua yang ia jalani.

“UUUUUU!!!” teriaknya saat lagu benar-benar membuat jantungnya seakan keluar, saat ini Nara benar-benar bahagia seperti di surga. Tak peduli siapa yang ada di sampingnya, pokoknya goyang.

Dua jam sudah dia berada di dalam sana. Setelah keluar serasa kepalanya berat dan sedikit pusing. Tapi dia harus pulang, besok pagi dia mesti berusaha membuat sarapan. Dia harus kuat berada di situasi seperti ini demi anaknya.

Sesampainya di rumah, ia terkejut saat melihat mobil suaminya. Nara tersenyum kecut, “ternyata dia pulang juga,” ujarnya yang sudah setengah sadar. Ia lupa siapa saja yang sudah memberinya minuman. Cowok cewek entahlah.

Damian yang sudah sampai sejak tadi, diam-diam khawatir dengan Nara yang masih berstatus istrinya tersebut, meski tidak peduli seratus persen Damian tetap menyimpan sedikit kekhawatiran.

Damian yang masih duduk di sofa tiba-tiba mendengar suara derap kaki. Sontak ia menengok, dilihatnya sang istri dalam keadaan mabuk. Saat itu juga hati Damian mencelos, ia merasa salah—yakin betul kalau Nara begini karena dirinya. Damian langsung saja mendekati istrinya berniat untuk membantu ke kamar.

Bukannya Nara mau, tangan mulusnya malah langsung menampar wajah Damian. Ternyata dengan setengah kesadaran ia masih ingat kalau sudah sangat membenci pria di depannya ini.

“TIDAK USAH SOK PERHATIAN DENGANKU!”

Damian membeku, sepertinya Nara benar-benar sudah marah saat ini. Suaranya saja sudah mengalahkan auman raja singa. Wajahnya yang cantik kini berubah menakutkan.

“Aku hanya ingin membantumu. Kau dari mana?” tanya Damian yang mencoba bersabar, saat begini dia baru sadar kalau dia sudah salah. Tapi mau bagaimana lagi, dia sudah tidak cinta dengan istrinya, meski sekarang belum sepenuhnya bisa.

“AKU MINTA KITA PISAH!” ujar Nara tanpa ragu.

Damian sedikit tertohok mendengarnya. Ternyata Nara sudah berani meminta pisah dengannya. Damian selama ini belum mau pisah karena hatinya masih ragu dan sekarang istrinya yang meminta lebih dulu.

Damian diam, dia merasa belum siap kehilangan.

“Aku rasa kamu butuh istirahat. Kau mabuk, apa yang kau bicarakan tidak benar,” sanggah Damian.

“TIDAK! Aku sudah memutuskan ini jauh-jauh hari. Bukan berarti karena sekarang aku mabuk, kau malah menggunakan itu sebagai alasan. Aku sudah muak! Benar-benar muak! Pokoknya aku mau kita pisah!”